Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementara

Ada kabar baik, ada pula kabar yang kurang baik

Sudah hampir 2 tahun dunia bertarung melawan pandemik COVID-19. Sempat surut, strain virus corona SARS-CoV-2 bermutasi dan menghasilkan berbagai varian. Salah satunya adalah B.1.617.2 (Delta) yang lebih menular dan ganas dibanding varian orisinal dan sebelumnya.

Untungnya, sekarang kita sudah lebih siap dengan adanya vaksin. Berita baiknya, berbagai produsen vaksin menjamin kalau vaksinnya dapat menangkal infeksi dan penularan varian Delta. Namun, karena efektivitas vaksin yang terus meluruh, berapa lama proteksi tersebut bertahan?

1. Baik vaksin dan tidak divaksinasi, sama-sama dapat menulari

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementarailustrasi virus corona (pixabay.com/Cassiopeia_Arts)

Dilansir Nature, berbagai studi memperingatkan kalau individu yang terkena varian Delta—baik yang sudah divaksinasi atau belum—memiliki tingkat materi genetik virus yang sama. Dengan kata lain, varian Delta yang menginfeksi kedua kelompok tersebut sama-sama berpotensi menular. 

Namun, hal ini bukan berarti vaksinasi tidak efektif. Menurut berbagai studi, mereka yang sudah divaksinasi lebih kecil risikonya untuk menularkan varian Delta. Ini karena saat dites, tingkat virus menurun lebih cepat dibanding mereka yang belum atau tidak divaksinasi.

2. Penelitian melibatkan dua merek vaksin dan hampir 55.000 individu positif COVID-19

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma SementaraVaksin Comirnaty buatan Pfizer-BioNTech dan Vaxzevria buatan AstraZeneca-Oxford. (nytimes.com)

Sementara vaksinasi memang menekan risiko infeksi, penemuan beban virus (viral load) yang sama antara yang sudah dan belum divaksinasi menjadi pertanyaan apakah proteksi vaksin tetap sama?

Sebuah studi di Inggris menguji vaksin AstraZeneca-Oxford (Vaxzevria/ChAdOx1) dan Pfizer-BioNTech (Comirnaty/BNT162b2) terhadap varian Delta dan B.1.1.7 (Alpha). Penelitian ini mencatat 146.243 kontak erat. Dari angka tersebut, sebanyak 54.667 partisipan dites positif COVID-19 lewat polymerase chain reaction (PCR).

3. Hasil: perlindungan vaksin terhadap varian Delta menurun dalam 3 bulan

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementarailustrasi gejala varian Delta (considerable.com)

Setelah diujikan, baik vaksin AstraZeneca-Oxford maupun Pfizer-BioNTech dapat menurunkan risiko penularan varian Delta dan Alpha. Akan tetapi, efek proteksi tersebut jauh menurun saat berhadapan dengan varian Delta.

Baik dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech maupun AstraZeneca-Oxford sama-sama mencegah varian Alpha. Namun, para peneliti menemukan bahwa vaksin Pfizer-BioNTech lebih andal mencegah Delta, dibanding AstraZeneca-Oxford.

Selain itu, penelitian ini mencatat bahwa proteksi vaksin terhadap penularan varian Delta berkurang 12 minggu atau 3 bulan setelah vaksinasi dosis kedua. Bahkan, bagi vaksin AstraZeneca-Oxford, tingkat proteksi vaksin dengan platform viral vector adenovirus ini berkurang hingga 2 persen!

4. Lebih kecil kemungkinan positif untuk yang sudah divaksinasi

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementarailustrasi tes PCR (unsplash.com/Mufid Majnun)

Para peneliti mencatat bahwa vaksinasi memang "membersihkan" virion. Akan tetapi, beberapa virion tertinggal dan memiliki ribonucleic acid (RNA) yang dapat terdeteksi oleh PCR. Namun, para peneliti Inggris mengingatkan kalau dugaan ini perlu diteliti secara lebih mendalam.

Selain itu, para peneliti mencatat bahwa mereka yang divaksinasi oleh vaksin Pfizer-BioNTech lebih kecil risikonya untuk dites positif COVID-19 lewat PCR dibanding AstraZeneca-Oxford. Oleh karena itu, vaksinasi Pfizer-BioNTech mencatat tingkat infeksi varian Alpha dan Delta yang lebih rendah dibanding AstraZeneca-Oxford.

5. Menekankan pentingnya booster

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementarailustrasi vaksin (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Kesimpulannya, proteksi yang ditawarkan oleh vaksin Pfizer-BioNTech dan AstraZeneca-Oxford terhadap varian Delta diketahui menurun dalam waktu 3 bulan setelah dosis kedua. Temuan ini juga menekankan potensi kelemahan vaksin AstraZeneca-Oxford terhadap pencegahan penularan varian Delta.

Akan tetapi, para peneliti mencatat berbagai faktor yang juga menjelaskan fenomena tersebut. Salah satunya adalah berkurangnya kesadaran akan protokol kesehatan terhadap COVID-19. Akan tetapi, bagaimana dengan berkurangnya proteksi vaksin terhadap varian Delta?

Para peneliti mengatakan kalau faktor kelemahan sistem imun adalah salah satu faktor risikonya. Selain itu, para peneliti mencatat bahwa kendati vaksin Pfizer-BioNTech mencatatkan proteksi lebih tinggi di dosis kedua, penurunan proteksi juga lebih cepat terlihat pada vaksin berplatform messenger ribonucleic acid (mRNA) tersebut.

Vaksin Bisa Cegah Penularan Varian Delta, tapi Cuma Sementarailustrasi penyuntikan vaksin (ANTARA FOTO/Soeren Stache/Pool via REUTERS)

Hingga saat ini, varian Delta sebagai salah satu variant of concern (VOC) adalah varian paling dominan dan meningkatkan kasus vaksinasi di daerah-daerah dengan cakupan vaksin tinggi. Camkan bahwa meski sudah divaksinasi, proteksi tersebut bisa meluruh dan infeksi serta penularan bisa terjadi.

"Pertimbangan untuk menggalakkan dan menerapkan vaksinasi dosis ketiga (booster) dapat mengendalikan penularan dan mencegah infeksi," tulis para peneliti dalam kesimpulan.

Disclaimer: penelitian berjudul "The impact of SARS-CoV-2 vaccination on Alpha & Delta variant transmission" ini dimuat di jurnal medRxiv. Karena masih pracetak dan belum melewati ulasan sejawat (peer review), hasil bisa sewaktu-waktu berubah dan belum bisa dijadikan pedoman medis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya