5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui 

Simak agar kita lebih bijak menggunakan antibiotik, yuk!

Antibiotik merupakan bagian dari antimikroba selain antivirus, antifungi (jamur), dan antiparasit yang digunakan untuk mencegah dan menyembuhkan infeksi pada manusia, hewan, dan tanaman sebagaimana ditulis dalam laman Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2021. Penggunaan antibiotik yang sangat luas ini membutuhkan perhatian dari berbagai macam pihak.

Oleh karena itu, WHO mengkampanyekan hal ini dalam bentuk peringatan tahunan Pekan Kesadaran Antimikroba Dunia (World Antimicrobial Awareness Week (WAAW)) yang diperingati pada tanggal 18 sampai 24 November. Peringatan WAAW 2021 sendiri mengusung tema Spread Awareness, Stop Resistence yang berusaha merangkul semua kalangan, pembuat kebijakan, penyelenggara kesehatan, dan masyarakat umum , yang disebut sebagai One Health, untuk turut berpartisipasi dalam mengkampanyekan penggunaan antibiotik dan antimikroba yang tepat untuk menghindari resistensi.

Nah, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan memahami 5 fakta tentang antibiotik yang tersaji dalam ulasan berikut ini. Mari simak bersama-sama, ya! 

1. Jejak antibiotik sudah ada sejak tahun 350 M

5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui ilustrasi skeletal pigmentation (bmj.com)

Rustam I. Aminov dalam jurnalnya yang berjudul A Brief History of The Antibiotic Era: Lessons Learned and Challenges for The Future tahun 2010 menyebutkan bahwa, antibiotik mungkin merupakan salah satu bentuk kemoterapi yang paling sukses sepanjang sejarah. Asosiasi yang paling sering muncul terkait sejarah antibiotik adalah hasil penemuan Paul Ehrlich dan Alexander Fleming.

Pada tahun 1904, Ehrlich berpendapat bahwa struktur kimia dapat disintetis. Hal inilah yang membuatnya membangun program berskala besar dan skrining tersistemasi pada tahun 1904 untuk menemukan obat sifilis serta penyakit endemik yang hampir tidak bisa disembuhkan waktu itu. Kala itu obat ini dipasarkan dengan nama Salvarsan.

Sistematika ilmiah yang dilakukan Ehrlich juga menjadi inspirasi penemuan calon antibiotik golongan sulfa, sulfonamidokhrisoidin atau disebut juga sebagai KI-730 atau Prontosil yang disintesis oleh ahli kimia Bayer, Josef Klarer dan Fritz Mietzsch serta diuji oleh Gerhard Domagk pada tahun 1935.

Selain Ehrlich, tokoh yang terkenal dengan antibiotik adalah Fleming atas penemuan "tidak sengaja" yang menjadi titik awal penemuan Penisilin pada 3 September 1928. Setelah 12 tahun, Fleming berusaha untuk memurnikan dan mengaktifkan senyawa pada jamur penisilin. Ia mulai mengabaikan hal tersebut, tapi untungnya, tim dari Oxform mempublikasikan jurnal yang menjelaskan cara memurnikan penisilin untuk uji klinis.

Meskipun demikian, Nelson, dkk. di tahun 2010 pernah mempublikasikan jurnal yang berisi penemuan tetrasiklin pada tulang manusia purba Sudanese Nubia tahun 350-550 Masehi. Tetrasiklin sendiri merupakan antibiotik yang unik karena akan membentuk ikatan yang kuat dengan struktur tulang. Adapun, antibiotik pertama yang digunakan di rumah sakit disebut Pyocynase yang disintesis oleh Emmerich and Löw tahun 1899 from pseudomonas aeruginosa (sebelumnya disebut bacillus pycyaneus).

2. Antibiotik adalah obat yang paling sering diresepkan

5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui infografis penggunaan antibiotik di negara Amerika Serikat (cdc.gov)

Mengutip pernyataan Klein, dkk. (2018), antara tahun 2000 hingga 2015 penggunaan antibiotik berdasarkan dosis harian yang ditentukan meningkat sebesar 65 persen, khususnya pada negara-negara dengan ekonomi rendah dan menengah. Penggunaan ini diproyeksikan terus meningkat hingga 200 persen pada tahun 2030 jika tidak ada perubahan kebijakan.

CDDEP juga melaporkan berdasarkan Survei Titik Prevalensi Global, ditaksir presepan antimikrobial pada pasien yang dilakukan pada 300 rumah sakit pada 53 negara, termasuk 25 negara ekonomi rendah dan menengah. Hasil dari penelitian tersebut adalah sekitar 27,4 persen pasien rawat inap di Eropa Barat mendapatkan resep antimikroba. Sedangkan di Afrika, yang memiliki kecepatan peresepan tertinggi, 50 persen dari pasien rawat inap menerima antibiotik. Kecepatan peresepan antimikroba di Afrika mungkin disebabkan karena daerah tersebut berisiko tinggi terhadap penyakit menular.

Penelitian CDDEP menunjukkan terjadinya penurunan penggunaan antimikroba di Indonesia. Pada tahun 2010, data menunjukkan bahwa penggunaan obat tersebut sebesar 959 juta dosis harian yang ditentukan. Sepuluh tahun kemudian, data menunjukkan penurunan menjadi 582 juta. Sedangkan, penggunaan antimikroba pada hewan diproyeksikan sebesar 761,27 ton, sedangkan pada tahun 2030 diestimasikan naik menjadi 913,94 ton.

Baca Juga: 7 Cara Mengobati Infeksi Telinga pada Bayi Tanpa Antibiotik

3. Tidak semua penyakit butuh antibiotik

5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui ilustrasi flu (freepik.com)

Jeremy Hsu dalam jurnalnya tahun 2020 menyebutkan bahwa penggunaan antibiotik yang salah dan berlebihan pada sektor kesehatan manusia merupakan penyebab tertinggi dari risiko resistensi antimikroba. Salah satu penyakit yang meningkat pada musim-musim tertentu adalah flu yang menyebabkan peningkatan peresepan antibiotik meski sebenarnya influenza tanpa infeksi sekunder disebabkan oleh virus.

Pada tahun yang sama (2015), ditemukan juga oleh WHO bahwa 63 persen warga Indonesia berpikir bahwa antibiotik dapat menyembuhkan pilek dan flu.

Selain itu penyakit lain yang menyebabkan penggunaan antibiotik berlebihan adalah COVID-19 sebagaimana dilaporkan dalam jurnal yang ditulis Nori, dkk. tahun 2020. Penggunaan antibiotik pada pasien juga meningkat. Meski kasus co-infeksi hanya ditemukan sebesar 3,6 persen, tetapi ditemukan 71 persen pasien yang mendapatkan setidaknya satu antibiotik. Data ini juga didukung dengan laporan ahli dari 23 negara di dunia yang menyebutkan bahwa pertimbangan klinis menjadi alasan terkuat penggunaan antibiotik, disusul dengan hasil laboratorium terhadap peradangan dan radiologi. 

Kedua penyakit yang berisiko menyebabkan resistensi antimikroba di atas dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi. CDDEP (2021) melaporkan bahwa peningkatan penggunaan vaksinasi influenza sebesar 10 persen akan menyebabkan penurunan 6.5 persen penggunaan antibiotik pada musim flu. Saat ini, penggunaan vaksinasi flu belum menjadi rencana kerja nasional sehingga diharapkan dengan adanya COVID-19 akan mempengaruhi perhatian kebijakan vaksin flu meski saat ini belum tampak jelas efek yang ditimbulkan.

4. Resistensi antibiotik sudah diprediksi saat penisilin ditemukan

5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui ilustrasi dokter zaman dahulu (cdn.britannica.com)

Sebagaimana diketahui bahwa Fleming adalah penemu antibiotik penisilin. Pada saat penemuannya, Fleming juga menjadi orang pertama yang mewaspadai adanya potensi resistensi pada penisilin jika digunakan terlalu kecil atau terlalu singkat. 

Dilansir situs resmi WHO, resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri merubah responnya pada penggunaan obat. Bakteri bukan manusia atau hewan yang menjadi resisten antibiotik.

Meskipun hal tersebut terjadi secara natural, penggunaan yang salah pada manusia dan hewan mempercepat prosesnya. Hal tersebut menyebabkan penyembuhan penyakit, seperti pneumoni, tuberkulosis, gonorhoe, dan salmonelosis menjadi lebih susah.

Bukan hanya itu, resistensi juga menyebabkan pasien harus tinggal di rumah sakit lebih lama, meningkatkan biaya perawatan, dan meningkatkan risiko kematian. Oleh karena itu, isu resistensi antibiotik saat ini menjadi hal terbesar yang harus diselesaikan oleh kesehatan global.

5. Pencegahan resistensi masuk target SDGs dan punya peraturan Menteri Kesehatan RI

5 Fakta tentang Antibiotik yang Harus Kamu Ketahui bagan infografis SDGs (sdg.iisd.org)

Mengingat betapa pentingnya isu ini, target untuk menurunkan angka resistensi masuk menjadi salah satu target utama pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Penggunaan antibiotik yang efektif menjadi titik tumpu dari pengobatan modern saat ini. Kesuksesan transplantasi organ, profilaksis bedah, pencegahan bayi baru lahir dari sepsis, infeksi pada saat perawatan (Healthcare-Associated Infection, HAIS) selama terapi kemoterapi sangat bergantung pada obat-obat penopang hidup yang terus bekerja.

SDGs, mengutip O'neill pada tinjauannya tentang resistensi antimikroba tahun 2016, memperkirakan bahwa 700.000 kasus meninggal dunia tiap tahunnya terjadi akibat infeksi yang disebabkan oleh resistensi obat. 

Selain target global, Indonesia juga turut berperan dalam menurunkan angka resistensi antimikroba. Salah satunya lewat adanya Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit. Peraturan inilah yang juga menjadi salah satu syarat sebuah rumah sakit bisa mendapatkan akreditasi.

Itulah sederet fakta-fakta medis dan ilmiah tentang antibiotik dan penggunaannya. Menepis anggapan mayoritas masyarakat Indonesia, penggunaan antibiotik berlebih dan tidak sesuai dosis bisa menciptakan resistensi dan membuat tubuh kita menjadi kebal, lho! Maka dari itu, pahamilah bahwa tidak semua penyakit memerlukan antibiotik sebagai obat. Semoga bermanfaat, ya! 

Baca Juga: 5 Makanan yang Baik Dikonsumsi Bersama dengan Antibiotik, Kaya Manfaat

Amalia Rizki Photo Writer Amalia Rizki

Proud to be your pharmacist

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya