Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19

Jangan ambil risiko sebelum vaksin muncul!

Setengah tahun lebih, dan dunia masih berjuang melawan pandemik virus corona baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan penyakit virus corona baru (COVID-19).

Segala macam cara sudah dicoba. Mulai dari percobaan obat, uji coba rapid test dan swab test, hingga penerapan pembatasan wilayah (lockdown) serta pembatasan sosial (social distancing) sudah dilancarkan untuk meredam angka penyebaran dan kematian karena COVID-19. Apa lagi yang dunia bisa lakukan?

Beberapa bulan terakhir, istilah "herd immunity" atau kekebalan kelompok berdengung semakin kencang. Sesungguhnya, istilah ini bukan pertama kali muncul dan sudah melanglang buana di dunia medis.

Namun, herd immunity sering kali digembar-gemborkan sebagai salah satu alternatif meredakan pandemik COVID-19. Padahal, riset berkata lain. Apakah betul herd immunity bisa dipakai melawan COVID-19?

1. Definisi herd immunity, saat mayoritas sudah kebal terhadap virus

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19theconversation.com

Menurut situs AloDokter, istilah herd immunity atau kekebalan kelompok mengacu keadaan di mana mayoritas orang di suatu tempat telah memiliki kekebalan terhadap satu penyakit tertentu, entah karena sudah divaksin atau sudah sembuh dari penyakit tersebut sehingga tidak bisa tertular lagi.

Ahli epidemiologi mendefinisikan ambang herd immunity sebagai persentase populasi yang harus kebal agar memastikan bahwa penerapannya tidak akan menyebabkan wabah lanjutan. Dengan kata lain, semakin banyak yang kebal, semakin sulit untuk virus menyebar.

AloDokter menjelaskan lebih lanjut bahwa salah satu upaya mencapai herd immunity adalah dengan vaksinasi massal. Dengan vaksin, angka penyebaran virus dapat ditekan serendah-rendahnya.

2. Seberapa jauh dunia dari herd immunity? SANGAT JAUH!

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19bloomberg.com

Untuk mencapai herd immunity, ambang kekebalan kelompok diprakirakan harus lebih dari atau sama dengan 60 persen. Dilansir dari situs The Conversation, perjalanan tersebut diperkirakan masih panjang dan angkanya masih belum dapat dipastikan.

Menurut penelitian gabungan oleh tiga peneliti dari Britania Raya (University of Nottingham) dan Swedia (University of Stockholm) pada Mei 2020 berjudul "The disease-induced herd immunity level for Covid-19 is substantially lower than the classical herd immunity level", ambang herd immunity diprakirakan lebih rendah dari 60 persen, yaitu 43 persen!

Akan tetapi, salah satu penulis penelitian yang dimuat dalam jurnal Science tersebut, Frank G. Ball dari University of Nottingham, mengatakan bahwa untuk mencapai 43%, masyarakat harus sadar akan social distancing dan tetap di rumah saja serta menunggu vaksin muncul.

"Semakin banyak individu yang aktif secara sosial maka semakin besar kemungkinan mereka akan terinfeksi, dibandingkan dengan orang yang kurang aktif secara sosial, sehingga kemungkinan penyebaran lebih besar. Hasilnya, tingkat kekebalan kelompok lebih rendah saat kekebalan muncul dikarenakan penyebaran penyakit dibandingkan dengan kekebalan yang muncul dari vaksinasi," papar Ball, dikutip dari situs MedicalXpress.

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19youtube.com

The New York Times mengungkapkan bahwa sebuah penelitian terhadap populasi yang lebih luas menyatakan sebuah berita buruk: dunia masih amat jauh dari herd immunity.

Dari berbagai kota yang dihantam paling parah oleh COVID-19 seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, ternyata angka infeksi masih amat rendah, sehingga tidak mencapai ambang batas herd immunity yang ditargetkan dunia, yaitu lebih dari 60 persen. Bahkan, masih banyak orang yang rentan terinfeksi SARS-CoV-2.

Per Mei, ambang herd immunity terbesar dipegang oleh New York City dengan 17,9 persen, sementara Wuhan harus bertahan dengan 10 persen.

3. Tanpa vaksin, herd immunity hampir tidak mempan terhadap SARS-CoV-2

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19(Ilustrasi vaksin COVID-19) IDN Times/Arief Rahmat

Situs Inverse menyatakan bahwa herd immunity memiliki kaitan erat dengan topik imunisasi. Seperti yang kami catat sebelumnya, memang kekebalan kelompok lebih mungkin dicapai saat vaksin menjangkau masyarakat dunia.

Sebagai contoh, jika 90 persen populasi satu tempat sudah memiliki kekebalan terhadap cacar air dikarenakan vaksin, maka herd immunity muncul dan melindungi sisa 10 persen, seperti bayi, mereka dengan penyakit penyerta, dan mereka yang memiliki daya imun lemah (seperti penderita AIDS).

Melihat keadaan dunia terkini, jika ingin memaksa herd immunity, maka ada tiga faktor yang mengkhawatirkan:

  • Dunia belum memiliki vaksin,
  • SARS-CoV-2 belum terbendung, dan
  • Angka kaum yang rentan SARS-CoV-2 masih belum merata.
Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19ANTARA FOTO/REUTERS/Bruno Kelly

Di AS, Profesor Biologi di University of Washington, Carl Bergstrom, dan Asisten Profesor Biostatistik di University of Florida, Natalie Dean, setuju bahwa jika memaksakan herd immunity tanpa vaksin, jutaan nyawa akan melayang. Berbeda dengan contoh kasus cacar air, SARS-CoV-2 membunuh pengidapnya.

Mirip dengan konsep seleksi alam Charles Darwin, "survival of the fittest" atau sintasan yang terbugar, orang-orang terpaksa harus terpapar SARS-CoV-2 untuk mencapai kekebalan. Yang gagal mendapatkan kekebalan? Wafat. Seram, kan?

Mengingat vaksin SARS-CoV-2 masih diteliti dan diuji minimal satu tahun, maka masih jauh perjalanan dunia untuk mencapai herd immunity sempurna.

Lagipula, efek lanjutan dari COVID-19 setelah pemulihan pun masih belum diketahui secara pasti, apakah masih bisa menyebarkan atau berhenti di situ saja. Jadi, herd immunity untuk COVID-19 masih amat berisiko.

Baca Juga: Mengenal Herd Immunity yang Disebut Bisa Memperlambat Laju COVID-19

4. Herd immunity tidak melindungi mereka yang rentan

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19discovermagazine.com

Jika herd immunity kemungkinan besar dapat diterapkan pada kaum remaja dan dewasa muda, lalu bagaimana kabar mereka yang sudah berusia lanjut? Seperti yang kita tahu, kaum manusia lanjut usia (manula) yang berusia 65 tahun ke atas lebih rentan terinfeksi SARS-CoV-2.

Oleh karena itu, mereka yang berusia lanjut lebih disarankan untuk tidak keluar bersosialisasi. Dan, hal tersebut juga tidak menjamin keamanan kaum manula meskipun herd immunity tercapai.

Meskipun ambang herd immunity sudah tercapai (lebih dari 60% populasi), satu infeksi pada kaum manula saja dapat menciptakan perjangkitan yang baru. Oleh karena itu, opsi teraman bagi kaum manula adalah tetap menunggu vaksin SARS-CoV-2 hadir.

Dilansir oleh The New York Times, sepertiga kematian di AS karena COVID-19 tercatat di panti jompo. Data terbaru per Mei, sedikitnya 25.600 kematian karena COVID-19 terjadi di panti jompo dan fasilitas perawatan jangka panjang. Lebih parah lagi di benua Eropa, setengah angka kematian COVID-19 dikaitkan dengan kaum manula.

Dengan kata lain, kematian yang menghantui kaum manula di panti jompo dan fasilitas perawatan jangka panjang naik lebih cepat dari populasi umum!

5. Bagaimana jika herd immunity muncul di tengah pandemik COVID-19?

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19news.sandfordhealth.org

Peneliti dari The Pennsylvania State University, Joel C. Miller, mengingatkan jika herd immunity muncul di tengah pandemi, tingginya jumlah orang yang terinfeksi akan terus menyebarkan SARS-CoV-2 dan akhirnya jumlah infeksi akan melewati ambang batas herd immunity, yang diprakirakan akan melebihi 90 persen populasi.

Bergstrom dan Dean setuju dengan Miller. Ketika ambang kekebalan kawanan tercapai selama pandemi COVID-19, jumlah infeksi SARS-CoV-2 baru harian memang akan menurun. Tetapi, populasi besar dengan penularan yang besar pula akan terus menyebarkan SARS-CoV-2, sehingga tidak ampuh juga.

"Ibarat sebuah kereta yang melaju dan tidak berhenti begitu saja saat lintasan mulai menanjak, begitu juga dengan virus yang menyebar dengan cepat dan tidak akan berhenti meskipun kekebalan kelompok tercapai," ujar Bergstrom dan Dean dikutip oleh The New York Times.

Sampai kini, strategi mitigasi proaktif seperti social distancing dan memakai masker meratakan kurva dengan mengurangi laju infeksi yang menghasilkan kasus baru. Upaya tersebut dinilai tepat sambil menunggu herd immunity tercapai dan juga mengurangi jumlah korban.

6. Herd immunity di Indonesia? Apakah mungkin?

Tak Menjamin Akhir Pandemik, 6 Analisis Herd Immunity COVID-19Warga melintas di dekat mural bergambar simbol orang berdoa menggunakan masker yang mewakili umat beragama di Indonesia di kawasan Juanda, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (18/6/2020) (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya)

Untuk mempertimbangkan kemungkinan herd immunity terhadap COVID-19 di Indonesia, kita harus ingat bahwa vaksin SARS-CoV-2 belum ditemukan.

AloDokter mengingatkan bahwa tanpa vaksin, sulit bagi Indonesia mengembangkan herd immunity. Apalagi, mengingat populasi Indonesia yang terbesar ke-4 di dunia, butuh waktu sedikit lama bagi Indonesia agar herd immunity terhadap COVID-19 bisa terbentuk.

Memaparkan populasi Indonesia terhadap SARS-CoV-2 secara besar-besaran dianggap bukanlah solusi bijak dan risikonya pun besar! Mengulangi beberapa poin di sebelumnya, herd immunity tidak menjamin keamanan kaum yang rentan, seperti kaum manula dan mereka dengan penyakit penyerta, dan efek setelah pemulihan pun belum diketahui pasti.

Tidak ingin Indonesia jadi hotbed COVID-19 selanjutnya? Cara terbaik untuk mengamankan diri sendiri dari SARS-CoV-2 adalah dengan:

  • Social distancing sejauh 1,8 - 2 meter,
  • Cuci tangan dengan sabun dan air minimal 20 detik atau dengan disinfektan,
  • Jaga daya tahan tubuh,
  • Tetap di rumah jika tidak perlu atau kurang fit,
  • Tutup hidung dan mulut saat bersin dan bangkis
  • Mengenakan masker, dan
  • Isolasi mandiri jika menunjukkan gejala COVID-19.

Itulah analisis dan fakta menarik mengenai herd immunity yang digadang-gadang menjadi akhir dari COVID-19. Memang, herd immunity dapat menjadi solusi. Dengan syarat, vaksin sudah harus tersedia atau mayoritas populasi harus terinfeksi terlebih dahulu. Tentu saja opsi kedua tidak baik dan berisiko tinggi.

Jadi, untuk saat ini, tetap jaga kesehatan, jaga jarak, jaga kebersihan diri, dan tetap #DiRumahAja hingga vaksin SARS-CoV-2 beredar. Semangat, kita pasti bisa!

Baca Juga: Gizi Seimbang, Strategi Jitu untuk Meningkatkan Imunitas Tubuh

Topik:

  • Bayu D. Wicaksono
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya