Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikolog

Ada kemungkinan korban bisa menjadi pelaku di kemudian hari

Makin marak berita bermunculan mengenai kasus kekerasan seksual. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020, pada masa pendemik, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan meningkat. Bahkan, 42 persen dari 77 kasus dialami perempuan dengan disabilitas.

Tentu saja kekerasan seksual dapat menimbulkan dampak yang mendalam bagi korban. Apa saja dampak dan kondisi korban kekerasan seksual dari sisi psikologis?

Untuk tahu jawabannya, IDN Times lewat Health Talk yang disiarkan langsung di Instagram @idntimes mengundang Riza Wahyuni, S.Psi, MSi, Psikolog, psikolog klinis dan forensik dari LPP Geofira dan Satgas PPA Jatim.

1. Definisi kekerasan seksual

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi kampanye anti kekerasan seksual (unsplash.com/Markus Spiske)

Mungkin kamu sudah sering mendengar kasus kekerasan dan pelecehan seksual melalui pemberitaan media dan media sosial. Namun, apa sebenarnya definisi kekerasan seksual itu sendiri? Riza Wahyuni S.Psi, MSi, Psikolog menjelaskan bahwa kekerasan seksual merupakan bentuk perbuatan seksual baik verbal maupun non-verbal. 

“Kekerasan seksual adalah segala bentuk perbuatan seksual, baik verbal atau non-verbal yang menyebabkan seseorang menderita dan mengalami trauma akibat perlakuan-perlakuan tersebut,” Riza menjelaskan.

2. Bentuk kekerasan seksual

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi catcalling (pexels.com/MART PRODUCTION)

Lalu, apa saja bentuk dari tindak kekerasan seksual itu? Apakah sebuah pelecehan juga termasuk tindakan kekerasan? Lebih dalam, Riza Wahyuni menjelaskan bahwa tindakan pelecehan dikategorikan ke dalam kekerasan seksual.

“Jadi, kekerasan seksual yang paling sederhana itu seperti catcalling, semacam bersiul. Lalu masuk ke sentuhan, rabaan, kemudian sekarang sudah merambah ke media sosial seperti kata-kata tidak senonoh, permintaan, desakan, dan lain sebagainya. Sampai yang paling konvensional, yang paling kasar yaitu pemerkosaan,” ujar Riza.

Tidak hanya itu saja, Riza juga memberikan contoh bentuk kekerasan seksual lainnya dalam bentuk verbal.

“Ketika ada seseorang yang mengatakan, 'Ih, kamu cantik, kamu seksi', kalau saya tidak senang, itu sudah merupakan bagian dari pelecehan seksual yang mana merupakan bagian dari kekerasan seksual. Jadi, bentuknya tidak harus fisik, sentuhan, maupun rabaan. Mengirim gambar pornografi, kata-kata tidak senonoh, itu merupakan bagian dari kategori kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual. Pornografi juga termasuk di dalamnya,” jelasnya lagi.

Seiring perkembangan teknologi, juga sudah berkembang bentuk-bentuknya. Riza memberikan contoh kasus yang ia tangani, yang dialami oleh anak sekolah dasar.

“Hari ini, sekitar tiga jam yang lalu saya mendapatkan laporan bahwa ada anak kelas 6 SD, tidak tahu dapat dari mana, gambar kartun tetapi porno, mengarah ke pornografi. Anak-anak ini, kan, tidak mengerti, kemudian ia sebarkan ke teman-temannya satu kelas. Pertanyaannya, apakah ini bagian pelecehan seksual, saya jawab 'Iya!'”

3. Berbagai dampak yang bisa dialami korban kekerasan seksual

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi korban kekerasan seksual (unsplash.com/Eric Ward)

Apa saja dampak yang dialami oleh korban kekerasan seksual? Apa yang mereka rasakan setelah mengalami peristiwa traumatis? Ternyata, dampaknya bermacam-macam.

“Kasus yang terbaru yang saya temukan di lapangan sekitar tiga hari yang lalu. Akibat mengalami pelecehan seksual, anak usia sekitar 13-14 tahun, dia mengalami bullying oleh teman-temannya. Dia bukan kategori perempuan yang cantik, seksi, bertubuh tinggi besar, atau putih. Dia ditantang oleh teman laki-lakinya untuk menunjukkan dirinya. Dia pernah disetubuhi oleh teman laki-lakinya, dia pacaran dan sempat hamil dan menggugurkan sendiri kandungannya. Sampai kemarin saat kami temui, dia sangat menikmati sebagai pelaku pornografi,” Riza bercerita.

Dampak itu pun terus berlanjut dan menjadi sesuatu yang membuat korban menjadi senang. Itu menjadi salah risiko dampak menjadi korban. Namun, Riza juga mengatakan bahwa ada juga yang mengalami dampak yang berbeda.

“Hal yang lain secara fisik, banyak dari mereka yang mengalami sakit-sakitan kemudian biasanya yang terkena adalah lambung atau sakit kepala. Dalam segi pikiran adalah kognitif, mudah lupa, mimpi buruk, secara emosional mudah marah dan kemudian tidak bisa mengungkapkan apa yang dia rasakan, hingga menyakiti diri sendiri. Dalam beberapa kasus perilakunya jadi pemberontak,” lanjutnya.

Contoh lain, perasaan korban pelecehan maupun kekerasan seksual juga akan terganggu. Mereka akan menjadi datar dalam berekspresi yang mana sangat berbahaya.

"Mengalami unstable emotion, atau tidak stabil emosinya. Kemudian beberapa lagi ada pikiran bunuh diri atau ada yang sudah melakukan upaya bunuh diri. Atau datar. Jadi, kalau ditanya tentang perasaannya, dia akan menjawab 'Biasa saja'. Jika ditanya apa yang terjadi kepadanya, dia akan menjawab 'Tidak ada, biasa saja.'

"Itu yang kami temukan juga di lapangan sehingga, kami menyebutnya emosinya tidak ada rupanya. Normalnya, seseorang itu kan punya ekspresi ketakutan, tetapi dia tidak. Bagi saya itu justru membuat ketakutan yang cukup luar biasa, karena semacam bom waktu kapan dia bisa mengekepresikan emosi yang sebenarnya. Itu yang menakutkan."

Fakta lain yang ditemukan Riza di lapangan adalah korban pelecehan bisa menjadi pelaku juga di kemudian hari. Ia mengatakan, anak laki-laki yang mengalami kekerasan seksual, apa pun bentuknya, bahkan bisa menjadi pelaku sodomi jika pernah mengalami sodomi. "

"Kami menemukan seorang anak usia 12 tahun melakukan pelecehan seksual kepada 7 orang temannya. Saya tanya apa alasannya, dia bilang, 'Bunda, saya pernah mengalami itu waktu SD dan saya sangat menikmati.' Saat dia sudah terpisah dengan orang yang melakukan itu, dia masuk ke sebuah sekolah dan melakukan itu kepada temannya yang lain. Inilah dampak psikologi yang terjadi korban, baik itu anak perempuan maupun anak laki-laki. "

Baca Juga: COVID-19 Tingkatkan Kekerasan Rumah Tangga, Ini Dampak Psikologisnya!

4. Cara mencegah agar korban tidak menjadi pelaku

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi korban kekerasan seksual (pexels.com/MART PRODUCTION)

Para korban kekerasan seksual tentunya perlu dibantu agar bisa menghilangkan trauma yang dialaminya dengan upaya pemulihan. Pemulihan psikologis adalah yang paling penting.

Kegiatan konseling hingga trauma healing dianggap mampu mengembalikan kondisi korban, serta menjadi tindakan pencegahan agar nantinya korban tidak menjadi pelaku.

"Sebagai psikolog klinis, cukup berat ketika melakukan trauma healing untuk pemulihan psikologi bagi mereka yang menjadi korban atau anak yang menjadi pelaku. Proses ini perlu dilakukan dengan beberapa pertemuan, mulai dari assesment, kapasitas psikologi, keluarga, lalu intervensi yang dilakukan. Dari beberapa klien, hasilnya memuaskan," tutur Riza.

Namun, proses pemulihan kadang tidak berjalan dengan mulus. Faktanya, ada juga keluarga yang tidak bisa menerima kenyataan tentang apa yang dialami oleh korban yang masih anak-anak ini ternyata berubah menjadi pelaku pelecehan.

5. Hukuman untuk pelaku pelecehan seksual

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi hukuman untuk pelaku kekerasan seksual (unsplash.com/niu niu)

Tindakan kekerasan seksual termasuk perbuatan yang memiliki ancaman pidana. Hal ini sudah diatur dalam undang-undang.

"Kami mengingatkan, barang siapa yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak terutama yang di bawah 18 tahun, apabila persetubuhan, maka Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 menyebutkan bahwa hukuman minimalnya 5 tahun, maksimalnya 15 tahun, dengan denda Rp5 miliar ditambah 2/3 bagi yang pelakunya orang terdekat dengan anak," Riza menekankan.

Lalu apakah berlaku untuk korban perempuan dewasa?

"Untuk perempuan dewasa, yang dikenakan adalah pornografi dengan bukti-bukti yang cukup kuat," katanya lagi.

6. Cari bantuan di tempat yang tepat

Dampak dan Kondisi Korban Kekerasan Seksual Menurut Psikologilustrasi mencari bantuan (unsplash.com/Brett Jordan)

Akhir-akhir ini, kasus kekerasan dan pelecehan seksual mulai terungkap karena banyaknya korban yang curhat di media sosial. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu. Akan tetapi, lebih baik mencari perlindungan dan bantuan dari unit pelayanan seperti Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA). Korban juga didorong untuk tidak takut bercerita dan menyampaikan semua yang dialaminya.

Lebih lanjut, Riza menyarankan masyarakat untuk tidak berpikir dua kali untuk memberi pertolongan jika melihat ada orang yang mengalami kekerasan seksual.

"Lihat, listen, link. Kita lihat dulu apa kebutuhannya. Misalnya dia ketakutan, bawa dia ke tempat aman. Kedua listen. Dengarkan ceritanya, jangan dibantah, jangan dipotong. Dengarkan dulu, jangan memberi komentar yang menyalahkan. Itu sangat tidak bagus.

"Setelahnya baru kita tanya, 'Mau kamu apa setelah ini?' Kalau dia menjawab mau lapor polisi, maka lakukan link. Kita bisa hubungi kepolisian terdekat. Di polres ada unit PPA, di polda ada Subdit Renakta (Sub Direktorat Remaja, Anak dan Wanita), atau ke UPT PPA yang ada di provinsi atau kabupaten kota atau lembaga layanan. Jangan takut melapor!"

Itulah berbagai dampak yang dapat dialami oleh korban kekerasan seksual, baik perempuan maupun laki-laki, dan bagaimana kita dapat membantu korban. Dengan berbagai dampaknya yang berbeda-beda, ada baiknya kita tidak menyalahkan apalagi menghakimi, karena kita tidak tahu apa yang dirasakan korban.

Seperti yang diserukan oleh Riza, jangan ragu untuk melapor dan mencari bantuan bila kamu atau orang dekatmu mengalami kekerasan seksual. Dihimpun dari berbagai sumber, ada beberapa lima posko aduan untuk melaporkan kasus kekerasan seksual:

  • Call center SAPA 129 dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). SAPA 129 bertujuan untuk mempermudah akses bagi korban atau pelapor dalam melakukan pengaduan kasus kekerasan seksual serta pendataan kasus. Selain itu, SAPA 129 juga melayani penjangkauan, pengelolaan kasus, akses penampungan sementara, layanan mediasi, dan pelayanan pendampingan korban.
  • Komnas Perempuan. Baik korban maupun pelapor bisa mengirim berkas ke email: pengaduan@komnasperempuan.go.id. Selain itu, bisa juga melapor langsung melalui media sosial resmi Komnas Perempuan.
  • Komnas HAM juga bisa menjadi alternatif. Pelapor bisa mengirim berkas secara langsung ke alamat Komnas HAM, bisa juga lewat aduan online dengan mengisi berkas pada laman http://pengaduan.komnasham.go.id/. Komnas HAM juga menerima layanan konsultasi melalui nomor 08111129129.
  • Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dalam pers rilis lpsk.go.id, Ketua LPSK, Abdul Haris, mengatakan bahwa LPSK hadir untuk memastikan perlindungan dan hak saksi dan korban agar kejahatan bisa terungkap. Pengajuan perlindungan ke LPSK dapat melalui call center di nomor 148, WhatsApp di nomor 085770010048, dan melalui akun media sosial LPSK.
  • Kantor polisi terdekat. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak akan melayani korban ketika membuat laporan ke polisi. Namun, sebelum itu kamu dianjurkan untuk meminta pendampingan hukum. Jika korban butuh pemantauan atas proses pelaporannya dan butuh surat rekomendasi, maka Komnas Perempuan akan mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan ke kepolisian.

Baca Juga: 8 Tanda Anak Mengalami Pelecehan Seksual, Kenali Cirinya dengan Benar

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya