Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain 

Perilaku ini tak baik untuk dipertahankan

Superiority complex adalah perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang meyakini dirinya lebih unggul dari orang lain. Mereka sering berpendapat berlebihan tentang dirinya, misalnya dengan meyakini kalau kemampuan dan pencapaiannya melebihi orang lain.

Namun, ada kontradiksi dari superiority complex, yang mana di balik itu seseorang mungkin menyembunyikan harga diri yang rendah atau merasa inferior. Ini berdasarkan teori dari oleh psikolog Alfred Adler yang dikemukakan pada awal abad ke-20. 

Dilansir Healthline, Adler menguraikan bahwa superiority complex merupakan mekanisme pertahanan untuk perasaan tidak mampu yang dihadapi. Singkatnya, orang dengan superiority complex sering memiliki sikap sombong terhadap orang di sekitarnya, tetapi kesombongan itu hanyalah cara untuk menutupi perasaan gagal atau kekurangan.

1. Bagaimana cara mengetahui kita memiliki superiority complex?

Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain ilustrasi orang sombong (pexels.com/Godisable Jacob)

Beberapa gejala yang diidentifikasi sebagai bagian dari superiority complex adalah:

  • Penilaian harga diri yang tinggi. 
  • Klaim sombong yang tidak didukung oleh kenyataan.
  • Perhatian tertuju pada penampilan, atau pendapat sombong yang terlalu tinggi tentang diri sendiri.
  • Citra diri penuh otoritas dan supremasi. 
  • Keengganan untuk mendengarkan orang lain.
  • Kepuasan berlebihan untuk elemen kehidupan tertentu. 
  • Perubahan suasana hati yang acak, sering diperburuk oleh pertentangan dengan orang lain.
  • Merasa harga diri rendah atau perasaan rendah diri (tidak diakui atau tidak disadari). 

Kita mungkin pernah melihat sebagian dari gejala ini pada diri sendiri atau orang lain. Ini karena tanda superioritas mudah dikenali, terutama setelah lama kenal. Akan tetapi, mencocokkan tanda-tanda di atas dengan kompleksitas itu sendiri tidaklah mudah. 

Banyak dari tanda-tanda di atas juga bisa disebabkan oleh kondisi-kondisi lain, seperti gangguan kepribadian narsistik atau gangguan bipolar. Maka, alangkah baiknya untuk menghindari diagnosis diri sendiri dan berkonsultasi dengan ahli kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater untuk diagnosis yang tepat.

2. Apa penyebab superiority complex?

Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain Ilustrasi orang merasa gagal (pexels.com/Andrew Neel)

Belum diketahui secara jelas mengapa orang-orang mengembangkan perilaku superiority complex. Namun, diperkirakan kalau berbagai situasi atau insiden bisa menjadi penyebab utamanya. 

Contohnya adalah saat seseorang mencoba mencapai tujuan tertentu, tetapi tidak berhasil mewujudkannya. Itu membuatnya stres sehingga dia memilih terlihat pura-pura berhasil untuk menangani kecemasan akibat kegagalan. 

Saat seseorang merasa terlindungi dari kegagalan dengan cara tersebut, ini mungkin akan diulangi pada masa mendatang. Ini bisa menjadi mekanisme melepaskan diri dari perasaan tidak mampu dengan membual dan berpura-pura lebih baik daripada orang lain. Namun, bagi orang-orang di sekitarnya, itu akan terlihat sebagai sikap sombong dan arogan.

Perilaku superiority complex dapat berkembang dari waktu ke waktu. Baik dari masih usia dini, remaja, hingga dewasa, saat orang belajar mengatasi tantangan dan perubahan dengan menekan perasaan  takut akan ketidakmampuan. Jika hal tersebut tidak berhasil dinavigasi, seseorang dapat mengembangkan superiority complex untuk mengatasi perasaan kekurangan atau terisolasi.

3. Bisakah superiority complex didiagnosis?

Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain ilustrasi terapi bicara (pexels.com/Cottonbro)

Superiority complex bukanlah diagnosis resmi dan tidak termasuk dalam panduan The Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) yang digunakan ahli kesehatan mental dan penyedia layanan kesehatan untuk mendiagnosis sejumlah gangguan kesehatan mental

Namun, tidak adanya superiority complex dalam panduan tersebut bukan berarti kondisi tersebut tidak nyata. Dalam hal ini, ahli kesehatan jiwa akan menggunakan kombinasi faktor-faktor untuk menentukan apakah seseorang memiliki superiority complex, termasuk dari perilaku yang diamati selama sesi konsultasi. 

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, beberapa ciri-ciri superiority complex mirip dengan kondisi kesehatan mental lainnya, seperti gangguan kepribadian narsistik, skizofrenia, demensia, dan gangguan bipolar.

Kondisi-kondisi tersebut memiliki kriteria definitif diagnosis yang bisa digunakan untuk menentukan keberadaan superiority complex pada seseorang dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan. 

Baca Juga: 5 Gangguan Mental yang Bisa Diatasi dengan Terapi Perilaku Dialektika

4. Apakah superiority complex bisa diobati?

Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain ilustrasi konsultasi dengan ahli kesehatan (pexels.com/Karolina Grabowska)

Karena tidak dianggap sebagai diagnosis resmi, superiority complex tidak memiliki standar perawatan. Ahli kesehatan mental dalam hal ini dapat membuat rencana perawatan yang membantu seseorang memahami masalah yang mendasari perilaku tersebut.

Rencana itu pada akhirnya akan membantu seseorang belajar menangani gejala dengan cara yang lebih bermanfaat. Seorang pakar kesehatan dapat membantu orang menemukan solusi, alih-alih menciptakan persona khas ketika klien merasa tertekan. Begitulah cara seseorang belajar menghadapi hal-hal yang akhirnya nanti membentuk kesehatan mental. 

Pengobatan umum untuk superiority complex biasanya berupa terapi bicara. Dalam sesi tatap muka, psikolog atau terapis dapat membantu seseorang dalam menilai dilema-dilema dengan benar.

Kemudian, orang yang bersangkutan dapat menciptakan respons yang lebih sehat. Kalau kamu merasa tertekan di masa depan, kamu bisa memanfaatkan informasi di atas untuk mengatasi perasaan lemah.

Juga, kalau kamu memiliki orang terdekat dengan kompleksitas ini, kamu dapat memotivasi mereka untuk mencari pengobatan. Kamu juga bisa membantu mendorong mereka untuk lebih jujur tentang perasaannya dan untuk mengidentifikasi tempat bertumbuh baru di mana mereka mungkin berhasil. 

5. Prospek untuk superiority complex

Mengenal Superiority Complex, Merasa Unggul dari Orang Lain ilustrasi menghibur teman yang sedih (pexels.com/SHEVTS Production)

Orang yang memiliki superiority complex tidak sama artinya dengan menjadi ancaman bagi kesehatan fisik siapa pun. Namun, kebohongan dan pembesar-besaran yang terus terjadi dapat menjengkelkan bagi orang lain serta berdampak negatif pada hubungan apa pun. 

Kalau kamu menjalin hubungan dengan orang yang menurutmu memiliki masalah ini, dorong dia untuk mencari bantuan. Tujuannya agar dia dapat menemukan cara yang lebih sehat untuk mengatasi perasaan yang tersembunyi. 

Kamu juga dapat mengambil manfaat dari menemui terapis, atau mempertimbangkan untuk menemui terapis bersama pasangan, untuk mempelajari cara yang lebih efektif dalam mengekspresikan perasaan satu sama lain.

Bertindak superior atau menampilkan karakteristik lain dari superiority complex, biasanya merupakan cara menutupi atau menyembunyikan inferioritas. Butuh waktu untuk mengatasi perasaan dan perilaku itu. Belajar untuk berdialog lebih jujur dengan orang lain serta menetapkan tujuan yang lebih realistis dapat membantu melewatinya.

Penulis: Dian Rahma Fika Alnina

Baca Juga: 5 Ciri Khas Orang Terjangkit 'Superiority Complex', Merasa Sok Hebat!

Topik:

  • Bella Manoban
  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya