Studi: COVID-19 Lemahkan Respons Tubuh terhadap Vaksin
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Tak terasa, pandemi COVID-19 sudah berjalan lebih dari 3 tahun. Dunia pun sudah lebih mengerti tentang infeksi SARS-CoV-2 ini dan bisa meramu vaksinasi dan terapinya. Vaksinasi tetap menjadi garda terdepan dalam menangkal COVID-19.
Meski begitu, COVID-19 memengaruhi tubuh lebih dari apa yang kita pikirkan. Sebuah studi terbaru menemukan dampak COVID-19 pada tubuh saat merespons vaksinasi COVID-19.
Mengandalkan teknologi super sensitif
Salah satu tipe sel darah putih, sel T amat penting untuk menangkal SARS-CoV-2. Namun, bagaimana keandalan sel T setelah terinfeksi virus tersebut atau vaksinasi? Inilah yang dicari oleh para peneliti Amerika Serikat (AS) lewat studi yang dimuat dalam jurnal Immunity pada 15 Maret 2023.
Dipimpin oleh Stanford University, studi ini mengandalkan teknologi asli Stanford, spheromer. Teknologi ini amat sensitif untuk meneliti bagaimana sel T CD4+ dan CD8+ merespons infeksi SARS-CoV-2 dan vaksinasi. Sel-sel tersebut memerintahkan respons imun terhadap virus dan membunuh sel lain yang terinfeksi, mencegah COVID-19.
"[Spheromer] mampu mendeteksi sekitar sel T spesifik antigen 3 sampai 5 kali lipat lebih banyak dibanding multimer," tulis para peneliti.
Baca Juga: XBB.1.16, Varian Baru Omicron yang Sedang Dipantau WHO
Meneliti ratusan sampel darah
Editor’s picks
Dalam penelitian ini, para peneliti meneliti vaksin COVID-19 berplatform messenger ribonucleic acid (mRNA) produksi Pfizer-BioNTech (BNT162b2). Vaksin ini menggunakan bagian protein spike SARS-CoV-2 varian Wuhan untuk memicu respons imun dalam tubuh tanpa menyebabkan COVID-19.
Bekerja sama dengan Emory University, para peneliti memantau 351 sampel darah dari relawan yang telah divaksinasi dengan rentang waktu dari pra-vaksinasi hingga 4 bulan setelah dosis pertama. Para relawan terbagi menjadi tiga kelompok:
- Kelompok 1: Tidak pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan menerima dua dosis vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech.
- Kelompok 2: Pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan menerima dua dosis vaksin COVID-19 Pfizer-BioNTech.
- Kelompok 3: Pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan tidak menerima vaksinasi.
Lebih baik divaksinasi daripada tidak sama sekali
Para peneliti menemukan bahwa vaksinasi lebih ampuh terhadap kelompok 1 (tidak pernah terinfeksi SARS-CoV-2 dan menerima dua dosis vaksin COVID-19 Pfizer). Dalam tubuh relawan yang tak pernah terinfeksi SARS-CoV-2, vaksin memicu respons sel T CD4+ dan CD8+ yang lebih andal terhadap protein spike virus serta memproduksi sitokin sehingga virus lebih cepat dibasmi.
Sayangnya, dalam tubuh mereka yang pernah terkena COVID-19 sebelum divaksinasi, vaksin Pfizer-BioNTech memicu sel T CD8+ lebih rendah dan tidak seandal kelompok 1. Namun, hal ini lebih baik dibanding mereka yang terinfeksi dan tidak menerima vaksin dengan kadar sel T CD8+ yang jauh lebih rendah dibanding kelompok 1.
Sebagai penutup, para peneliti mencatat bahwa memang infeksi SARS-CoV-2 merusak respons sel T CD8+, sehingga membuka celah infeksi lain. Tidak main-main, efeknya sama mematikannya dengan virus hepatitis C (HCV) dan HIV. Oleh karena itu, para peneliti menyerukan vaksin yang lebih menunjang respons sel T CD8+ pada penyintas COVID-19.
Meski hasilnya lebih rendah dibanding yang belum pernah terinfeksi, ada baiknya untuk segera melindungi diri. Para peneliti menemukan bahwa mereka yang telah pulih dari COVID-19 dan divaksinasi lebih terlindungi dibanding yang tidak.
Baca Juga: Studi: Paxlovid dan Vaksinasi COVID-19 Turunkan Risiko Long COVID