Makanan Bergizi Seimbang dan Bervariasi, Lahirkan SDM Unggul

Harus dimulai sedari kecil

Kondisi ekonomi dunia pada tahun 2023 diprediksi memburuk. Salah satu efeknya adalah kenaikan harga pangan. Menurunnya daya beli masyarakat membuat produk pangan yang bergizi semakin sulit dijangkau. Padahal, makanan bergizi seimbang adalah kunci untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Dalam rangka memperingati Hari Pangan Sedunia, Danone mengadakan webinar bertajuk "Cerdas Atur Pengeluaran agar Gizi Anak Optimal" yang disiarkan langsung di Zoom dan channel YouTube Nutrisi Bangsa pada Senin (31/10/2022).

Narasumber yang dihadirkan ialah Mutia Anggun Sayekti, S.Gz., MHEcon (peneliti ekonomi kesehatan), dan Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK (Medical & Scientific Affairs Director Danone Indonesia). Simak pemaparan lengkapnya di sini!

1. Sekitar 14 juta penduduk Indonesia mengalami kerawanan pangan

Mutia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai suatu kondisi di mana semua orang memiliki akses terhadap makanan. Tidak hanya sekadar "cukup", tetapi juga aman, bergizi, dan sesuai dengan kebutuhan diet setiap individu untuk mencapai hidup yang sehat dan produktif.

Konteks diet di sini bukan program untuk menurunkan berat badan, tetapi pengaturan pola makan berdasarkan usia, berat badan, tinggi badan, kondisi kesehatan, dan aktivitas fisik.

"Kalau masih ada orang yang bisa makan hari ini dan besok, tetapi lusa tidak, berarti ketahanan pangan belum tercapai," jelasnya.

Kebalikan dari ketahanan pangan adalah kerawanan pangan atau food insecurity. Tingkat kerawanan pangan di Indonesia adalah 4,79 persen hingga 5,42 persen. Jika dikonversi, ada sekitar 14 juta penduduk Indonesia yang mengalami kerawanan pangan.

2. Kerawanan pangan adalah salah satu faktor penyebab stunting

Makanan Bergizi Seimbang dan Bervariasi, Lahirkan SDM Unggulilustrasi alat pengukur tinggi badan (pixabay.com/HolgersFotografie)

Menurut dr. Ray, prevalensi stunting di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 24,4 persen. Kementerian Kesehatan RI mendefinisikan stunting sebagai kondisi gagal pertumbuhan pada anak akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.

Apa keterkaitan antara kerawanan pangan dan stunting? Kegagalan produksi dan krisis (sosial, ekonomi, dan politik) bisa menyebabkan ketersediaan pangan di masyarakat berkurang dan penurunan pendapatan.

Bila kondisi terus berlanjut, bisa menyebabkan penurunan daya beli dan ketersediaan pangan dalam skala rumah tangga. Asupan gizi yang terus-menerus turun bisa menyebabkan malnutrisi dan stunting.

"Stunting bukan cuma kurus atau pendek, tetapi juga (bisa) gemuk karena konsumsinya itu-itu saja. Misalnya, yang bisa dijangkau hanya gorengan dan nasi. Ini bisa membuat mereka gampang sakit dan menurunkan aktivitas fisiknya," terang Mutia.

3. Efek jangka panjang malnutrisi pada individu dan masyarakat

Makan bukan hanya untuk meredakan lapar. Kebutuhan gizi juga harus terpenuhi, terutama untuk anak yang masih dalam tahap tumbuh kembang. Apa jadinya jika kebutuhan gizi anak tidak tercukupi?

"Malnutrisi bisa menurunkan kesehatan individu. Ketika penurunan kondisi kesehatan terus berlanjut, kemampuan berpikirnya menjadi tidak maksimal. Kalau terus-menerus berlanjut sampai dewasa, ada risiko besar mereka tidak bisa bersaing untuk mendapatkan pekerjaan yang baik atau berkarya dengan maksimal," Mutia melanjutkan.

Lantas, apa dampaknya bagi masyarakat? Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), malnutrisi meningkatkan biaya perawatan kesehatan, mengurangi produktivitas, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi, yang bisa melanggengkan siklus kemiskinan dan kesehatan yang buruk.

Baca Juga: Lupakan 4 Sehat 5 Sempurna, Begini Gizi Seimbang yang Sebenarnya

4. Pastikan makanan yang disajikan berkualitas baik, jumlahnya cukup, dan bervariasi

Makanan Bergizi Seimbang dan Bervariasi, Lahirkan SDM Unggulilustrasi menyuapi anak (pixabay.com/5686750)

Sering kita dengar bahwa 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dijuluki sebagai periode emas. Mengapa? Karena pada periode ini, pemberian gizi yang baik akan membawa dampak positif seumur hidup.

Apa jadinya jika 1.000 HPK terlewatkan begitu saja? Salah satu dampaknya adalah pertumbuhan otak dan perkembangan kognitif anak menjadi terhambat. Selain itu, kecerdasan dan ketangkasan berpikirnya cenderung lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak lain.

"Untuk punya status gizi yang baik, anak harus dikasih makanan yang berkualitas, jumlahnya cukup, dan bervariasi. Harus sesuai dengan AKG, yang diatur berdasarkan periode tumbuh kembangnya," ujar dr. Ray.

Cara yang paling simpel adalah mengikuti pedoman Isi Piringku dari Kementerian Kesehatan RI. Dokter asal Manado ini mengatakan bahwa pedoman Isi Piringku sudah cukup untuk memenuhi aspek jumlah dan variasi makanan.

5. Terakhir, pilih bahan pangan yang sudah difortifikasi

Terkadang, makanan yang kita masak terlalu matang (overcooked), sehingga vitamin yang dikandung hilang atau hancur. Solusinya, pilih bahan pangan yang sudah terfortifikasi.

"Fortifikasi adalah penambahan zat-zat gizi tertentu, terutama zat gizi mikro seperti vitamin atau mineral. Di Indonesia, yang banyak difortifikasi adalah minyak, tepung, garam, dan susu," ungkap dr. Ray.

Namun, banyak makanan yang difortifikasi yang merupakan highly processed food yang tinggi gula, garam, dan lemak. Selalu baca label nutrisi dengan cermat sebelum membelinya, ya!

Baca Juga: Dear Mom, Ini 7 Pesan Gizi Seimbang untuk Buah Hati dari Kemenkes

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya