Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!

Sudahkah ortu bertanya kepada anak, "are you OK"?

Jenuh dengan pekerjaan tidak cuma bisa dialami orang dewasa, tetapi anak-anak pun juga bisa mengalami kejenuhan dengan pembelajaran, lo, apalagi dengan kebijakan belajar daring dari rumah selama masa pandemi COVID-19. Nah, orang tua mesti peka dengan kejenuhan anak-anak ini.

Faktanya, rasa jenuh yang dialami anak dalam aktivitas pembelajarannya di rumah bisa berdampak pada kesehatan mental anak, lo, karena pada dasarnya mereka, seperti halnya orang dewasa, adalah makhluk sosial.

Sayangnya, tak banyak yang sadar kalau anak-anak juga bisa mengalami stres. Bahkan, mereka juga bisa ditimpa burnout bila harus terus menghadapi layar komputer setiap hari.

Bayangkan saja, saat orang dewasa pergi ke kantor dan berinteraksi dengan teman, anak-anak juga melakukan hal yang sama dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Tak cuma itu, interaksi guru dan murid juga berbeda ketika pelajaran dilakukan tatap muka.

Memang situasi sekarang belum aman untuk anak-anak kembali melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah. Namun, bukan berarti orang tua kehabisan akal untuk membangun mental anak yang mungkin sudah jenuh.

Berikut ini ada beberapa tips dan saran dari psikolog anak yang bisa kamu terapkan dalam keluarga, khususnya untuk sang buah hati.

1. Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik

Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!ilustrasi ibu dan anak (pexels.com/Ketut Subiyanto)

Kesehatan mental itu adalah kondisi kesejahteraan diri yang mencakup psikologis, emosional, dan sosial. Karena itu akan menunjukkan bagaimana kita mengalami stres, membuat pilihan, dan berkomunikasi dengan orang lain,” tutur Ajeng Raviando, Psi, seorang psikolog anak, remaja, dewasa, dan keluarga.

Ia juga mengatakan kalau masih ada banyak orang yang masih cenderung mengutamakan kesehatan jasmani saja.

“Kalau kita perhatikan, dalam pandemi ini, banyak orang lebih mengutamakan gizi yang diasup secara jasmani.” 

Padahal, kesehatan mental juga sama pentingnya. Saat kita mengalami stres, itu juga berdampak pada imun tubuh, karena kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan antigen berkurang. Itu sebabnya kita lebih rentan terhadap infeksi. Kortisol alias hormon stres dapat menekan efektivitas sistem kekebalan tubuh (misalnya menurunkan jumlah limfosit), mengutip Simply Psychology

Ajeng juga mengatakan kalau saat sadar akan gejala gangguan mental, maka kita akan lebih peka terhadap lingkungan lain, sehingga kita bisa membangun komunikasi yang lebih baik dari sebelumnya.

Bila anak tampak membutuhkan bantuan lebih lanjut, orang tua tak perlu ragu untuk menghubungi tenaga profesional seperti psikolog anak.

2. Kenali gejala stres pada anak

Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!ilustrasi anak mengalami stres (pexels.com/Monstera)

Di masa yang tidak menentu ini, kita harus lebih peduli dan lantang tentang kesehatan mental, dan ini bukan lagi hal yang tabu dan canggung. Kita perlu cermat mengenali gejala stres pada orang-orang sekitar, apalagi yang sering berkumpul bersama.

“Kita bisa, kok, mengenali gejala stres pada anak selama di rumah. Misalnya karakternya mulai berubah. Mulai dari yang ceria jadi pendiam, atau ketika anak tiba-tiba tidak mau makan,” Ajeng menjelaskan.

Katanya lagi, ketika anak stres, kemungkinan mereka juga bisa mengabaikan tugas sekolahnya. Ini cukup banyak dialami anak-anak di seluruh dunia.

Sebuah survei yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dan diterbitkan dalam Morbidity and Mortality Weekly Report pada Maret 2021 lalu melaporkan bahwa orang tua dan anak-anak yang menghadiri sekolah secara langsung pada musim gugur tahun lalu melaporkan stres dan kecemasan yang jauh lebih sedikit dibandingkan mereka yang belajar secara daring atau pengaturan gabungan.

Laporan tersebut mengatakan kalau baik orang tua maupun anak yang belajar secara virtual melaporkan hasil yang lebih buruk dalam 11 dari 17 indikator stres dan kesejahteraan fisik dan mental, dibanding orang tua dan anak-anak yang belajar secara non-virtual atau langsung dalam rentang yang sama.

Peneliti mengatakan kalau instruksi virtual mungkin memunculkan lebih banyak risiko daripada instruksi pembelajaran secara langsung, yang mana ini berhubungan dengan kesehatan mental dan emosional anak serta orang tua dan beberapa perilaku yang mendukung kesehatan, misalnya keterlibatan aktivitas fisik.

Sebanyak 1.290 orang tua dari anak-anak yang belajar secara virtual dua kali lebih mungkin mengalami penurunan aktivitas fisik dan jumlah waktu yang dihabiskan di luar rumah, dibanding anak-anak yang belajar langsung. Orang tua dari anak-anak yang belajar virtual lebih cenderung melaporkan penurunan kondisi fisik dan mental anak.

Dari survei yang dilakukan, orang tua merasa anak-anaknya cenderung lebih mengalami tekanan karena mereka memiliki waktu yang terbatas untuk bertemu dengan teman dan melakukan aktivitas di luar rumah. 

“Kuncinya untuk orang tua agar lebih sadar ketika anaknya sedang stres itu lebih kepada observasi sekitar. Karena itu juga bisa terlihat dari kesehatan anak, misalnya anaknya sering pusing, sakit perut, atau gampang masuk angin”, ujar Ajeng.   

Maka dari itu komunikasi secara berkala antara anak dan orang tua sangat dianjurkan, agar kita saling mengerti kebutuhan satu sama lain.

Baca Juga: Kesehatan Mental Anak Tergantung Kebahagiaan Orangtua

3. Normalisasi gejala stres pada anak

Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!Orang tua menemani anak belajar (pexels.com/Monstera)

Bicara tentang kesehatan mental mungkin masih dianggap tabu oleh beberapa orang. Namun, kita harus mulai menormalisasi topik ini. 

Kebanyakan anak-anak tidak dapat mengutarakan perasaan mereka. Di sini, kita bisa membantu memberi pengertian kepada anak bahwa tidak ada salahnya untuk ia merasa "not OK". Akan tetapi, di saat yang sama orang tua juga diwajibkan untuk tidak membohongi perasaan anak.

Kita harus bisa menghargai kepercayaan mereka terhadap kita yang lebih dewasa. Misalnya, tidak membagikan cerita anak kepada teman-teman kita, karena bisa saja anak nantinya merasa tidak nyaman dan memilih untuk tidak terbuka. Bila perlu, orang tua dan anak juga bisa mencari konseling, mengutip Star Bright Books.

4. Hal yang dapat membantu si Kecil agar tidak mengalami burnout

Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!ilustrasi quality time keluarga (pexels.com/August de Richelieu)

Karena kita saat ini lebih sering di rumah saja, ada beberapa hal yang dapat dilakukan bersama agar si Kecil tidak mudah stres atau sampai mengalami burnout. Misalnya dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama seperti memasak atau berkebun. Mengutip laman Understood, kegiatan bersama ini juga dapat membantu kita membangun komunikasi sekaligus menenangkan pikiran. 

Tak hanya itu saja, kita juga dapat memberikan sesi istirahat. Misalnya ketika setelah sekolah satu jam, beri waktu istirahat anak setidaknya 15-20 menit sebelum melanjutkan kegiatan lainnya.

Jika anak masih usia prasekolah, misalnya masih duduk di taman kanak-kanak atau playgorup, kita juga dapat memberikan pelajaran dengan gaya yang lebih interaktif. Misalnya menggunakan boneka sebagai peraga agar mendapatkan perhatian dari si Kecil.

Terakhir, jangan lupa untuk menanyakan bagaimana perasaan anak setiap harinya, karena yang bisa merasakan stres bukan hanya orang dewasa.

5. Peran keluarga dalam kebahagiaan anak

Anak-Anak Juga Bisa Stres, yuk Cari Tahu Cara Menghadapinya!ilustrasi keluarga bahagia (pexels.com/Pixabay)

Kebahagiaan anak juga tergantung keluarga. Apalagi saat masa pandemi COVID-19, waktu keluarga jadi lebih banyak karena kebanyakan orang menghabiskan waktunya di rumah. Jadi, bila kekerasan dalam rumah tangga, itu juga berdampak, apalagi anak bisa melihatnya langsung.

Menurut laporan berjudul "The potential impact of the COVID-19 pandemic on child growth and development: a systematic review" dalam Jornal de Pediatria tahun 2020, selama pandemi ini tingkat kekerasan dalam rumah mengalami peningkatan, dan ini memperparah kondisi yang sudah ada. Ditambah lagi saat ini kita tidak bisa bepergian jarak jauh.

Ada beberapa cara untuk mengurangi emosi orang tua ketika sedang meningkat, yaitu:

  • Mengatur napas dengan teknik 4-7-8 (ambil napas 4 detik, tahan 7 detik, buang 8 detik)
  • Minum air putih
  • Mengubah posisi (dari berdiri ke duduk atau sebaliknya) agar ada pengalihan di otak
  • Mengambil jeda waktu untuk mengenali emosi yang beragam
  • Mencium wewangian yang menenangkan untuk memberikan sinyal relaksasi ke otak, seperti essential oil murni untuk:
    • Relaksasi: lavender dan chamomile
    • Penambah semangat: jeruk, lemon, dan jahe
    • Melegakan pernapasan: eukaliptus, kayu putih, dan tea tree

Ternyata tidak hanya orang dewasa yang dapat merasakan bosan, stres, dan burnout ketika harus berkomunikasi melalui gadget. Anak kecil juga dapat merasakan hal yang sama. Yuk, kita sama-sama belajar untuk saling mendukung satu sama lain di tengah situasi pandemi ini!

Baca Juga: Lengkap! Inilah 15 Macam Imunisasi Anak beserta Jadwalnya

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya