Studi: Varian Omicron Turunkan Efektivitas Vaksin 40 Kali Lipat

Sejak diumumkan menjadi variant of concern (VOC) pada 26 November 2021 silam, para ilmuwan dunia bergegas mencari tahu tentang varian Omicron. Dengan lebih dari 50 mutasi termasuk lebih dari 30 pada protein spike-nya, varian ini dikatakan lebih menular dan mengelak imunitas.
Sementara karakteristik varian yang telah terdeteksi di hampir 40 negara ini masih belum banyak diketahui, sebuah penelitian gabungan menunjukkan potensi bahwa Omicron dapat menurunkan efektivitas vaksin.
1. Studi melibatkan vaksin Pfizer-BioNTech
Melalui utas Twitter-nya pada Rabu (8/12/2021), profesor di Africa Health Research Institute, Alex Sigal, mengabarkan kalau timnya telah menyelesaikan penelitian dampak Omicron terhadap vaksin. Alex mengatakan kalau penelitian ini masih belum menjalani ulasan sejawat (peer review) dan akan segera dimasukkan ke jurnal medRxiv.
Bertajuk "SARS-CoV-2 Omicron has extensive but incomplete escape of Pfizer BNT162b2 elicited neutralization and requires ACE2 for infection", penelitian ini meneliti 14 sampel plasma dari 12 partisipan yang telah menyelesaikan dua dosis vaksin Pfizer-BioNTech. Kemampuan plasma ini diuji untuk menetralisir Omicron.
Sebagai catatan, 12 partisipan ini terbagi menjadi dua grup. Enam partisipan tidak memiliki riwayat COVID-19, sementara enam partisipan lainnya memiliki riwayat COVID-19 dari gelombang pertama.
2. Hasil: penurunan efektivitas vaksin lebih dari 40 kali lipat
Penelitian ini kemudian menemukan bahwa seperti SARS-CoV-2 pada umumnya, varian Omicron masih mengandalkan angiotensin-converting enzyme 2 (ACE-2) untuk menginfeksi sistem pernapasan manusia.
Selain itu, penelitian ini juga menemukan efektivitas vaksin Pfizer-BioNTech dengan platform messenger ribonucleic acid (mRNA) terhadap Omicron berkurang hingga 41 kali lipat. Hal ini sekilas membuktikan kalau Omicron memang dapat membuat antibodi tidak efektif.
Akan tetapi, penelitian ini mencatat kalau pengelakan imun ini tidak komplet. Hal ini dikarenakan, dari lima partisipan yang pernah terinfeksi COVID-19, mereka menunjukkan titer netralisasi yang tinggi terhadap varian Omicron.
Baca Juga: Perbedaan Gejala Varian Omicron pada yang Sudah dan Belum Divaksinasi
Editor’s picks
3. Mengandalkan hybrid immunity
Sebagai catatan, Alex dan para rekan peneliti menemukan bahwa pengelakan imun Omicron lebih "ekstensif". Akan tetapi, para peneliti mengatakan bahwa pengelakan ini tidak komplet pada partisipan yang memiliki titer antibodi tinggi karena sebelumnya terinfeksi SARS-CoV-2.
"Hasil ini lebih baik daripada yang diharapkan. Makin banyak antibodi, makin tinggi potensi proteksi terhadap Omicron," cuit Alex.
Selain itu, penelitian ini mencatat keampuhan hybrid immunity, yaitu gabungan antara riwayat infeksi yang diperkuat oleh vaksinasi atau dosis ketiga atau booster. Dengan hybrid immunity, tingkat netralisasi dan proteksi jauh lebih tinggi untuk mencegah gejala parah infeksi varian Omicron.
Sebagai catatan, studi ini belum menjalani peer review, sehingga hasilnya masih bisa berubah. Alex pun mengonfirmasi bahwa timnya masih akan melakukan berbagai percobaan dan hasil ini bisa berubah.
4. Bagaimana tanggapan Pfizer?
Dilansir CNBC, CEO Pfizer, Albert Bourla, mengatakan bahwa kemampuan penularan yang cepat Omicron bukanlah berita baik. Ia mengatakan bahwa makin banyak penularan, maka makin tinggi potensi munculnya varian-varian lainnya yang lebih berbahaya.
"Kami akan mendapatkan informasi setidaknya sebelum akhir tahun untuk mengetahui apa artinya varian ini terhadap manifestasi klinis," ujar Bourla.
Sementara itu, Bourla mengatakan bahwa Pfizer mampu mengembangkan vaksin Omicron pada Maret 2022. Namun, Pfizer masih butuh beberapa minggu untuk mengetahui apakah vaksinnya memberikan proteksi yang cukup terhadap varian tersebut.
Selain itu, Bourla masih yakin bahwa obat oral antivirus untuk COVID-19 dari Pfizer, Paxlovid, akan mampu menghadapi varian COVID-19, termasuk Omicron. Seperti yang diketahui, Paxlovid menghambat enzim protease yang dibutuhkan SARS-CoV-2 untuk berkembang biak.
Baca Juga: Obat Paxlovid dari Pfizer Ampuh Cegah Kematian akibat COVID-19