Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!

Saatnya perempuan Indonesia melek kanker ovarium

Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah salah satu penyebab kematian umum pada perempuan di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Global Burden Cancer Study (Globocan) mencatat bahwa pada tahun 2020, hampir 15.000 perempuan di Tanah Air menderita kanker ovarium.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 31-50 persen kasus kematian akibat kanker (termasuk kanker ovarium) sebenarnya dapat dicegah. Selain memelihara gaya hidup sehat, mengetahui fakta, gejala, diagnosis, pengobatan, dan pencegahan kanker ovarium bisa memperkecil risiko terkena kanker ini di kemudian hari.

1. Kampanye 10 Jari

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!Poster Kampanye 10 Jari. (Dok. HOGI, CISC, dan AstraZeneca)

Salah satu usaha yang dilakukan oleh para penggiat edukasi kanker ovarium di Indonesia adalah dengan menggaungkan "Kampanye 10 Jari".

Diluncurkan perdana pada Mei 2021, kampanye ini berupaya meningkatkan kesadaran perempuan Indonesia akan gejala (ada empat) dan faktor risiko (ada enam) yang bisa menyebabkan kanker ovarium.

Dengan kolaborasi antara AstraZeneca Indonesia, Cancer Information and Support Center (CISC), dan Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI), pada Kamis (13/1/2022) lalu, selebritas dan penyintas kanker ovarium, Shahnaz Haque, dilantik sebagai duta peduli kanker ovarium Indonesia.

Menceritakan pengalamannya mengalahkan kanker ovarium, Shahnaz menyatakan bahwa kampanye 10 jari amat penting untuk menyadarkan perempuan Indonesia terhadap gejala awal kanker ovarium dan faktor-faktor risikonya.

"Selain itu, saya juga mengimbau agar keluarga maupun masyarakat turut memberikan dukungan pada pasien secara berkelanjutan untuk melawan kanker ovarium dan bergabung dengan komunitas untuk menemukan pengobatan yang tepat,” tutur Shahnaz dalam webinar tersebut.

2. Tak kalah berbahaya, kanker ovarium masih kalah pamor dibanding kanker serviks

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi kanker ovarium (medicinenet.com)

Menyampaikan edukasi kanker ovarium, ketua HOGI, Dr. dr. Brahmana Askandar, SpOG(K), K-Onk, mengatakan bahwa kanker ovarium umumnya kalah pamor dengan kanker leher rahim atau kanker serviks. Oleh karena itu, Dr. Brahmana menekankan pentingnya edukasi kanker ovarium pada seluruh perempuan Indonesia.

"Di Indonesia, yang terbanyak adalah kanker serviks. Kedua adalah kanker ovarium," ucapnya.

Ovarium adalah sepasang organ pada sistem reproduksi perempuan yang terletak di pelvis atau rongga bagian bawah perut. Salah satu fungsinya adalah tempat pematangan sel telur. Hanya berukuran beberapa sentimeter (cm), saat terkena kanker, Dr. Brahmana memprakirakan ukuran ovarium membengkak hingga 40-50 cm.

Seperti kanker pada umumnya, kanker ovarium ditandai dari perkembangan sel kanker yang tak terkontrol dan dapat menginvasi jaringan lain di sekitar ovarium. Selain itu, kanker ovarium juga bisa bermetastasis (menyebar ke organ tubuh lain) melalui pembuluh darah atau limfatik.

3. Faktor risiko kanker ovarium

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi organ reproduksi perempuan (hopecancertexas.com)

Sebagai bagian dari Kampanye 10 Jari, mengenali faktor-faktor risiko kanker ovarium adalah hal terpenting dalam pencegahannya. Dokter Brahmana menjabarkan enam faktor risiko utama insiden kanker ovarium, yaitu:

  • Usia lanjut: Makin tua usia, makin besar risiko terkena kanker ovarium.
  • Angka kelahiran rendah: Tidak pernah hamil meningkatkan risiko kanker ovarium. Ini karena ovarium terus tertekan ovulasi. Makin panjang durasi ovulasi, maka risiko makin tinggi. Ovulasi tidak terjadi saat kehamilan dan menyusui.
  • Riwayat keluarga: Tes genetik dapat membuktikan tingkat risiko kanker ovarium di keluarga.
  • Gaya hidup: Kurang olahraga, makan tidak terkontrol, hingga obesitas dapat meningkatkan risiko kanker ovarium.
  • Riwayat kista endometriosis: Endometriosis adalah kondisi terbentuknya jaringan di luar rahim, termasuk di ovarium yang dapat menyebabkan inflamasi atau peradangan.
  • Mutasi genetik: Terlahir dengan mutasi genetik sehingga risiko kanker ovarium meningkat dengan signifikan. Faktor ini tidak bisa dikontrol.

Baca Juga: Gejala Tampak Ringan, tapi Bisa Mematikan! Ini 7 Fakta Kanker Ovarium

4. Gejala-gejala kanker ovarium yang kerap terlewat

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi kepedulian kanker ovarium (clearityfoundation.org)

Dokter Brahmana menekankan bahwa kanker ovarium terus menjadi perhatian karena disebut sebagai "silent killer". Seperti kanker pada umumnya, kanker ovarium dibagi menjadi empat stadium. Permasalahannya adalah gejala kanker ovarium biasanya terdeteksi saat kanker sudah mencapai stadium 3 atau 4.

"Ini karena perubahannya dari normal sampai menjadi kanker tidak melalui tahap-tahap sejelas kanker serviks. Jarang terdeteksi dini karena pasien tidak menunjukkan gejala," kata Dr. Brahmana.

Faktanya, hanya 20 persen kasus kanker ovarium yang terdeteksi dini. Ikut serta dalam Kampanye 10 Jari, Dr. Brahmana juga menjabarkan bahwa ada beberapa gejala-gejala umum yang bisa menjadi tanda peringatan kanker ovarium, yaitu:

  • Perut kembung
  • Nyeri panggul atau perut
  • Sering buang air kecil
  • Nafsu makan berkurang

Memang, gejala-gejala tersebut tak spesifik dan dapat dirasakan oleh perempuan tanpa kanker ovarium sekali pun. Namun, jika gejala-gejala ini muncul tiba-tiba, intensitasnya makin parah, dan membandel, gejala-gejala ini bisa menjadi tanda kanker ovarium.

“Empat gejala ini harus dikonsultasikan ke dokter kandungan atau dokter umum dulu agar dapat dipilah,” imbuh Dr. Brahmana.

5. Pentingnya diagnosis kanker ovarium

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi pemeriksaan dokter, konsultasi dokter (freepik.com/gpointstudio)

Selain gejala-gejala kanker ovarium yang membuatnya jadi silent killer, Dr. Brahmana menyayangkan bahwa tak ada pedoman spesifik yang ditetapkan untuk skrining kanker ovarium. Padahal, kanker ovarium—jika terdeteksi pada tahap awal—pasien memiliki kemungkinan 94 persen lebih besar untuk hidup hingga 5 tahun setelah diagnosis.

Ada beberapa metode diagnosis yang dapat dilakukan. Pertama adalah mengambil jaringan atau biopsi ovarium untuk diperiksa spesialis patologi. Kalau sudah stadium lanjut, maka kemoterapi adalah opsi yang diambil. Akan tetapi, kalau masih stadium awal, maka bisa dilakukan operasi untuk mengangkat tumor ganas.

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi pemeriksaan dengan MRI (amitahealth.org)

Ginekolog juga umumnya melakukan pemeriksaan rutin pada ukuran ovarium, memeriksa apakah ada benjolan di ovarium, dan sebagainya. Selain itu, pemeriksaan kanker ovarium tambahan juga dapat dilakukan dengan alat mutakhir, yaitu dengan pencitraan atau imaging menggunakan:

  • USG transvaginal
  • CT scan
  • MRI

Dokter Brahmana menambahkan bahwa pasien kanker ovarium dapat menjalani tes darah untuk mengetahui jumlah dan analisis biomarker tumor pada ovarium. Selain itu, tes darah juga bisa menjadi tes genetik untuk melihat adanya gen yang menyebabkan kanker ovarium.

6. Jangan menyerah, kanker ovarium masih bisa diobati

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi operasi (pexels.com/Vidal Balielo Jr.)

Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi medis, Dr. Brahmana menekankan bahwa angka harapan hidup pasien kanker ovarium jelas meningkat. Oleh karena itu, kanker ovarium masih memiliki harapan hidup.

Opsi pengobatan umum yang bisa diandalkan oleh pasien kanker ovarium adalah:

  • Operasi: Mengangkat kanker dari ovarium.
  • Kemoterapi: Dilakukan sebelum atau setelah operasi. Jika kanker ovarium masih di stadium awal, kemoterapi tidak dilakukan.
  • Terapi target atau targeted therapy: Pengobatan yang spesifik menyasar sel kanker ovarium.
  • Terapi maintenance: Menurunkan atau menghambat risiko kambuhnya (relapse) kanker ovarium agar menambah angka harapan hidup pasien.

7. Pemeriksaan rutin dapat mencegah kekambuhan

Lawan dan Hadapi Kanker Ovarium, Ingat Kampanye 10 Jari!ilustrasi pemeriksaan oleh ginekolog (cafemom.com)

Sementara sudah banyak opsi pengobatan untuk meningkatkan kualitas dan angka harapan hidup pasien kanker ovarium, Dr. Brahmana mengatakan bahwa pemantauan adalah hal terpenting karena "selesai operasi dan kemoterapi bukan berarti tamat begitu saja".

"Kekambuhan adalah tantangan utama kanker ovarium. Pasien ovarium setelah pengobatan tidak bisa dinyatakan [100 persen] sembuh dan tak perlu kontrol. Pada stadium lanjut, risiko kekambuhan mencapai 80 persen meski sudah diobati. Inilah mengapa kanker ovarium disebut silent killer," Dr. Brahmana menekankan.

Meski sudah selesai terapi, tetapi kanker ovarium masih mungkin kambuh. Ini dapat ditandai dari kembalinya gejala-gejala kanker ovarium atau hasil tes imaging dan tes-tes lainnya. Oleh karena itu, Dr. Brahmana menyarankan kontrol tiga bulan sekali untuk mengantisipasi kambuhnya kanker.

Jika kambuh, maka pasien bisa kembali ke metode-metode pengobatan sebelumnya. Tahap-tahap pengobatan bisa berbeda-beda pada masing-masing pasien dan ditentukan oleh tim dokter yang menangani terapi.

"Musuh utama kanker ovarium adalah kekambuhan karena sebagian besar kasus kanker ovarium tidak terdeteksi di stadium dini," ulang Dr. Brahmana sebagai kesimpulan.

Baca Juga: Sembuh dari Kanker Ovarium, Ini 10 Momen Perjuangan Feby Febiola 

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya