Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19

Virus corona SARS-CoV-2 bisa menetap bertahun-tahun

Pandemik COVID-19 sudah lebih dari setahun dan ini memaksa kita untuk menyesuaikan diri dengan new normal. Mungkin kita berpikir kalau pandemik ini akan usai, dan pada titik tertentu kehidupan akan kembali ke tatanannya seperti sediakala.

Di sisi lain, ada skenario kalau virus corona SARS-CoV-2 akan menetap. Meski pandemik dinyatakan usai pun, kecil kemungkinannya untuk kehidupan kembali normal seperti sebelum pandemik. Dengan kata lain, kita dituntut beradaptasi dengan COVID-19.

1. Apakah dunia akan mencapai kekebalan kelompok?

Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19ilustrasi herd immunity (ccandh.com)

Sebagian besar epidemi dan pandemik menghilang saat dunia mencapai tahap kekebalan kelompok (herd immunity). Dengan begitu, virus tak bisa lagi menginvasi manusia untuk mereplikasi dirinya sendiri. Herd immunity dicapai dengan kekebalan bawaan dari mereka yang sembuh dari penyakit dan vaksinasi massal.

Akan tetapi, menurut analisis gabungan di Amerika Serikat (AS) dan Inggris pada Maret 2021 yang diunggah dalam jurnal JAMA Network, manusia tak akan mencapai herd immunity melawan SARS-CoV-2. Kenapa? Menurut para peneliti, ini karena banyak orang yang menolak vaksin, dan vaksin itu sendiri dikatakan belum ampuh melawan varian baru.

"Oleh karena itu, masyarakat dan layanan kesehatan perlu merencanakan kemungkinan bahwa COVID-19 akan bertahan dan menjadi penyakit musiman yang berulang," kata para peneliti.

2. Novavax: infeksi tak membuat seseorang kebal dari mutasi SARS-CoV-2

Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19ilustrasi hidup di masa pandemi COVID-19 (pexels.com/Charlotte May)

Mengapa herd immunity sangat kecil kemungkinannya untuk tercapai? Dilansir Bloomberg, alasan pertama adalah munculnya varian baru yang memiliki kemampuan amat berbeda, ibarat virus baru!

Perusahaan biofarmasi AS, Novavax, menerbitkan hasil uji klinisnya di Afrika Selatan pada Februari 2021 lalu. Temuannya, orang-orang dalam kelompok plasebo yang telah terinfeksi dengan satu jenis SARS-CoV-2 ternyata tidak memiliki kekebalan terhadap mutasi lain, sehingga rentan mengalami infeksi ulang atau reinfeksi.

Baca Juga: Siapa Saja Orang-orang yang Tidak Bisa Divaksinasi COVID-19?

3. Sampai kapan vaksin bisa diandalkan?

Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19ilustrasi vaksinasi (IDN Times/Herka Yanis).

Jika antibodi pasca infeksi tak bisa melindungi, maka vaksinasi adalah satu-satunya jalan menuju herd immunity. Memecahkan rekor, vaksin COVID-19 yang hadir dalam waktu kurang dari setahun dinyatakan "lumayan" efektif terhadap COVID-19 dan variannya. Namun, para ahli meragukan keampuhan vaksin ini melawan varian baru di masa depan.

Para produsen vaksin pasti sudah memikirkan hal tersebut dan akan meramu vaksin yang lebih ampuh. Bahkan, teknologi messenger ribonucleic acid (m-RNA) mencetak vaksin yang ampuh dan lebih cepat diproduksi dalam sejarah.

Namun, vaksin ini perlu diproduksi lagi, didistribusikan lagi, dan disuntikkan ke populasi luas. Ini membutuhkan proses dan waktu yang tidak sebentar. Per Agustus 2021, baru 14,7 persen populasi dunia yang menyelesaikan program vaksinasi.

4. Evolusi SARS-CoV-2 yang tetap mematikan

Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19ilustrasi virus corona SARS-CoV-2 (imi.europa.eu/Image courtesy of the NIH CC 0)

Salah satu kebiasaan virus adalah untuk berevolusi jadi lebih menular, tetapi keganasannya berkurang. Jika SARS-CoV-2 mengikuti pola ini, seharusnya COVID-19 menjadi mirip dengan flu musiman. Akan tetapi, evolusi SARS-CoV-2 membuatnya semakin menular, tetapi tetap bisa mematikan.

Menurut peneliti wabah penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Adam Kucharski, akan ada dua kemungkinan evolusi SARS-CoV-2:

  • Virus jadi lebih ganas tetapi tidak lebih menular: penambahan kasus dan kematian yang stagnan
  • Virus tetap ganas tetapi lebih menular: penambahan kasus dan kematian yang pesat

Kalau ini adalah kemungkinannya, kemungkinan besar kita akan tetap melihat peningkatan kasus, pembatasan dan pelonggaran, atau penguncian wilayah (lockdown) dan pembukaan wilayah terus-menerus. Meski divaksinasi beberapa kali setahun, herd immunity tidak akan tercapai secara kilat.

5. Akan tetapi, bukan berarti kita harus takut

Ahli: Kita Harus Siap Hidup Berdampingan dengan COVID-19ilustrasi seorang perempuan membeli tisu toilet cadangan (pexels.com/Anna Shvets)

Untungnya, kita hidup di zaman modern di mana teknologi dan ilmu pengetahuan telah berkembang pesat. Dibanding dengan wabah-wabah seperti Black Death pada abad ke-14 atau cacar di benua Amerika pada abad ke-16 yang menewaskan ratusan juta orang, kita lebih "siap" menghadapi pandemik COVID-19.

Akan tetapi, kita pun harus berpikir realistis. Harus diakui, COVID-19 memaksa kita untuk tetap melakukan new normal dalam jangka panjang. Dengan menjaga protokol kesehatan dan vaksinasi, kita bisa tetap menunggu sampai dunia mencapai terobosan untuk mengakhiri pandemik ini.

Baca Juga: 11 Tips Kembali Ngantor Setelah Pandemi COVID-19 Berakhir

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya