Studi: Remaja Tunawisma Paling Berisiko Kecanduan Narkoba

Risiko bunuh diri juga meningkat!

Tidak mengenal usia, tunawisma adalah masalah umum yang masih belum terselesaikan. Salah satu kelompok usia yang makin terdampak adalah para remaja. Dari faktor masalah keluarga hingga orientasi seksual, tidak sedikit remaja yang memutuskan untuk kabur dari rumah.

Masalah lain yang juga timbul karenanya adalah penggunaan narkoba hingga risiko bunuh diri yang meningkat. Sebuah studi terbaru menemukan bahwa kedua masalah tersebut paling sering timbul di kalangan remaja tunawisma. Mari simak pembahasan selengkapnya.

1. Penelitian libatkan ratusan ribu remaja

Studi: Remaja Tunawisma Paling Berisiko Kecanduan Narkobailustrasi remaja tunawisma (pixabay.com/lechenie-narkomanii)

Stres dan trauma di kalangan remaja tunawisma bisa mendorong masalah kesehatan mental (termasuk pikiran bunuh diri) dan kecanduan narkoba serta alkohol. Meski begitu, masih minim penelitian yang memaparkan estimasinya.

Dimuat dalam jurnal JAMA Network pada 10 Mei 2022 kemarin, para peneliti Amerika Serikat (AS) pada 2019 memeriksa data di Youth Risk Behavior Survey (YRBS) yang diisi oleh siswa sekolah menengah di 22 negara bagian. Secara keseluruhan, studi ini melibatkan 110.387 remaja yang terbagi menjadi:

  • Sebanyak 4.523 remaja tunawisma.
  • Sebanyak 105.864 remaja non-tunawisma.

Dalam studi bertajuk "Mental Health and Substance Use Among Homeless Adolescents in the US", standar definisi tunawisma adalah "individu yang tidak memiliki tempat tinggal tetap dan memadai untuk bermalam".

2. Hasil: Remaja tunawisma lebih rentan masalah psikis dan kecanduan alkohol serta narkoba

Setelah dicocokkan dengan berbagai faktor, para peneliti menemukan bahwa remaja tunawisma lebih rentan mengalami masalah psikis dibanding remaja non-tunawisma. Masalah-masalah psikis tersebut antara lain:

  • Keputusasaan yang persisten (53 persen).
  • Mempertimbangkan bunuh diri (44,4 persen).
  • Merencanakan bunuh diri (41,8 persen).
  • Mencoba bunuh diri (28 persen).

Selain masalah psikis, para peneliti juga melihat risiko kecanduan alkohol dan narkoba lebih besar pada remaja tunawisma. Selain minuman beralkohol dan rokok, beberapa faktor kecanduan yang paling umum ditemukan adalah:

  • Sabu (36 persen).
  • Ekstasi (32,9 persen).
  • Kokaina (32,2 persen).
  • Ganja (31,6 persen).
  • Penyalahgunaan obat opioid (31,3 persen).
  • Narkoba suntik (28,1 persen).
  • Heroin (28 persen).

"Studi kami menemukan bahwa remaja tunawisma menderita gangguan mental dan ketergantungan narkoba lebih parah," ujar salah satu peneliti dari Beth Israel Deaconess Medical Center, Boston, Rishi K. Wadhera, MD, MPP, MPhil.

Baca Juga: Mari Kita Bicarakan Tentang Bunuh Diri

3. Kekurangan penelitian tersebut

Para peneliti menemukan bahwa tingkat rata-rata prevalensi tunawisma di kalangan remaja adalah 5,6 persen. Menurut penelitian tersebut, remaja tunawisma di AS didominasi oleh:

  • Laki-laki (62,3 persen).
  • Etnis Hispanik (38,1 persen).
  • Etnis Afrika-Amerika (20,2 persen).
  • Memiliki orientasi homoseksual (7,6 persen).

Para peneliti mencatat beberapa kekurangan studi ini. Pertama, studi ini memiliki tingkat respons rendah (65 persen). Selain itu, kurangnya informasi mengenai identitas gender serta orientasi seksual dan apakah remaja-remaja tersebut juga termasuk dalam keluarga tunawisma atau sendirian juga dapat memengaruhi hasil penelitian.

4. Bukti konsekuensi rasisme dan homofobia?

Studi: Remaja Tunawisma Paling Berisiko Kecanduan Narkobailustrasi remaja tunawisma (pixabay.com/rebcenter-moscow)

Peneliti utama dari Harvard Medical School, Michael Liu, MPhil., menjelaskan maksud lain dari studi ini. Beban tunawisma yang lebih berat di kalangan Afrika-Amerika, Hispanik, dan kelompok homoseksual menekankan ketimpangan struktural yang disebabkan oleh rasisme, homofobia, dan transfobia.

Oleh karena itu, Michael menekankan bahwa dengan studi ini, pemerintah setempat dan pusat perlu berusaha lebih baik lagi untuk mengidentifikasi para remaja dan mempermudah jalan mereka untuk mendapatkan bantuan, seperti tempat tinggal dan dukungan kesehatan mental.

"Studi ini adalah seruan untuk sekolah, layanan kesehatan, dan pemangku kebijakan untuk menangani beban gangguan mental dan kecanduan narkoba yang dihadapi oleh para remaja tunawisma," ujar Michael, dilansir EurekAlert.

Baca Juga: Studi: Walau Cuma Sedikit, Minum Alkohol Tetap Bisa Merusak Otak!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya