Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!

Makin banyak alasan untuk menjaga tekanan darah normal

Epilepsi adalah salah satu kondisi neurologis yang paling banyak menjangkit manusia di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, sekitar 50 juta orang di dunia mengalami epilepsi, menjadikan penyakit ini kondisi neurologis paling umum selain demensia dan stroke.

Memahami penyebab epilepsi dapat membantu pengobatan dan mencegah kematian dini. Sementara penyebab epilepsi masih abu-abu pada sebagian besar kasus, berbagai penelitian telah menghubungkan keadaan vaskular, seperti darah tinggi atau hipertensi, dengan risiko epilepsi.

Baru-baru ini, sebuah penelitian terbaru di Amerika Serikat (AS) mencoba mencari tahu hubungan kondisi kardiovaskular dengan epilepsi. Inilah temuan selengkapnya!

1. Hipertensi jadi ukuran utama, penelitian libatkan hampir 3.000 partisipan

Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!ilustrasi tekanan darah tinggi atau hipertensi (pixabay.com/stevepb)

Dimuat dalam jurnal Epilepsia pada 16 November 2021, penelitian di AS ini menggunakan data dari Framingham Heart Study (FHS), studi yang sudah berlangsung sejak tahun 1948. Secara keseluruhan, para partisipan merekrut 2.986 partisipan yang menghadiri pemeriksaan pada tahun 1991 dan 1995.

Para partisipan diketahui memiliki catatan masalah vaskular. Ini diukur dengan tekanan darah sistolik dan diastolik. Penelitian ini menetapkan standar hipertensi jika tekanan darah berkisar 140 mmHg/90 mmHg atau lebih dan penggunaan obat antihipertensi.

Selain itu, para peneliti juga meneliti beberapa faktor risiko dan kondisi lainnya seperti:

  • Diabetes
  • Tingkat kolesterol
  • Kebiasaan merokok
  • Penyakit kardiovaskular
  • Stroke
  • Indeks massa tubuh (BMI)

Untuk memantau epilepsi pada para partisipan, para menggunakan berbagai pengukuran, termasuk International Classification of Diseases Revisi ke-9 (ICD-9) hingga penggunaan obat antiepilepsi. Selain itu, para peneliti juga menggunakan pemindaian otak dan elektroensefalogram (EEG) dan data lainnya untuk memastikan kasus epilepsi.

2. Hasil: hipertensi tingkatkan risiko epilepsi hingga dua kali lipat

Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!ilustrasi epilepsi (holycrosshealth.org)

Di antara para partisipan, terutama dengan usia rata-rata 74 tahun, para peneliti menemukan 55 temuan epilepsi, yang terbagi menjadi tiga:

  • 26 pasti
  • 15 kemungkinan
  • 14 suspek

Para peneliti menemukan bahwa hipertensi meningkatkan risiko epilepsi hampir 2 kali lipat lebih tinggi. Setelah mengeliminasi partisipan yang mengonsumsi obat antihipertensi, angka risiko tersebut terkoreksi menjadi 2,44 kali lipat lebih tinggi. Tiap kali tekanan darah sistolik naik 10 mmHg, risiko epilepsi naik sebanyak 17 persen.

Baca Juga: Bisa Bantu Obati Hipertensi, Tambahkan 10 Rempah Ini ke dalam Masakan

3. Aktivasi RAS yang lebih tinggi?

Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!ilustrasi hipertensi (freepik.com/prostooleh)

Ada beberapa kemungkinan mengapa hipertensi bisa menjadi penyebab epilepsi. Salah satunya adalah melalui sistem renin-angiotensin (RAS) yang berhubungan dengan tekanan darah. Jika RAS terlalu aktif, maka tekanan darah bisa naik hingga menyebabkan hipertensi.

Hal ini sempat menjadi bahan penelitian terhadap hewan di Brasil. Dimuat dalam jurnal Clinical Science tahun 2010, penelitian ini menemukan bahwa setelah tikus yang mengalami epilepsi memiliki tingkat RAS 2,6-8,2 kali lebih tinggi daripada tikus biasa. Selain itu, obat antihipertensi menurunkan RAS dan menekan frekuensi kejang

Akan tetapi, penelitian ini baru menggunakan hewan, bukan manusia. Oleh karena itu, perlu penelitian yang lebih dalam untuk mengerti bagaimana epilepsi bisa berhubungan atau disebabkan oleh hipertensi.

4. Atau terjadi karena gangguan pembuluh darah halus?

Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!ilustrasi otak manusia (pixabay.com/TheDigitalArtist)

Selain tingkat RAS, kemungkinan penyebab lainnya adalah gangguan pembuluh darah halus atau small vessel disease (SVD), kondisi di mana dinding pembuluh arteri dan kapiler halus rusak sehingga tidak dapat memberikan darah dengan oksigen ke berbagai organ.

Menggunakan data dari FHS, sebuah penelitian di AS yang dimuat dalam jurnal Hypertension pada Juli 2020 silam menemukan bahwa durasi hipertensi adalah faktor risiko besar terhadap SVD di kemudian hari.

Kemudian, SVD juga berhubungan dengan epilepsi lobus temporal, salah satu jenis epilepsi yang paling umum. Diduga, beberapa penyebabnya adalah mikroinfark kortikal dan gangguan pada serabut U (penghubung beberapa area di korteks serebral), mengakibatkan rangsangan berlebihan dan tentu saja, epilepsi.

5. Kekurangan studi tersebut

Hipertensi Tingkatkan Risiko Epilepsi? Ini Faktanya!ilustrasi hipertensi (unsplash.com/Mufid Majnun)

Para peneliti AS menyimpulkan bahwa hipertensi adalah faktor independen dan laten yang menyebabkan epilepsi di kemudian hari. Selain itu, hipertensi meningkatkan risiko epilepsi hingga 2 kali lipat pada manusia setelah usia 45 tahun.

Akan tetapi, ada beberapa kekurangan penelitian yang harus diperhatikan. Pertama, karena sampel penelitian hanya melibatkan partisipan kulit putih, hasil ini mungkin berbeda pada ras dan etnis lain. Selain itu, karena studi ini bersifat observasi, temuan studi ini tidak dapat membuktikan kausalitas antara hipertensi dan epilepsi.

Meskipun begitu, hipertensi tetaplah salah satu kondisi kesehatan yang dapat dicegah demi menjaga kualitas dan angka harapan hidup di usia senja. Yuk, cegah hipertensi dengan menerapkan gaya hidup sehat, terutama konsumsi makanan dan minuman bergizi seimbang, olahraga rutin, dan istirahat cukup.

Baca Juga: 6 Perawatan Epilepsi untuk Mengurangi dan Mengendalikan Kejang

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya