Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19

Jika mengantongi izin, ini bisa jadi obat COVID-19 pertama

Perhatian dunia masih fokus pada pandemik COVID-19 dan berbagai variannya. Bukan hanya mengembangkan vaksin, berbagai ilmuwan pun berusaha untuk mencari dan meramu obat untuk COVID-19.

Hingga kini tidak ada pengobatan atau penyembuhan khusus untuk COVID-19, karena ini adalah infeksi virus baru. Yang diberikan adalah pengobatan suportif untuk membantu pasien pulih. Mungkin kamu sudah mendengar beberapa obat yang ramai diperbincangkan untuk pengobatan pasien, seperti favipiravir atau remdesivir.

Nah, ada harapan baru mengenai pengobatan COVID-19. Pada Jumat (1/10/2021) lalu, perusahaan farmasi Merck & Co. merilis studi terbaru mengenai khasiat kandidat obat antiviral berbasis analog nukleosida, molnupiravir (MK-4482/EIDD-2801), untuk COVID-19.

1. Sekilas mengenai molnupiravir, obat antiviral untuk virus RNA

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback. (merck.com)

Sejarah molnupiravir bermula pada 2014, saat Drug Innovation Ventures at Emory (Drive) di bawah naungan Emory University, Amerika Serikat (AS), mengembangkan obat untuk Venezuelan equine encephalitis virus (VEES).

Ternyata, setelah diuji lebih lanjut, molnupiravir berhasil menangani penyakit berbasis  virus RNA seperti virus corona, influenza, chikungunya, hingga Ebola. Pada tahun 2019, National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) mengizinkan molnupiravir menjalani uji klinis tahap 1 untuk influenza.

Namun, dengan kehadiran COVID-19 di akhir 2019, penelitian molnupiravir difokuskan pada menangani virus corona SARS-CoV-2. Emory University memberikan izin  molnupiravir kepada Ridgeback Biotherapeutics untuk diuji coba ke manusia. Ridgeback lalu mengajak Merck untuk berkolaborasi.

2. Studi melibatkan 775 partisipan di lebih dari 170 kawasan

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19logo Merck, perusahaan farmasi asal AS (merck.com)

Bertajuk "MOVe-Out", uji klinis tahap 3 berskala global ini dimulai pada Agustus 2021 dan melibatkan 775 partisipan yang mencakup lebih dari 170 kawasan di negara-negara termasuk:

  • Benua Amerika:

    • Amerika Serikat
    • Argentina
    • Brasil
    • Kanada
    • Chile
    • Kolombia
    • Guatemala
    • Meksiko

  • Benua Afrika:

    • Mesir
    • Afrika Selatan

  • Benua Eropa:

    • Prancis
    • Jerman
    • Italia
    • Polandia
    • Rusia
    • Spanyol
    • Swedia
    • Ukraina
    • Inggris

  • Benua Asia:

    • Israel
    • Taiwan
    • Jepang
    • Filipina

Dalam uji klinis tersebut, sebanyak 775 partisipan didiagnosis COVID-19 gejala ringan hingga sedang dan memiliki faktor risiko antara obesitas, usia lanjut (di atas 60 tahun), diabetes melitus, dan penyakit jantung.

3. Hasil: molnupiravir kurangi risiko rawat inap dan kematian akibat COVID-19 hingga 50 persen, serta ampuh lawan varian baru!

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback. (nytimes.com)

Molnupiravir berbasis analog nukleosida, sehingga berkhasiat mencegah replikasi SARS-CoV-2. Pada hasil analisis sementara, molnupiravir berkhasiat mengurangi risiko rawat inap atau kematian akibat COVID-19 hingga sekitar 50 persen.

Sebanyak 7,3 persen pasien yang menerima molnupiravir dirawat inap akibat COVID-19, atau sekitar 50 persen dibandingkan dengan 14,1 persen dari kelompok plasebo. Di hari ke-29, tak tercatat kematian pada kelompok pasien molnupiravir, dibandingkan dengan 8 kasus kematian akibat COVID-19 di kelompok plasebo.

Bagaimana dengan varian-varian COVID-19 lainnya? Merck melansir bahwa molnupiravir menunjukkan khasiat yang konsisten bahkan terhadap varian P.1 (Gamma), B.1.617.2 (Delta), dan Mu (B.1.621), varian yang mendominasi 775 partisipan (80 persen).

Baca Juga: Pemerintah Diminta Tak Ikut Promosi Ivermectin sebagai Obat COVID-19

4. Menunggu kepastian dari FDA

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Proses produksi Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback. (nj.com)

"Dengan hasil yang meyakinkan ini, kami optimistis bahwa molnupiravir dapat menjadi obat penting sebagai bagian dari upaya global untuk memerangi pandemi," ujar Robert M. Davis selaku CEO dan Presiden Merck.

Merck berencana untuk mengajukan izin penggunaan darurat (EUA) kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA). Oleh karena itu, Merck memproduksi molnupiravir dengan hati-hati. Pada akhir 2021, dipastikan Merck akan memproduksi sekitar 10 juta dosis molnupiravir dan akan bertambah pada 2022.

Selain itu, Merck juga telah mengirimkan proposal kepada regulator kesehatan dan pemerintah di seluruh dunia. Menunggu izin dari negara-negara lainnya, Merck juga berkomitmen untuk mengirimkan molnupiravir pada lebih dari 100 negara berpenghasilan rendah hingga menengah sebagai usaha menanggulangi COVID-19.

5. Disambut baik sebagai harapan dunia melawan COVID-19

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback (courthousenews.com)

Dihubungi pada Minggu (3/10/2021), Guru Besar Fakultas Farmasi di Universitas Gadjah Mada, Prof. Zullies Ikawati, PhD, Apt., menyambut hasil uji klinis tahap ke-3 molnupiravir dari Merck. Melihat optimisme Merck untuk mengajukan EUA ke FDA, maka Prof. Zullies berharap penelitian terhadap molnupiravir bisa diperdalam.

"Saya kira hasilnya bagus, dan kita ikut senang karena [molnupiravir] bisa memberikan tambahan alternatif terapi COVID-19. Jadi, kita tunggu saja," ujar Prof. Zullies.

Prof. Zullies menjelaskan kalau kinerja molnupiravir beda tipis dengan favipiravir. Seperti favipiravir, konsumsi molnupiravir dapat dilakukan secara oral, sehingga bisa mencegah perburukan COVID-19 terutama untuk pasien COVID-19 di rumah.

"Dengan target yang sama, maka efikasinya pun kira-kira hampir sama juga," tambah Prof. Zullies.

6. Efek sampingnya masih perlu dipahami

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback. (cnn.com)

Merck menjelaskan bahwa efek samping atau adverse event antara molnupiravir dengan plasebo sebanding (35 persen banding 40 persen masing-masing). Kejadian ikutan pada molnupiravir juga sebanding dengan plasebo (12 persen banding 11 persen).

Layaknya obat antivirus lainnya, molnupiravir juga memiliki efek samping terhadap penggunanya. Akan tetapi, karena data yang belum dipublikasi lewat jurnal ilmiah, maka Prof. Zullies tidak bisa berkomentar banyak mengenai efek samping yang harus diwaspadai.

“Hanya disebutkan kalau adverse event memang ada, dan insidennya comparable dengan plasebo. Namun, efek sampingnya apa saja, belum diketahui secara detail karena ini obat baru dan kita belum tahu data secara rinci,” kata Prof. Zullies.

7. Adanya molnupiravir bukan berarti membuat COVID-19 seperti penyakit flu biasa

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19Molnupiravir, kandidat obat COVID-19 dari Merck-Ridgeback (merck.com)

Vaksin? Sudah ada. Obat? Hampir ada. Apakah ini pertanda kalau COVID-19 bisa menjadi seperti flu biasa? Prof. Zullies membantah anggapan tersebut.

"Yang membuat COVID-19 nantinya seperti flu bukanlah obat, melainkan perkembangan virus itu sendiri," tekan Prof. Zullies.

Kenyataannya, flu masih bereda sampai sekarang dan vaksinnya pun harus terus dikembangkan karena virus yang berbasis RNA (seperti flu hingga COVID-19) sangat mudah bermutasi untuk bertahan. Apakah akan semakin jinak atau semakin ganas, ini tergantung pada SARS-CoV-2.

"Kita pun belum tahu apakah dunia akan hidup berdamai dengan COVID-19 atau COVID-19 akan hilang. Yang terpenting, obat ini bisa menjadi alternatif antivirus terhadap COVID-19 yang terbukti," imbuh Prof. Zullies.

8. Lebih masuk akal dari ivermectin

Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19ilustrasi ivermectin (deccanherald.com)

Sempat populer sebagai "obat ajaib" untuk COVID-19 di India, ivermectin membawa pro dan kontra. Badan Kesehatan Dunia (WHO) sendiri hanya membatasi ivermectin untuk uji klinis saja. Bagaimana jika dibandingkan dengan molnupiravir?

Prof. Zullies lebih berpihak pada molnupiravir. Ini karena mekanisme obat tersebut memang berdasarkan pada khasiat antivirus. Mengutip sejarahnya sebagai obat yang dikembangkan untuk VEES, maka seharusnya molnupiravir lebih ditunggu-tunggu.

“Ini masih lebih masuk akal dari ivermectin. Karena ivermectin berangkat sebagai obat antiparasit dengan mekanisme yang berbeda,” tutup Prof. Zullies.

Baca Juga: Ivermectin Viral Jadi Obat COVID-19, Obat Apa sih Itu?

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya