Fakta seputar Deltacron, Gabungan Varian Delta dan Omicron

Kombinasi Delta-Omicron sudah tersebar di beberapa negara

Belum selesai dengan varian B.1.1.529 (Omicron), kita lagi-lagi dikejutkan dengan kemunculan varian COVID-19 lainnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) membenarkan adanya varian baru bernama Deltacron, gabungan dari varian B.1.617.2 (Delta) dan Omicron. 

Terdengar sulit dipercaya, para ilmuwan pun seakan terpecah menjadi dua kubu, ada yang membenarkan dan ada pula yang menyangkal. Namun, benarkah Deltactron ada? Jika benar ada, apakah kita harus khawatir?

1. Diidentifikasi pertama kali di Siprus

Fakta seputar Deltacron, Gabungan Varian Delta dan Omicronilustrasi virus corona (pixabay.com/Cassiopeia_Arts)

Dilansir Nature, varian Deltacron diidentifikasi untuk pertama kalinya pada Desember 2021 silam di Siprus. Saat itu, virolog dari University of Cyprus, Leondios Kostrikis, beserta timnya tengah membeda sampel virus untuk mengetahui perkembangan COVID-19 di Siprus.

Ia mengemukakan temuannya tersebut pada 7 Januari 2022 dan mengirimkan 25 sekuens Deltacron ke database Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID). Sehari setelahnya, 27 sekuens Deltacron dikirimkan.

"Saat ini, terdapat infeksi Omicron dan Delta serta kami menemukan strain yang terlihat seperti kombinasi antara keduanya... Kami akan memantau apakah strain ini lebih ganas atau menular dan apakah strain ini akan menetap," kata Leondios kepada Sigma TV dilansir Bloomberg.

Lalu, muncul sebuah studi pracetak di Prancis yang dimuat dalam jurnal medRxiv pada 8 Maret 2022. Dalam studi tersebut, para peneliti Prancis mengabarkan tiga infeksi COVID-19 di Prancis Selatan dengan rekombinan Delta 21J/AY4 dan Omicron 21K/BA.1.

2. GISAID: Deltacron sudah menyebar ke beberapa negara

GISAID lalu membagikan bukti konkret mengenai kombinasi Delta-Omicron ini dari Institut Pasteur. Berdasarkan pantauan Institut Pasteur dan GISAID, Deltacron memiliki struktur gabungan dari garis keturunan GK/AY.4 (Delta) dan GRA/BA.1 (Omicron).

Sejak awal Januari 2022, GISAID mendapatkan kabar dari EMERGEN bahwa Deltacron telah menyebar di beberapa wilayah Prancis, Denmark, dan Belanda. Meski begitu, GISAID mengatakan bahwa penelusuran lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan apakah Deltacron dari satu pendahulu saja atau adalah hasil dari kejadian rekombinasi.

Dilansir The Guardian, Deltacron juga terdeteksi di Amerika Serikat (AS) dan Britania Raya, sesuai dengan konfirmasi UK Health Security Agency (UKHSA).

3. Konfirmasi soal Deltacron, WHO: masih sedikit, kok!

Kabar mengenai Deltacron sampai ke telinga WHO. Sehari setelah rilisnya studi pracetak di Prancis, WHO menggelar konferensi pada 9 Maret 2022. Selain berbagai COVID-19 dan keadaan darurat medis lainnya, Deltacron menjadi salah satu bahan pembicaraan.

Kepala teknis COVID-19 WHO, Dr. Maria Van Kerkove, mengonfirmasi bahwa WHO memang mendapatkan kabar infeksi kombinasi Delta dan Omicron. Akan tetapi, ia mengatakan bahwa jumlah kasus infeksi Deltacron masih amat rendah, sehingga tidak bisa dianggap variant of concern.

"Deteksi (Deltacron) masih amat minim, dan tak ada perubahan dari segi epidemiologi... Kami tak melihat perubahan pada keganasan. Namun, banyak studi masih dilaksanakan," katanya dalam sebuah konferensi pers.

Menurut Dr. Maria, munculnya kombinasi Delta dan Omicron memang wajar karena virus butuh beradaptasi untuk bisa bertahan. Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa pandemik COVID-19 masih jauh dari kata usai.

4. Kontroversi penamaan Deltacron

Namun, tidak sedikit yang tidak setuju dengan penamaan "Deltacron", seperti ketidaksetujuan terhadap fenomena "Flurona", gabungan influenza dan COVID-19. Hal ini muncul dari salah satu anggota tim teknis COVID-19 WHO, Krutika Kuppalli.

"Baik, mari jadikan ini momen pembelajaran. Tak ada yang namanya #Deltacron (dan tak ada yang namanya #Flurona). #Omicron dan #Delta TIDAK membentuk varian super," cuit Krutikka pada 10 Januari 2022.

Senada dengan Krutika, Dr. Maria juga meminta untuk tidak menyebutnya Deltacron". Ini karena Deltacron menggambarkan bersatunya antara Delta dan Omicron, sementara hal ini tidak terjadi. Ia menjelaskan fenomena gabungan Delta dan Omicron sebagai "kontaminasi saat proses sekuens".

Baca Juga: 22 Gejala Long COVID setelah Sembuh dari Omicron, Hati-hati!

5. Kontaminasi saat proses sekuens sebabkan munculnya Delta-Omicron?

Berbicara mengenai kontaminasi saat proses sekuens, direktur COVID-19 Genomics Initiative di Wellcome Sanger Institute, Dr. Jeffrey Barrett, menekankan kecurigaannya pada Deltacron. Baginya, temuan di Siprus dikarenakan kesalahan laboratorium.

"Kemungkinan besar, ini bukanlah rekombinasi biologis antara garis keturunan Delta dan Omicron. Mutasi Omicron terletak secara eksklusif di bagian sekuens yang mengodekan gen spike (asam amino 51 hingga 143) dan dipengaruhi oleh teknologi pada prosedur sekuens," kata Dr. Jeffrey mengutip Medical News Today.

Virolog di Imperial College London, Dr. Tom Peacock, juga membantah temuan tersebut, dan mengatakan kalau ini adalah hasil kontaminasi laboratorium. Tidak menyalahkan para peneliti Siprus, Dr. Tom menjelaskan kalau ini tidak jarang terjadi pada laboratorium yang menjalankan prosedur sekuens.

Para ahli menjelaskan bahwa jika Deltacron memang adalah varian rekombinasi SARS-CoV-2 baru, maka sampel Deltacron seharusnya muncul dari cabang pohon filogenetik SARS-CoV-2 yang sama. Namun, Deltacron muncul secara acak, tanda jelas bahwa Deltcron adalah hasil kontaminasi laboratorium.

6. Pembelaan ilmuwan Siprus

Para ilmuwan Siprus kemudian membela hasil temuannya tersebut. Menampik sanggahan bahwa Deltacron adalah hasil kontaminasi laboratorium, Leondios mengatakan bahwa Deltacron memang lebih umum terlihat pada pasien COVID-19 yang dirawat inap dibanding yang tidak.

Leondios menekankan bahwa sampel Deltacron tercatat dan diproses di lebih dari satu negara. Selain itu, beliau mengatakan bahwa setidaknya satu sekuens dari Israel yang dikumpulkan ke GISAID memiliki karakteristik genetik yang serupa dengan Deltacron.

"Temuan-temuan ini membantah pernyataan bahwa Deltacron adalah hasil dari kesalahan teknis," ujar Leondios dikutip Bloomberg.

7. Disembunyikan dari GISAID?

Leondios mengatakan bahwa "media telah menyalahartikan hipotesis penelitiannya". Sementara nama Deltacron terus beredar karena sekuens menunjukkan kombinasi antara Delta dan Omicron, Leondios meluruskan bahwa ia tak pernah mengatakan bahwa sekuens Deltacron menggambarkan pergabungan antara dua VOC tersebut.

Nature mengatakan bahwa 72 jam setelah pengunggahan sekuens Deltacron, Leondios menyembunyikan sekuens Deltacron dari tinjauan umum pada database GISAID. Oleh karena itu, Deltacron harus diselidiki lebih dalam sebelum ditindaklanjuti.

Anggota GISAID Foundation di Washington DC, Cheryl Bennett, mengatakan bahwa hal ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Karena ada lebih dari 7 juta genom SARS-CoV-2 yang dikirimkan ke GISAID sejak Januari 2020, kesalahan prosedur sekuens bukanlah sebuah kejutan.

"Namun, buru-buru mengambil kesimpulan dari data yang disediakan oleh laboratorium karena diburu oleh waktu sama sekali tidak membantu menghadapi wabah penyakit," ujar Cheryl.

8. Tidak perlu terlalu khawatir dan tetap waspada

Fakta seputar Deltacron, Gabungan Varian Delta dan Omicronilustrasi menggunakan masker di tengah pandemik COVID-19 (pixabay.com/coyot)

Meski pemberitaan Deltacron terkesan mengkhawatirkan, para ahli menekankan bahwa hal ini tidak perlu diambil pusing. Seperti yang dikatakan Dr. Maria, jumlah kasus Deltacron masih amat minim dan Chief Science Officer di Helix, William Lee, mengatakan bahwa Deltacron tidak mudah menular seperti Omicron dan Delta.

"Fakta bahwa tak begitu banyak [kasusnya] seperti perbedaan antara Delta dan Omicron membuktikan bahwa Deltacron kemungkinan besar tak akan naik ke tingkat VOC," ujar William pada USA Today.

Umumnya, mutasi terjadi sampai satu virus cukup kuat untuk jadi varian baru. Dalam kasus Deltacron, ada banyak mutasi yang berbeda. Kemungkinan besar, ini adalah tanda keberadaan Delta di tengah gelombang infeksi Omicron, dan William mengatakan bahwa hal ini memungkinkan para peneliti untuk mempelajari perkembangan Deltacron.

Meski begitu, William menekankan bahwa Deltacron membuktikan pentingnya pemantauan untuk mengenali virus yang berpotensi VOC. Dengan begitu, penyebaran virus di masa depan bisa ditanggulangi sejak dini.

"Meneruskan proses sekuens amat penting... dan sistem yang ada untuk pengujian dan proses sekuens diperkuat karena kita harus menghadapi tantangan selanjutnya," ucap Dr. Maria.

Baca Juga: Kemenkes Pantau Perkembangan Varian Deltacron, Sudah Masuk Indonesia?

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya