10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahun

Belum tentu didukung fakta, bisa menyesatkan orang tua

Mitos berarti cerita atau sesuatu yang dikatakan orang. Mitos berisikan kumpulan cerita tradisional yang dibumbui kepercayaan kuno, sehingga tak sedikit yang mempercayainya. Mitos tak tercipta secara tiba-tiba, melainkan diceritakan dari generasi ke generasi di rumpun bangsa mana pun.

Ada banyak mitos kesehatan yang beredar, termasuk di antaranya seputar pola asuh anak usia di bawah 2 tahun. Apa saja? Yuk, langsung saja simak ulasannya di bawah ini berikut cek faktanya!

1. Anak gemuk itu sehat dan lucu

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/saiid bel

Faktanya, anak gemuk atau anak yang memiliki berat badan berlebih memiliki kecenderungan mengalami obesitas. Seperti yang kita tahu, obesitas bisa mendatangkan banyak penyakit saat usianya menjelang dewasa.

Menurut Wahjuni, 2013 dalam Kontroversi 101 Mitos Kesehatan, banyak penelitian telah membuktikan bahwa anak yang mengalami obesitas pada masa mudanya berisiko tinggi mengalami penyakit kardiovaskular (serangan jantung, hipertensi dan stroke) lebih awal. Hal ini dapat menyebabkan ledakan generasi muda yang tidak produktif karena sakit-sakitan.

Selain itu, anak yang memiliki berat badan berlebih juga rawan mengalami depresi, sehingga saat dewasa mereka cenderung menjadi orang yang rendah diri.

2. Penggunaan baby walker

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/Jimmy Conover

Tak sedikit orang tua yang menggunakan baby walker untuk bayi mereka dan percaya bahwa alat tersebut dapat membantu bayi agar lebih cepat belajar berjalan.

Faktanya, mitos ini salah. Berdasarkan Wahjuni, 2013 dalam Kontroversi 101 Mitos Kesehatan, bayi yang menghabiskan waktunya berada di atas baby walker akan memiliki kecenderungan untuk belajar duduk, merangkak, dan berjalan lebih lambat daripada bayi yang belajar berjalan sendiri.

Kenapa? Karena saat bayi duduk di baby walker, maka pergerakan otot-otot mereka menjadi terbatas dan tidak bebas bergerak, berbanding terbalik ketika mereka belajar berjalan sendiri.

Baca Juga: Bukan Sekadar Mitos, ini 5 Info Terkait Jamu Pelancar Haid

3. Pemberian gula kepada anak membuatnya menjadi hiperaktif

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahunfreepik.com/prostooleh

Faktanya, masih menurut Wahjuni, 2013, dalam Kontroversi 101 Mitos Kesehatan, dokter spesialis anak dan ahli gizi dari berbagai negara mengatakan bahwa belum ada penelitian yang membuktikan bahwa gula dapat membuat anak menjadi hiperaktif.

Sejalan dengan hal ini, profesor pediatrik dari Harvard Medical School di Boston, Dr. Kleinman, juga menjelaskan belum ada satu pun studi yang menunjukkan bahwa gula dalam makanan bisa membuat anak menjadi aktif berlebihan atau membuatnya menjadi defisit perhatian.

Pada anak normal, gula tidak menjadi pemicu anak menjadi hiperaktif. Namun, pada anak dengan autisme, gula dari sukrosa termasuk ke dalam gluten terselubung, di mana energi yang dihasilkannya dapat membuat anak dengan autisme yang sudah hiperaktif menjadi semakin hiperaktif. 

4. Minum susu membuat anak menjadi cerdas

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/Lucy Wolski

Mitos ini tidak sepenuhnya salah, tetapi tidak sepenuhnya benar juga. Tidak hanya lewat nutrisi dalam susu yang diminum, banyak faktor lainnya yang turut membuat anak menjadi pintar, seperti genetik, stimulasi lingkungan, dan nutrisi lainnya. 

Nutrisi yang baik akan memperbaiki sinaps (sambungan-sambungan saraf) di otak, sehingga rangsangan yang didapat dari lingkungan akan diterima baik oleh si Kecil. Anak yang mengonsumsi susu paling mahal dan paling lengkap kandungannya sekalipun, tetapi tidak diberikan stimulasi oleh lingkungan keluarganya, tetap saja tidak akan menjadi pintar.

5. Balita lebih rewel saat makan

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahunfreepik com/cookie_studio

Faktanya, menurut Arifianto, 2012, lebih mudah mendorong anak-anak untuk mencoba makanan baru daripada mengajaknya untuk makan makanan yang sudah pernah dicobanya. Saat mencoba makanan baru, anak akan belajar melalui indra pengecapnya dan akan menentukan mana makanan yang disukainya.

Bila anak tidak suka dengan suatu makanan yang diberikan, mungkin saja ia akan menolak makanan tersebut ketika disuguhkan kembali. 

6. Balita akan mengalami alergi jika diberi makanan pendamping

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahunfreepik.com/senivpetro

Faktanya, berdasarkan pendapat Yuliati, Nurheti, 2010, menurut para ahli, sebagian besar anak akan mengalami alergi makanan saat usianya menginjak 3 tahun. Hal ini umum terjadi dan tidak perlu terlalu dipermasalahkan. 

Pada usia tersebut, anak-anak mungkin mengalami alergi terhadap kacang-kacangan. Cara terbaik untuk menghilangkan alergi ini ialah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak mengenai alergi yang timbul pada anak.

7. Memberikan makanan dan minuman manis pada anak batita membuat giginya mudah berlubang

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/Shalev Cohen

Faktanya, sesuai pendapat Sudaryanto dan Gatot, 2014, mitos ini bisa dikatakan benar jika anak tidak diajarkan cara membersihkan dan merawat gigi sedini mungkin dengan tepat.

Makanan atau minuman manis tidak secara langsung membuat gigi berlubang, tetapi bisa memudahkan pertumbuhan kuman penyebab kerusakan gigi bila gigi dan mulut tidak rajin dibersihkan. 

Perlu diketahui bahwa gigi berlubang bisa terjadi karena beberapa faktor, antara lain karena kuman, suasana asam, dan kebiasaan minum susu dengan botol hingga tertidur. 

8. Jangan membawa bayi ke luar rumah sebelum berusia 40 hari  

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/Wes Hicks

Katanya, membawa bayi ke luar rumah sebelum berusia 40 hari, selain untuk imunisasi dan berjemur, dapat menyebabkan bayi sawan akibat bertemu makhluk halus. Namun, larangan ini ada karena antibodi bayi yang baru lahir belum terbentuk dengan sempurna, sehingga rentan terkena penyakit.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, faktanya, menurut Mubarak et al., 2013, dalam Rosmala, 2020, berdasarkan jurnal Tradisi Marapi dan Hubungannya dengan Kesehatan Ibu dan Bayi (Studi Fenomenologi di Desa Manunggang Jae), bayi tidak diperbolehkan ke luar rumah sebelum berumur 40 hari.

Ini karena kondisi fisik bayi belum sekuat fisik orang dewasa, sehingga jika kontak dengan udara luar bisa membuatnya sakit dan untuk mencegah bayi tidak tertular virus dari orang yang sakit saat berada di tempat umum yang ramai.

9. Jangan menggendong anak jika ia menangis

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahunfreepik.com/pch.vector

Menurut mitos yang berkembang, anak akan tumbuh menjadi manja jika orang tua segera menggendong bayinya saat ia menangis.

Namun, faktanya secara psikologis, jika anak menangis karena suatu hal, orang tua perlu menenangkannya dengan cara menggendongnya. Nah, saat menggendong inilah orang tua dapat memberikan penjelasan secara perlahan kepada sang buah hati mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan atau mengenai mana yang baik dan yang buruk.

10. Rambut dicukur terus-menerus supaya lebat

10 Mitos seputar Pola Asuh Anak Usia di Bawah 2 Tahununsplash.com/Ana Tablas

Masih banyak masyarakat yang percaya kalau rambut bayi sering dicukur, maka saat dewasa nanti rambutnya akan tumbuh lebat.

Faktanya, secara medis rambut tipis dan tebal itu bergantung pada genetik kedua orang tuanya, bukan frekuensi mencukur rambutnya saya bayi. Maka dari itu, orang tua tak perlu mencukur rambut bayi terlalu sering. Alih-alih membuat rambutnya lebat, bisa-bisa kulit kepalanya terluka karena pisau cukur.

Itulah mitos seputar pola asuh anak, khususnya pada bayi usia di bawah 2 tahun. Banyak yang tidak sesuai dengan fakta yang ada, tetapi ada juga beberapa yang tidak sepenuhnya salah. Semoga pengetahuanmu semakin bertambah, ya!

Baca Juga: Mitos atau Fakta, 7 Ciri Hamil Anak Perempuan yang Banyak Dipercaya

Frigia Atalia Photo Writer Frigia Atalia

Love yourself. Love myself. Peace✌

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya