Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIV

Biar mengurangi risiko infeksi HIV seminimal mungkin

Setiap 1 Desember, kita memperingati Hari AIDS Sedunia. Sejak kasus pertama yang dilaporkan pada tahun 1981, Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) menjabarkan bahwa sudah ada 84,2 juta kasus HIV/AIDS. Dari angka tersebut, lebih dari 40 juta meninggal dunia akibat komplikasi yang dipicu HIV/AIDS.

Pada tahun 2021, ada lebih dari 38 juta pasien HIV/AIDS dan pada tahun tersebut sekitar 1,5 juta orang terinfeksi HIV/AIDS. Dari angka pasien, sebanyak 28,7 juta yang bisa mengakses terapi antiretroviral (ARV), pengobatan untuk mengendalikan replikasi HIV agar tidak menyebabkan komplikasi.

Tahukah kamu, selain praktik seks yang aman dan sehat, ada lagi praktik pencegahan primer terhadap infeksi HIV? Dalam Health Talk bersama IDN Times pada Kamis (1/12) kemarin, mari mengenal dan memahami pre-exposure prophylaxis (PrEP).

Mengenal PrEP sebagai pencegahan primer HIV/AIDS

Prevention Technical Officer UNAIDS, dr. Bagus Rahmat Prabowo, MScPH menjabarkan bahwa selain edukasi seks, promosi kondom untuk mencegah perilaku seks berisiko dan aktivitas kesehatan seksual, PrEP adalah model pencegahan primer terhadap HIV/AIDS yang sudah dikenal sejak lama di negara lain.

Sesuai namanya, Bagus mengatakan bahwa PrEP bukan untuk semua orang, melainkan orang-orang yang berisiko. Menurut panduan Badan Kesehatan Dunia (WHO), permintaan PrEP bisa langsung diberikan (selama hasil HIV negatif) karena berarti individu tersebut sadar bahwa dirinya berisiko.

"PrEP bisa mengurangi peluang risiko terinfeksi," imbuh Bagus dalam talkshow daring bertajuk "Cegah Penyebaran HIV/AIDS dengan PrEP" tersebut.

Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIVPil Truvada, kombinasi Tenofavir dan Emtricitabine. (commons.wikimedia.org/Jeffrey Beall)

Meski menggunakan terapi ARV, tetapi PrEP berbeda dengan post-exposure prophylaxis (PEP). Sementara PrEP ditujukan sebelum terpajan HIV, PEP ditujukan saat sudah terpajan.

Umumnya, terapi PEP ditujukan untuk beberapa kasus, seperti korban rudapaksa yang pelakunya dicurigai mengidap HIV/AIDS dan untuk para perawat pasien HIV/AIDS yang terpajan HIV/AIDS saat merawat atau membedah pasien dan kontak fisik dengan darahnya (lewat luka).

Bagus menjelaskan bahwa PrEP hanya istilah pemberian obat untuk mencegah. Jenis obat yang digunakan PEP dan PrEP hampir sama, seperti:

  • Tenofovir.
  • Lamivudine-Tenofovir.
  • Emtricitabine-Tenofovir (dalam bentuk Truvada atau Descovy).

“DI Indonesia, kita menggunakan Emtricitabine-Tenofovir yang efektivitasnya paling tinggi, hampir 99 persen bisa mencegah infeksi HIV,” ujar Bagus.

Cara kerja PrEP

Dalam penanganan penyakit, termasuk HIV/AIDS, PrEP adalah intervensi spesifik. Jika malaria berarti konsumsi profilaksis malaria dan COVID-19 adalah promosi prokes dan vaksinasi COVID-19, Bagus mengatakan bahwa intervensi spesifik untuk HIV/AIDS adalah PrEP.

Mengapa untuk yang HIV negatif? Serupa saat menangani pasien HIV/AIDS, Bagus menjelaskan bahwa mengatakan bahwa HIV akan melemah saat bertemu ARV sehingga tidak bisa mereplikasi dan memicu AIDS. Dengan PrEP, ia mengatakan bahwa kadar ARV dalam darah cukup untuk memberi proteksi.

"Karena vaksin [HIV] belum ketemu dan sulit mengembangkannya, salah satu pencegahan primer adalah dengan memberikan profilaksis ... Bak jadi payung melindungi kita dari infeksi HIV," ucap Bagus.

Baca Juga: 6 Jenis Tes HIV yang Paling Umum, Apa Saja?

Keamanan PrEP untuk tubuh

Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIVilustrasi meminum PrEP untuk cegah HIV (aidsmap.com)

Selain untuk mereka yang HIV negatif, Bagus mengatakan bahwa peresepan ARV sebagai PrEP hanya digunakan saat berisiko, tidak seumur hidup seperti untuk pasien HIV/AIDS.

“Tidak bisa kita berasumsi seseorang berisiko tiap hari ... Dia menggunakan saat berisiko itu saja, tidap perlu setiap hari," ujar Bagus.

Jika risikonya setiap hari? Bisa digunakan juga setiap hari. Lalu, Bagus mengatakan bahwa jika seseorang sudah tidak berisiko, maka PrEP boleh diberi jeda, dan dilanjutkan jika lagi-lagi terpapar risiko.

Berbicara tentang efek samping, Bagus merunut berbagai kesaksian dari luar negeri. Sementara efek samping ada, itu hanya berupa mual selama 2–5 hari dan terjadi di sekitar 5 persen pasien. Dari 2.700 orang yang menggunakan PrEP, Bagus mengatakan 5 persen pasien juga mengeluh mual, dan mereda rata-rata 3 hari.

"Keluhannya ringan. Setelah beberapa saat pemakaian, mual tersebut sudah tidak ada lagi. Jadi, tubuh kita beradaptasi,” tambah Bagus.

Bagus menjelaskan bahwa Tenofovir umumnya juga dipilih karena menimbulkan interaksi obat dan efek samping tubuh skala ringan, sehingga aman untuk jangka panjang. Selain kontrasepsi dan obat-obatan, Bagus meluruskan bahwa Tenofovir juga tidak berinteraksi dengan alkohol, sehingga relatif aman.

Bisa diakses di sayaberani.org

Mengutip laporan UNAIDS pada September 2022, Indonesia memulai program PrEP untuk mencegah HIV/AIDS pada kelompok berisiko pada tahun 2021. Meski begitu, Bagus mengatakan bahwa program PrEP di Indonesia masih dalam periode percontohan, jadi hanya tersedia di fasilitas kesehatan tertentu.

Dimulai dengan 12 kota, kini program PrEP di Indonesia sudah tersedia di 21 kota dan sekitar 60 fasilitas kesehatan dengan sasaran 7.000 penerima. PrEP hadir di beberapa kota besar Indonesia, seperti:

  • Jakarta
  • Bogor
  • Depok
  • Tangerang
  • Bekasi
  • Bandung
  • Semarang
  • Yogyakarta
  • Surabaya
  • Sidoarjo
  • Samarinda
  • Balikpapan
  • Batam
  • Makassar
  • Denpasar
  • Badung

Bagus mengatakan bahwa pemilihan 21 kota Indonesia ini atas dasar pertimbangan tingkat kasus dan penularan HIV/AIDS tertinggi. Tersebar dari Sumatra ke Sulawesi, Bagus menyayangkan daerah Indonesia Timur masih belum tercapai. Meski begitu, ia mengatakan bahwa ke depannya program ini akan mencapai daerah-daerah tersebut.

Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIVSitus sayaberani.org sediakan layanan PrEP untuk masyarakat Indonesia. (sayaberani.org)

Layanan PrEP bisa diakses dengan membuka situs web sayaberani.org. Lalu, kamu akan diminta mengisi kuesioner penapisan dan diarahkan untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan PrEP.

Tentunya, setelah dipastikan HIV negatif lewat cek laboratorium, Bagus mengatakan bahwa masyarakat bisa mengikuti program PrEP. Meski begitu, selain HIV positif, laman tersebut mencantumkan bahwa yang tidak ditujukan menerima PrEP adalah orang dengan:

  • Penyakit ginjal.
  • HIV akut.
  • Alergi terhadap obat yang digunakan sebagai PrEP.
  • Hepatitis B (kontraindikasi relatif).

Sayaberani.org menjabarkan bahwa PrEP ditujukan untuk:

  • Tidak konsisten menggunakan kondom dengan semua pasangan seksual.
  • Berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan seksual dalam periode enam bulan.
  • Memiliki pasangan seksual yang memiliki pasangan seksual lain dan mungkin sudah terinfeksi atau berisiko tinggi terhadap infeksi HIV.
  • Melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan seseorang yang menyuntikkan narkoba dan berbagi peralatan injeksi dengan orang lain.
  • Menyuntikkan narkoba dan berbagi peralatan injeksi.
  • Berhubungan seks ketika minum alkohol dan/atau menggunakan narkoba dan/atau chemsex.
  • Terdiagnosa infeksi menular seksual, seperti gonore, sifilis, chancroid, atau herpes.
  • Memiliki pasangan seks yang baru terdiagnosa infeksi menular seksual termasuk HIV.
  • Melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan seseorang HIV positif yang tidak menggunakan terapi ARV, atau yang menggunakan terapi ARV tetapi belum mencapai penekanan viral load ke tingkat yang tidak terdeteksi (belum undetectable).
  • Pasangan tidak tahu status HIV-nya.

PrEP 99 persen efektif cegah penularan HIV/AIDS saat berhubungan seks

Mengenal PrEP, Hampir 99% Bisa Cegah Infeksi HIVilustrasi pita merah, lambang kesadaran AIDS (freepik.com/freepik)

Lalu, apakah dengan PrEP berarti kondom tidak perlu lagi digunakan? Perlu diingat, PrEP hanya bisa mencegah HIV, tetapi tidak mencegah infeksi menular seksual (seperti gonore atau sifilis) atau kehamilan. Sementara PrEP memberi rasa aman dari HIV, kondom bisa mencegah IMS atau kehamilan yang tidak direncanakan.

"Kalau bisa menggunakan kondom, lebih baik gunakan. Sayangnya, ada beberapa skenario di mana kondom tidak terpakai, seperti di bawah pengaruh alkohol atau zat lain," kata Bagus.

Berbagai studi melampirkan bahwa PrEP amat efektif mencegah HIV/AIDS. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mencantumkan informasi bahwa jika digunakan sesuai aturan pakai, PrEP bisa mencegah HIV/AIDS hingga 99 persen.

"Bagi teman yang merasa berisiko terinfeksi HIV, boleh mendapatkan PrEP. Diperkuat pengetahuannya untuk mencegah agar tidak terinfeksi HIV. Itu termasuk pencegahan primer juga," tandas Bagus.

Baca Juga: Apa Itu HIV Viral Load? Ini Penjelasannya!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya