Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDS

Akses ARV untuk anak-anak masih sulit didapatkan

Dalam rangka menyambut hari AIDS Sedunia pada tanggal 1 Desember, Jaringan Indonesia Positif menyuarakan hak Orang Dengan HIV (ODHIV) melalui acara yang bertajuk "Equalize Our Child: Riase The Light of The Future". 

Kegiatan ini merupakan bagian dari kampanye publik yang dikemas melalui premier film pendek "Seperti Seharusnya". Dalam acara tersebut, Krittayawan Boonto, UNAIDS Country Director of Indonesia, menyampaikan bahwa penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia perlu meningkatkan kesetaraan akses bagi ODHIV. 

1. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan akses layanan

Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDSilustrasi acara Equalize Our Child: Riase The Light of The Future (IDN Times/Rifki Wuda Sudirman)

Tidak hanya premier film pendek, kampanye ini juga menjadi wadah penggalangan dana untuk anak dengan HIV.

Aksi ini dilakukan dengan membentuk aliansi nasional untuk mengakhiri AIDS pada anak oleh UNAIDS Indonesia bersama Jaringan Indonesia Positif (JIP), Ikatan Perempuan Positif Indonesia (IPPI), Yayasan Pelita Ilmu (YPI), dan Lentera Anak Pelangi (LAP). 

Keseluruhan acara tersebut diharapkan dapat meningkatkan akses tata laksana HIV/AIDS di Indonesia, serta dapat mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV. 

2. Ketidaksetaraan dalam penanggulangan kasus HIV/AIDS

Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDSilustrasi pita HIV (freepik.com/jcomp)

Analisis oleh PBB menjelang Hari AIDS Sedunia mengungkapkan bahwa ketidaksetaraan menjadi penghalang untuk mengakhiri AIDS. Laporan Dangerous Inequalities oleh UNAIDS Global menunjukkan bahwa tindakan mendesak dapat memperlancar program penanggulangan AIDS. 

Laporan tersebut menungkapkan adanya peningkatan infeksi baru dana kematian yang terus berlanjut di berbagai bagian dunia. Di Indonesia sendiri, hanya 25 persen dari anak-anak yang hidup dengan HIV menjalani pengobatan antiretroviral (ARV) yang dapat menyelamatkan nyawa mereka. 

Inilah mengapa kesetaraan akses menjadi hal yang perlu diprioritaskan dalam penanggulanagan HIV/AIDS. 

"Aliansi Nasional untuk akhiri AIDS pada Anak di Indonesia ini, diharapkan dapat menjadi kendaraan untuk konsolidasi dukungan dan sumber daya untuk lebih meningkatkan kualitas program HIV bagi kelompok perempuan, anak, dan remaja," ucap Krittayawan. 

3. Ketidaksetaraan gender dalam pengobatan HIV/AIDS

Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDSilustrasi ibu hamil (unsplash.com/Olliss)

Krittayawan mengatakan bahwa kasus HIV di Indonesia masih dianggap sebagai sebagai concentrated epidemic. Oleh sebab itu, fokus tata laksana masih tertuju pada orang-orang yang berisiko saja. 

Hal ini membuat kasus HIV/AIDS pada perempuan dan ibu hamil sering kali terabaikan. Tidak hanya ketidaksetaraan gender, ketidaksetaraan yang dihadapi oleh populasi kunci, dan ketidaksetaraan antara anak-anak dan orang dewasa juga menjadi hal yang harus diperhatikan. 

Baca Juga: Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIV

4. Akses penanganan pada anak masih rendah

Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDSilustrasi anak-anak (unsplash.com/Ben Wicks)

Menurut laporan UNAIDS Global, anak-anak menyumbang 4 persen dari semua orang yang hidup dengan HIV di tahun tahun 2021 dan 15 persen dari semua kematian terkait AIDS. Di Indonesia, pada tahun 2021 anak-anak menyumbang 12 persen dari 27.000 infeksi HIV baru, dan 9 persen dari 26.000 kematian terkait AIDS.

Selain itu, cakupan pengobatan pada anak dinilai sangat rendah, yaitu hanya 25 persen. Akses perawatan bagi anak-anak masih terhambat dan jauh dari jangkauan. Salah satu hambatannya adalah kurangnya obat HIV yang dikembangkan secara khusus untuk kebutuhan anak.

5. Diperlukan kolaborasi multi sektoral

Kesetaraan Akses Menjadi Tantangan Penanggulangan HIV/AIDSIlustrasi kolaborasi (pixabay.com/mohamed Hassan )

Dari segala tantangan terkait penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, Krittayawan mengatakan perlu adanya kolaborasi multi sektoral untuk mengatasi hal tersebut. Kolaborasi ini mencakup pemerintah, yayasan, swasta, serta peran media dalam menyebarkan informasi. 

Melalui kampanye ini, penanganan HIV/AIDS di Indonesia bisa mendapatkan lebih banyak dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Dengan kerja sama yang baik dan mengurangi kesenjangan akses, ini diharapkan bisa mengakhiri AIDS di Indonesia pada tahun 2030. 

"Penguatan multi sektoral menjadi penting untuk dilakukan agar mendapatkan dukungan yang cukup untuk program HIV. Negara juga harus prioritaskan pembiayaan program HIV," kata Krittayawan.  

Penanganan kasus HIV/AIDS di Indonesia masih memiliki berbagai tantangan, khususnya dalam hal kesetaraan akses. Kolaborasi multi sektoral bisa menjadi kunci untuk membantu eradikasi AIDS di Indonesia pada tahun 2030. 

Baca Juga: Orang dengan HIV Berisiko Lebih Besar Terkena COVID-19 Berat

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya