Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik 

Bakteri jadi lebih kebal terhadap obat antibiotik

Pada musim hujan, kasus batuk, pilek, serta flu meningkat. Umumnya itu bisa sembuh dengan sendirinya tanpa perlu pengobatan. Namun, tak sedikit juga yang minum obat karena terganggu dengan gejala-gejalanya.

Pengobatan pilek, batuk, dan flu yang dijual bebas adalah untuk mengurangi gejala sehingga kita bisa tetap nyaman beraktivitas atau lebih cepat pulih. Namun, ada juga orang mencari antibiotik untuk menangani kondisinya tersebut karena dianggap lebih ampuh.

Padahal, keluhan pilek maupun flu umumnya disebabkan oleh virus. Virus akan dilawan oleh sistem imun tubuh, sehingga lama-lama virus akan mati. Batuk pun seringnya disebabkan oleh adanya iritan, seperti udara dingin, asap rokok, atau wewangian menyengat. Jarang kasus batuk dan flu disebabkan oleh bakteri, sehingga penggunaan antibiotik untuk kasus ini tidaklah tepat.

Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai akan menyebabkan masalah besar, yaitu resistensi antibiotik. Ini bisa menjadi ancaman global karena bakteri bisa makin kebal, sehingga antibiotik tidak dapat melawan bakteri.

1. Mengenal resistensi antibiotik

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi bakteri (pixabay.com/qimono)

Penggunaan antibiotik tanpa indikasi dari dokter akan menyebabkan masalah serius, yaitu resistensi antibiotik. Ini adalah kondisi saat bakteri menjadi lebih kebal terhadap obat antibiotik sehingga bakteri tersebut tidak mati.

Akibatnya, butuh jenis antibiotik yang lebih tinggi lagi untuk melawan bakteri yang sudah kebal. Namun, jika semua antibiotik yang lebih tinggi juga tidak mampu membunuh bakteri yang kebal tersebut, maka bisa berakibat fatal bahkan bisa menyebabkan kematian.

Adanya bakteri yang kebal akan menyebabkan biaya pengobatan menjadi tinggi, waktu rawat inap di rumah sakit lebih lama, dan tingkat mortalitas yang meningkat, seperti dilansir Badan Kesehatan Dunia (WHO).

2. Kematian akibat resistensi antibiotik kian meningkat

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi kematian (pexels.com/Mario Wallner)

WHO mencatat, diperkirakan angka kematian akibat resistensi antibiotik sebanyak 700 ribu orang setiap tahunnya. Apabila tidak ditanggulangi, maka kematian akibat resistensi antibiotik diprediksi akan naik menjadi 10 juta orang setiap tahunnya pada tahun 2050.

Resistensi antibiotik ini menjadi masalah yang dihadapi di seluruh negara, tak terkecuali Indonesia. Penelitian yang dilakukan untuk mengetahui resistensi antibiotik di Indonesia yang dilakukan tahun 2000 sampai 2004 di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, dan RSUP Dr. Kariadi, Semarang, mengatakan bahwa suda ada bakteri yang multiresisten, contohnya methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended-spectrum beta-lactamases (ESBL), mengutip laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes).

3. Menjadi pandemi tersembunyi 

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi emergensi (unsplash.com/camilo jimenez)

Perang melawan resistensi antibiotik dilakukan oleh seluruh dunia dan menjadi masalah serius. Hal tersebut disebabkan bakteri yang kian lama menjadi lebih kuat terhadap antibiotik.

Bakteri yang menjadi kuat ini makin berkembang dan saling meneruskan gen kekebalan ke bakteri-bakteri lainnya. Selain itu, penemuan antibiotik baru juga tidaklah mudah. Diperlukan waktu hingga bertahun-tahun untuk menemukan antibiotik baru, sedangkan bakteri yang ada sudah semakin kebal.

Dr. Susan Hopkins, kepala penasihat medis dari UK Health Security Agency (UKHSA) mengatakan bahwa resistensi antibiotik menjadi pandemi tersembunyi. Menurutnya, kasus ini akan meningkat jika tidak ditangani secara bertanggung jawab, dilansir BBC.

Baca Juga: Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasi

4. Perjalanan bakteri menjadi resisten 

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi bakteri menjadi kebal (unsplash.com/CDC)

Sama halnya manusia, bakteri juga ingin mempertahankan kehidupannya. Saat ada antibiotik yang masuk ke dalam tubuh, bakteri akan berupaya mempertahankan dirinya dengan melakukan mutasi agar lebih kuat. Maka, bila ketika ada antibiotik serupa, bakteri yang sudah menjadi kuat tidak akan mati. Bakteri yang kuat ini juga akan makin memperbanyak diri menjadi bakteri-bakteri yang lebih kuat, seperti dijelaskan di laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Bakteri yang telah menjadi kuat ini akan lebih sulit dilawan dengan antibiotik pada umumnya. Maka untuk melawannya, akan dibutuhkan antibiotik yang kelasnya lebih tinggi untuk melawan bakteri tersebut. Namun, apabila bakteri tersebut sangat kuat, maka penggunaan antibiotik apa pun tidak akan bisa melawannya. Ingat, bukan antibiotiknya yang terlalu lemah, tetapi bakterinya yang sudah terlalu kuat.

Hal itulah yang dikhawatirkan oleh pakar di seluruh dunia. Bila hal tersebut terjadi, maka penyakit ringan yang sebenarnya mudah disembuhkan bisa menjadi penyakit yang mematikan, karena tidak ada lagi antibiotik yang dapat melawan bakteri kebal tersebut.

5. Munculnya bakteri resisten saat ini 

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi bakteri resisten (pixabay.com/geralt)

Menurut WHO, saat ini telah ditemukan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Salah satunya adalah bakteri Escherichia coli yang telah resisten terhadap antibiotik Ciprofloxacin dengan tingkat resistensi yang bervariasi mulai 8,4 persen sampai 92,9 persen.

Selain itu, bakteri Klebsiella pneumoniae juga telah dilaporkan resisten, dengan tingkat resistensi 4,1 persen sampai 79,4 persen, berdasarkan laporan Global Antimicrobial Resistance and Use Surveillance System.  

Colistin menjadi satu-satunya pengobatan terakhir untuk infeksi yang disebabkan oleh E. coli dan K. pneumoniae yang sudah resisten. Sayangnya, saat ini telah ditemukan bakteri yang juga resisten terhadap antibiotik Colistin di beberapa negara, sehingga pengobatan antibiotik yang efektif sudah tidak tersedia.

6. Penyebab bakteri menjadi kebal 

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi penggunaan antibiotik tanpa resep (pexels.com/Anna Shvets)

Ada banyak penyebab bakteri menjadi kebal terhadap obat antibiotik, seperti penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, penggunaan antibiotik berlebihan, penggunaan antibiotik dari dokter yang tidak dihabiskan, sampai antibiotik yang digunakan untuk hewan ternak tanpa indikasi dari dokter hewan.

Menurut Kemenkes, ada 30-80 persen penggunaan antibiotik tidak sesuai indikasi. Ini menjadi masalah besar yang harus diselesaikan.

7. Cara mencegah agar bakteri tidak resisten 

Waspadai Pandemi Tersembunyi akibat Resistensi Antibiotik ilustrasi penggunaan antibiotik dengan bijak (pexels.com/Karolina Grabowska

Ada berbagai cara untuk mencegah agar bakteri tidak semakin kebal terhadap antibiotik. Cara mudah untuk mencegah bakteri agar tidak makin kebal yaitu:

  • Hanya menggunakan antibiotik dengan resep dokter
  • Tidak meminta antibiotik jika tidak diresepkan
  • Menghabiskan antibiotik yang diresepkan sesuai saran dokter dan apoteker
  • Jangan berbagi antibiotik
  • Cuci tangan secara teratur
  • Membersihkan bahan makanan dengan benar

Mari, bersama-sama mengambil peran untuk mencegah resistensi antibiotik dengan menggunakan antibiotik dengan bijak. Jangan sampai bakteri menjadi kebal karena ulah kita sendiri.

Baca Juga: 7 Cara Mencegah Infeksi Salmonella, Bakteri yang Ada dalam Makanan

Dewi Purwati Photo Verified Writer Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya