Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleks

Efek stres yang terus-menerus tertimbun

Allostatic load (beban alostatik) digambarkan sebagai beban kumulatif akibat stres kronis. Kondisi ini melibatkan konsekuensi fisiologis pada berbagai tingkat aktivitas seperti kurang tidur, gangguan ritme sirkadian, merokok, mengonsumsi alkohol, dan makan makanan tidak sehat.

Situasi lain yang dapat menyebabkan perkembangan allostatic load adalah terpapar pemicu stres secara intens, kurangnya adaptasi terhadapnya, ketidakmampuan mengatasi respons stres setelah pemicu berhenti, dan respons alostatik tidak cukup optimal untuk mengatasi stres. Dengan demikian, ketika tantangan di lingkungan sekitar melebihi kemampuan individu mengatasinya, maka terjadilah allostatic load. 

1. Indikator 

Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleksilustrasi perempuan stres (pexels.com/energepic.com)

https://nyaspubs.onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/j.1749-6632.1998.tb09546.x

https://link.springer.com/article/10.1007/s11524-019-00345-5

Allostatic load tercetus pertama kali pada tahun 1993 oleh ahli neuroendokrinologi bernama Bruce McEwen dan seorang psikolog bernama Eliot Stellar. Ahli tersebut menggambarkan allostatic load sebagai harga yang harus dibayar setiap orang untuk beradaptasi terhadap paparan stres. Secara objektif, hal ini dimaksudkan untuk mengukur konsekuensi biologis dari stres berkepanjangan.

Melalui studi dalam Annals of the New York Academy of Sciences tahun 2006, Bruce McEwen mencatat bahwa stres sifatnya subjektif, namun beragam hal dapat menciptakan stres dan aspek kehidupan sehari-hari bisa memiliki efek kesehatan yang merugikan.

Sementara itu, menurut Journal of Urban Health tahun 2019, indikasi allostatic load terbagi menjadi beberapa komponen yang terdiri atas mediator primer dan hasil sekunder. Mediator primer mencakup:

  • Berhubungan dengan hormon dehydroepiandrosterone sulfate (DHEA).
  • Hormon stres (kortisol), bertindak sebagai parameter aktivitas sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal.
  • Hormon epinefrin dan norepinefrin, memberikan informasi tentang aktivitas sistem saraf simpatik.

Sementara itu, hasil sekunder mencakup:

  • Tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik, merujuk pada faktor risiko penyakit vaskular yang memberi informasi tentang aktivitas kardiovaskular.
  • Rasio pinggang-pinggul, dapat memberikan informasi mengenai sistem metabolisme jangka panjang dan fungsi jaringan adiposa.
  • Lipoprotein densitas tinggi dan kolesterol total, menunjukkan perlindungan terhadap risiko aterosklerosis.
  • Hemoglobin glikat, jumlah gula darah terbaru. 

2. Tipe

Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleksilustrasi laki-laki terbebani dengan stres (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Terdapat jenis allostatic load yang dipaparkan oleh ahli, meliputi:

  • Aktivasi yang sering dari sistem alostatik: Mengacu pada paparan stres yang sering dan berulang.
  • Kegagalan mematikan aktivitas alostatik setelah mengalami stres: Terjadi ketika seseorang mengalami stres namun tidak mengalami respons relaksasi cukup setelah peristiwa tersebut berlalu.
  • Respon alostatik yang tidak memadai menyebabkan sistem lain tetap meningkat setelah stres: Ketika suatu respons stres tidak memadai, secara tersistem respons lain mungkin mendapatkan kompensasi secara berlebihan untuk membantu menjaga keseimbangan.

Beberapa faktor risiko terkait peningkatan allostatic load berkorelasi dengan faktor psikososial, termasuk status sosial ekonomi. Selain itu, genetika dinilai juga berperan terhadap kemunculannya. 

Baca Juga: Mengapa Stres Membuat Jantung Kita Berdebar?

3. Dampak

Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleksilustrasi seorang laki-laki mengeluh (pexels.com/Andrea Piacquadio)

https://www.ajpmonline.org/article/S0749-3797(22)00116-7/fulltext

https://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/ajhb.22943

Allostatic load dapat menyebabkan konsekuensi serius pada kondisi kesehatan seseorang, di antaranya adalah:

  • Risiko peningkatan penyakit kardiovaskular: Studi dalam American Journal of Preventive Medicine tahun 2022 menjelaskan, allostatic load dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk tekanan darah tinggi dan arteriosklerosis.
  • Diabetes: Penelitian telah menemukan bahwa orang dengan diabetes cenderung memiliki allostatic load lebih tinggi.
  • Penyakit kanker: Salah satu studi telah menemukan bahwa wanita dengan kanker payudara lebih mungkin memiliki allostatic load yang lebih tinggi diikuti dengan peningkatan kadar hormon kortisol.
  • Berimbas pada kesehatan mental: Stres berulang memengaruhi area otak tertentu yang berperan penting terhadap respons tubuh dalam menghadapi stres. Dengan demikian, allostatic load yang lebih tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko kondisi kesehatan mental seperti gangguan kecemasan dan depresi.
  • Gangguan stres pasca-trauma: Pengalaman masa kanak-kanak (misalnya pelecehan, pengabaian, dan trauma) berperan signifikan dalam kemunculan allostatic load yang lebih tinggi seiring bertambahnya usia. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang termuat dalam American Journal of Human Biology tahun 2016.

4. Mekanisme

Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleksilustrasi seseorang melihat jam tangan (pexels.com/JÉSHOOTS)

Model allostatic load menunjukkan jika stres dan efeknya memiliki konsekuensi pada proses kumulatif di dalam tubuh manusia. Stres menyebabkan respons fight or flight (melawan atau berlari) yang memicu pelepasan beberapa hormon terkait stres. Paparan konstan akibat hormon-hormon tersebut memiliki efek negatif pada tubuh, termasuk risiko timbulnya berbagai penyakit.

Penting untuk dipahami jika hormon stres, termasuk kortisol dan katekolamin, sangat penting untuk membantu proses adaptasi akibat tantangan akut dari lingkungan. Namun, pada saat yang sama, juga berperan dalam menciptakan perubahan fisiologis terkait aspek metabolisme, kekebalan tubuh, dan kardiovaskular.

5. Kiat menghalau allostatic load

Allostatic Load, Stres Kronis yang Sebabkan Masalah Kesehatan Kompleksilustrasi olahraga di pagi hari (pexels.com/Tirachard Kumtanom)

Terpapar stresor secara terus-menerus dapat memperburuk kondisi kesehatan. Dengan begitu, teknik pengelolaan stres sangat penting untuk diterapkan. Teknik pertama yang bisa kamu coba adalah dengan mengubah pola pikir dalam menginterpretasikan situasi. Jika kamu menganggap suatu peristiwa sebagai ancaman, tubuhmu lebih mungkin meningkatkan respons stres.

Kondisi ini dapat meningkatkan beban alostatik. Saat situasi tersebut hadir, ada baiknya kamu mencoba teknik berpikir ulang tentang suatu peristiwa yang sebenarnya tidak perlu dilabeli sebagai ancaman.

Teknik kedua adalah terlibat aktif dalam kegiatan aktivitas fisik. Ini berkaitan dengan kebiasaan olahraga yang sebaiknya rutin dilakukan. Faktanya, olahraga rutin bisa membantu memanajemen stres.

Teknik ketiga berhubungan dengan praktik relaksasi. Menggabungkan strategi relaksasi seperti pernapasan dalam, yoga, meditasi, dan relaksasi otot progresif dapat membantumu mengelola stres, loh.

Yang tidak kalah penting adalah membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung. Dukungan sosial dapat bertindak sebagai benteng eksternal terhadap beberapa efek negatif stres.

Paparan stres akibat kehidupan sehari-hari yang terakumulasi secara intens tidak bisa dianggap remeh. Timbunan pemicu stres secara destruktif bisa memengaruhi kesehatan secara komprehensif. Jika kamu merasa kewalahan terhadap stres, jangan sungkan untuk berkonsultasi pada ahli kesehatan mental. Para ahli tentu akan membantumu menggalakkan diagnosis sampai merekomendasikan penanganan yang tepat.

Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan saat Sedang Stres?

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya