5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek Kebenarannya

#ANGPOIN Laki-laki juga bisa mandul, lho!

Ada banyak kesalahpahaman atau mitos tentang kesuburan dan sistem reproduksi secara umum. Mulai dari bulu kucing penyebab toksoplasma pada ibu hamil, hingga berenang di kolam renang umum menyebabkan kehamilan.

Jika tidak berhati-hati, kita bisa terjebak dalam pemikiran yang salah dan itu bisa membahayakan diri kita dan orang lain. Agar pengetahuanmu bertambah luas dan tak lagi termakan mitos, ada lima mitos terbesar di dalam dunia reproduksi yang wajib kamu ketahui. Apa saja?

Mitos 1: Infertilitas hanya dialami oleh perempuan

5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek KebenarannyaIlustrasi perempuan hamil (unsplash.com/@fallonmichaeltx)

Infertilitas adalah masalah orang, bukan masalah perempuan saja karena bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan.

Pada pasangan heteroseksual yang mengalami infertilitas:

  • Sekitar sepertiga pasangan berjuang dengan infertilitas pria
  • Sepertiga lainnya akan berjuang dengan infertilitas wanita
  • Sepertiga sisanya akan menghadapi masalah kesuburan pria dan wanita, atau penyebabnya tidak akan pernah ditemukan (infertilitas yang tidak dapat dijelaskan)

Infertilitas juga bukan masalah yang hanya dimiliki pasangan heteroseksual eksklusif. Pasangan LGBTQ juga bisa memiliki masalah kesuburan. Dalam kebanyakan kasus, ini adalah infertilitas situasional: dengan kata lain, mereka memerlukan perawatan kesuburan—seperti inseminasi dengan donor sperma, atau IVF dengan ibu pengganti—karena mereka secara biologis tidak dapat memiliki anak bersama. 

Misalnya, dengan pasangan lesbian, bisa jadi salah satu atau kedua pasangan wanita tidak bisa hamil karena memiliki masalah kesuburan. Mereka mungkin memerlukan obat kesuburan atau perawatan lain selain membutuhkan donor sperma.

Mitos 2: Jika laki-laki bisa ejakulasi, berarti tak ada masalah dengan kesuburannya

5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek KebenarannyaIlustrasi pasangan suami istri merayakan kehamilan (unsplash.com/@kellysikkema)

Untuk sebagian besar laki-laki yang memiliki masalah kesuburan, tidak ada tanda-tanda yang terlihat atau jelas bahwa ada sesuatu yang salah secara kasat mata. Fungsi ereksi yang sehat dan ejakulasi yang normal tidak menjamin sperma seorang laki-laki ada dalam kondisi prima.

Ini adalah mitos umum (dan disayangkan) bahwa jika kesuburan laki-laki terganggu, ini berarti kinerja seksualnya yang bermasalah. Padahal ini tidak benar.

Masalah dengan jumlah, bentuk, dan pergerakan sperma adalah penyebab utama infertilitas laki-laki. Kita tidak bisa mengatakan ada masalah dengan sperma hanya dengan melihat air mani saja karena hanya 2 sampai 5 persen air mani terdiri dari sperma. Air mani sebagian besar terdiri dari cairan dan lendir yang kaya akan gula, asam amino, hormon, dan mineral, semuanya dimaksudkan untuk mendukung sel sperma dan membantu mereka tetap hidup di luar tubuh laki-laki.

Konon, disfungsi ereksi bisa menjadi gejala yang mungkin dari masalah kesuburan. Ini mungkin menunjukkan kadar testosteron rendah atau mungkin terjadi karena cedera fisik. Kesulitan ejakulasi juga bisa menjadi tanda dari beberapa masalah kesuburan laki-laki. Misalnya, dengan ejakulasi retrograde (ketika sebagian besar ejakulasi mundur ke kandung kemih bukannya keluar uretra), volume air mani selama ejakulasi mungkin tampak abnormal. Tapi ini bukan tanda umum infertilitas pada laki-laki.

Jadi, apakah laki-laki bisa mandul meskipun performanya di ranjang begitu memuaskan dan secara fisik ia terlihat sangat macho? Tentu saja sangat bisa. Seperti keperawanan, kemandulan pada laki-laki tak bisa dilihat secara kasat mata.

Baca Juga: Bisa Menurunkan Kesuburan, Ini 6 Fakta seputar Kista Ovarium

Mitos 3: Mengadopsi anak biasanya akan menjadi 'pancingan' untuk hamil

5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek KebenarannyaIlustrasi perempuan hamil (unsplash.com/@anthonytran)

Adopsi bukanlah obat kesuburan. Memang benar bahwa pasangan yang menghadapi infertilitas biasanya dapat hamil setelah adopsi. Namun, adopsi bukanlah alasan mengapa kehamilan dapat terjadi. Pasangan juga dapat hamil secara spontan setelah sebelumnya membutuhkan IVF. Itu bisa terjadi, tapi itu bukan fenomena yang bisa dijadikan tolok ukur.

Seperti yang telah disebutkan di atas, mengalami infertilitas bukan berarti tidak mungkin untuk hamil. Itu sangat tidak mungkin. Ada banyak faktor yang bisa membuat pasangan mengalami kemandulan atau bisa hamil saat dokter sudah menyerah.

Mitos 4: Pasangan yang masih muda tidak mungkin mengalami kemandulan

5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek KebenarannyaIlustrasi perempuan hamil (unsplash.com/@dreside)

Semakin tua, semakin besar kemungkinan menghadapi infertilitas. Namun, pasangan muda juga bisa menghadapi infertilitas. Infertilitas terkait usia hanyalah salah satu kemungkinan penyebab penurunan kesuburan.

Menurut statistik yang dikumpulkan oleh Pusat Pengendalian Penyakit (CDC), 9 persen perempuan berusia 15 hingga 29 tahun melaporkan kesulitan untuk hamil atau tetap hamil. Untuk perempuan berusia 30 hingga 34 tahun, persentase itu meningkat menjadi 14 persen. Untuk perempuan usia 40 sampai 44, 16 persen melaporkan kesulitan mendapatkan atau tetap hamil.

Ada lebih banyak perempuan yang berjuang dengan kesuburan setelah usia 35 tahun, tetapi hampir 1 dari 10 perempuan menghadapi ketidaksuburan bahkan sebelum mereka mencapai usia 30 tahun.

Jadi apakah pasangan muda yang baru menikah berarti otomatis mereka sedang dalam masa subur-suburnya? Bisa iya, dan bisa juga tidak.

Mitos 5: Jika kita tak menyerah, suatu saat pasti akan dikaruniai keturunan

5 Mitos Soal Kesuburan yang Harus Kamu Cek KebenarannyaIlustrasi perempuan hamil (unsplash.com/@cuartodeiibra)

Ini mungkin salah satu mitos yang paling menyakitkan dan merusak tentang infertilitas dan perawatan kesuburan. Pasangan yang memutuskan untuk berhenti mencoba memiliki akan dipermalukan oleh orang-orang karena menyerah terlalu cepat. Tak jarang mereka mungkin diberi tahu, “Jika terus mencoba, pasti nanti akan hamil.”

Ini tidak benar. Perawatan tidak menjamin adanya kehamilan. Meski secara teknis,  pasangan dapat beralih menggunakan pengganti, donor telur, dan donor sperma (jika semuanya gagal), dan akhirnya mendapatkan kehamilan, rasanya itu adalah penyederhanaan proses yang terlalu berlebihan. Ada banyak waktu, emosi, dan biaya yang terlibat dan rata-rata orang lain tak bisa mengerti sehingga pada akhirnya mereka akan berkomentar, "Tuh kan, kubilang apa. Pasti hamil!"

Move on adalah pilihan yang harus diambil oleh setiap pasangan, dan jika mengalami masalah komunikasi, pasangan bisa pergi ke psikolog pernikahan untuk melakukan terapi atau konseling. Karena masalah kemandulan atau infertilitas adalah salah satu faktor yang biasanya menyebabkan pasangan suami istri mengalami pertengkaran dan tak jarang bisa berakhir dengan perceraian.

Maka dari itu, jika pasangan suami istri sudah lebih dari satu tahun belum kunjung dikaruniai momongan, sebaiknya konsultasikan dengan dokter kandungan untuk segera melakukan tes kesuburan. Namun jika memang tidak berencana untuk memiliki anak, itupun juga tidak masalah.

Kebahagiaan sebuah pernikahan tak hanya bergantung pada kehadiran seorang anak di tengah-tengah, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengisi kekosongan hati. Semangat!

Baca Juga: 5 Nutrisi Esensial untuk Meningkatkan Kesuburan, Penting untuk Promil

Anastasia Jaladriana Photo Verified Writer Anastasia Jaladriana

Moonlight bae.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya