KDCA: Varian Omicron Lebih Jinak Dibanding Varian Delta

Tidak lebih mematikan, tetapi harus tetap waspada!

Sejak 26 November 2021, dunia harus menghadapi varian SARS-CoV-2 baru, yaitu varian B.1.1.529 (Omicron). Dengan mutasi terbanyak hingga saat ini, bukan hanya lebih menular, Omicron juga lebih ahli menghindari imunitas sehingga meningkatkan risiko reinfeksi meskipun sudah divaksinasi atau pernah terkena COVID-19.

Walaupun begitu, berbagai pakar mengatakan kalau Omicron tidak lebih mematikan dari varian sebelumnya yang juga variant of concern (VOC), yaitu B.1.617.2 (Delta). Salah satu klaim tersebut datang dari Korea Selatan.

1. Risiko selamat dari Omicron lebih tinggi 75 persen

Dilansir Reuters, Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KDCA) merilis sebuah studi pada Senin (21/2/2022). Melibatkan sekitar 67.200 pasien COVID-19 sejak Desember 2021 silam, KDCA mengatakan bahwa risiko selamat pada pasien Omicron 75 persen lebih tinggi dibanding Delta.

Dengan kata lain, KDCA mengklaim bahwa varian Delta lebih mematikan dibanding Omicron. Pada sekitar 67.200 pasien COVID-19 tersebut, tingkat keganasan dan kematian akibat Omicron berkisar masing-masing 0,38 dan 0,18 persen, lebih rendah dibanding Delta yang ada di angka 1,4 dan 0,7 persen.

Baca Juga: Perbedaan Gejala Varian Omicron pada yang Sudah dan Belum Divaksinasi

KDCA: Varian Omicron Lebih Jinak Dibanding Varian Deltailustrasi vaksin COVID-19 (IDN Times/Aditya Pratama)

2. Vaksinasi dan prokes menjadi faktor utama

Menurut standar KDCA, kasus parah COVID-19 adalah pasien yang dirawat inap di unit perawatan intensif (ICU). Selama lima minggu terakhir, KDCA mencatatkan 1.073 kematian akibat COVID-19.

Dari angka tersebut, sebanyak 56 persen angka kematian disebabkan karena pasien COVID-19 tidak divaksinasi atau hanya menerima satu dosis saja. Selain itu, sebanyak 94 persen dari total kematian pada pasien COVID-19 juga didominasi oleh kelompok lansia (usia 60 tahun ke atas).

Dari 52 juta jiwa populasi Korea Selatan, KDCA mencatat lebih dari 86 persen telah menyelesaikan vaksinasi primer (2 dosis), dan hampir 60 persen populasi Korea Selatan telah menerima dosis lanjutan (booster). Protokol kesehatan yang ketat dan gencarnya usaha testing serta tracing turut membantu Korea Selatan mengendalikan COVID-19.

3. Rakyat atau sistem kesehatan, dilema protokol kesehatan Korea Selatan

Di Korea Selatan, Omicron juga menyebabkan lonjakan kasus harian hingga 100.000 minggu lalu. Namun, pihak berwenang ingin melonggarkan aturan social distancing karena tingkat kematian yang lebih rendah. Selain itu, Negeri Ginseng ini juga akan menggelar pemilihan presiden pada 9 Maret 2022.

Gagasan tracing dan isolasi wajib untuk orang yang divaksinasi digantikan oleh diagnosis mandiri dan perawatan di rumah untuk meringankan sumber daya kesehatan. Beberapa pergantian kebijakan jam malam juga berlaku, seperti tempat makan yang boleh buka 1 jam lebih lama.

Namun, implementasi jam malam ini terus menjadi kontroversi menjelang pemilu Korea Selatan. Sementara para pemilik usaha kecil mendesak pencabutan kebijakan jam malam, para ahli memperingatkan risiko beban besar sistem kesehatan Korea Selatan jika terjadi lonjakan kasus parah.

KDCA menyatakan Omicron sebagai varian dominan pada minggu ketiga Januari 2022. Pada minggu pertama Februari, sebanyak 90 persen kasus baru terdeteksi varian Omicron. Pada Senin kemarin, KDCA melaporkan hampir 99.444 kasus COVID-19 baru, membawa angka total infeksi ke 2.157.734 pasien dan 7.508 kematian.

Baca Juga: Studi: Varian Omicron BA.2 Lebih Berbahaya dari BA.1

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya