Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diare

Yuk, bijak dalam menggunakan antibiotik!

Diare adalah satu masalah kesehatan yang paling umum. Diare akut dengan tinja cair dan tidak berdarah umumnya bisa sembuh sendiri tanpa pengobatan. Namun, beberapa orang merasa terganggu dengan masalah ini sehingga perlu minum obat.

Obat diare akut yang paling dibutuhkan adalah rehidrasi. Rehidrasi diperlukan karena saat diare, tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit. Oralit merupakan obat bebas yang mudah didapat. Selain mengandung elektrolit yang sesuai dengan yang diperlukan tubuh, oralit juga mengandung glukosa. Namun, tak jarang beberapa orang mencari antibiotik untuk pengobatan diare akut, padahal pengobatan menggunakan antibiotik tanpa resep dokter tidak tepat dan dapat membahayakan.

Diare akut paling sering disebabkan oleh virus. Menurut keterangan dari American College of Gastroenterology, penyebab paling umum diare akut pada orang dewasa adalah norovirus, sedangkan pada anak-anak adalah rotavirus. Jadi, penggunaan antibiotik pada diare akut tidak tepat jika penyebabnya adalah virus.

Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh American Academy of Family Physicians (AAFP), bahwa diare akut yang tidak parah bisa sembuh dengan sendirinya. Penggunaan antibiotik pada diare akut sangat tidak direkomendasikan karena bisa menyebabkan resistensi. Selain itu, konsumsi antibiotik pada diare akut justru akan membunuh bakteri baik yang ada di usus.

Penggunaan antibiotik secara sembarangan menjadi ancaman dunia. Ini karena bakteri yang makin sulit untuk diobati menggunakan antibiotik karena sudah makin kebal. Dampaknya, tingkat infeksi makin parah, durasi rawat inap lebih lama, dan tingkat mortalitas makin tinggi.

1. Resistensi antibiotik 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi bakteri resisten (pixabay.com/geralt)

Resistensi antibiotik adalah kondisi ketika bakteri yang sebelumnya bisa dimusnahkan dengan antibiotik menjadi kebal, sehingga sulit untuk disembuhkan. Kondisi ini menyebabkan suatu penyakit infeksi makin sulit disembuhkan, bahkan bisa saja tidak bisa disembuhkan.

Resistensi antibiotik bukan diartikan tubuh yang menjadi kebal, tetapi bakteri atau kuman yang menjadi kebal, sehingga sulit untuk dibunuh dengan antibiotik pada umumnya. Untuk itu, diperlukan antibiotik dengan kelas lebih tinggi yang juga memiliki efek samping yang tinggi pula.

2. Penyebab bakteri menjadi resisten antibiotik 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi antibiotik (unsplash.com/Roberto Sorin)

Penggunaan antibiotik tanpa resep dokter menjadi salah satu penyebab resistensi antibiotik. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) tahun 2013, terdapat 35,2 persen rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi atau pengobatan sendiri, di mana sebanyak 86,1 persen di antaranya adalah obat antibiotik yang diperoleh tanpa resep dokter.  

Tidak menghabiskan antibiotik dari dokter juga menjadi pencetus terjadinya resistensi antibiotik. Ketika antibiotik tidak dihabiskan sesuai instruksi dokter, maka ada bakteri yang masih hidup. Bakteri yang masih hidup inilah yang akan memiliki gen kekebalan, sehingga jika ada antibiotik yang sama bakteri tersebut sudah tidak dibunuh.

3. Cara bakteri menjadi kebal 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi bakteri (pixabay.com/qimono)

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat menyebabkan hanya sebagian bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan mempelajari antibiotik yang berusaha membunuhnya. Apabila di lain waktu ada antibiotik yang sama dikonsumsi, maka bakteri tersebut sudah mampu mengenalinya karena sudah makin kebal dan tidak mati. Kekebalan inilah yang menyebabkan antibiotik tidak mampu lagi melawan bakteri yang sudah kebal.

Bakteri yang sudah kebal ini juga makin memperbanyak diri dan memperparah infeksi bakteri yang terjadi. Selain itu, bakteri tersebut juga memiliki kemampuan untuk memberi gen kekebalan ke bakteri lain, sehingga bakteri lain juga akan ikut menjadi kebal.

Begitu bakteri yang kebal antibiotik muncul, maka bakteri tersebut dapat menyebar ke lokasi lain, bahkan ke negara lain. Hal inilah yang menyebabkan kekhawatiran sehingga para pakar di seluruh dunia berusaha mencari cara agar resistensi antibiotik dapat dikendalikan, mengutip keterangan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Baca Juga: Resistensi Antimikroba, Tantangan Global yang Perlu Segera Diatasi

4. Bahaya resistensi antibiotik 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi pasien diinfus di rumah sakit (unsplash.com/Olga Kononenko)

Kasus resistensi antibiotik menjadi masalah global. Munculnya bakteri yang resisten terhadap antibiotik menjadikan pengobatan terhadap infeksi menjadi sulit. Hal tersebut menjadikan penyakit infeksi yang semula ringan menjadi penyakit yang mematikan akibat bakteri yang sudah kebal obat.

Hal tersebut juga dipersulit dengan penemuan antibiotik yang membutuhkan waktu bertahun-tahun, sedangkan bakteri resisten kian bertambah dan menyebar hingga ke berbagai negara.

Perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia, dr. Benyamin Sihombing, mengatakan bahwa pada tahun 2020, WHO telah menganalisis 26 kandidat antibiotik dalam penelitian yang nantinya akan digunakan untuk melawan 8 bakteri patogen prioritas dunia. Namun, hanya ada 2 obat yang mampu melawan bakteri multidrug resistance. Artinya, munculnya bakteri resisten dengan antibiotik lebih cepat dibanding penemuan antibiotik baru dan ampuh, seperti dilansir Kemenkes.

5. Kematian akibat resistensi antibiotik 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi ambulance (unsplash.com/Mat Napo)

Menurut data dari WHO, setidaknya 700 ribu orang meninggal dunia setiap tahun akibat infeksi bakteri yang resisten obat. Jika tidak segera ditanggulangi, diprediksi akan ada 10 juta orang wafat setiap tahun pada tahun 2050.

Tak hanya itu, penyakit infeksi ringan yang awalnya bisa diobati dengan mudah, seperti infeksi saluran pernapasan maupun infeksi saluran kemih, akan menjadi sulit disembuhkan. Selain itu, prosedur medis untuk menyelamatkan nyawa juga menjadi lebih berisiko karena adanya resistensi antibiotik.

6. Kasus resistensi antibiotik di Indonesia 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi kasus resistensi antibiotik di Indonesia (unsplash.com/Capturing the human heart)

Penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia yang dilakukan di dua rumah sakit, yaitu di RSUD Dr. Soetomo, Surabaya, dan RSUD Dr. Kariadi, Semarang, pada tahun 2000-2004, menemukan sudah ada bakteri multiresisten yaitu methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dan bakteri penghasil extended-spectrum beta-lactamases (ESBL), dilansir Kemenkes. Ini menjadikan resistensi antibiotik juga menjadi ancaman serius, tak terkecuali di Indonesia.

Salah satu upaya pemerintah untuk mencegah resistensi antibiotik di Tanah Air adalah kampanye GeMa CerMat atau Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat, yang mana salah satunya adalah penggunaan antibiotik dengan bijak.

Salah satu materi penggunaan antibiotik dengan bijak yang disampaikan oleh Kemenkes yaitu tidak membeli antibiotik tanpa resep dokter, tidak menggunakan antibiotik untuk selain infeksi bakteri, tidak menyimpan antibiotik untuk persediaan di rumah, tidak memberi antibiotik sisa kepada orang lain, dan tanyakan pada apoteker informasi tentang antibiotik bila ada yang tidak dimengerti.

7. Cara mencegah resistensi antibiotik 

Resistensi Antibiotik, Risiko Pakai Antibiotik Sembarangan saat Diareilustrasi apoteker (unsplash.com/National Cancer Institute)

Dilansir CDC, ada berbagai cara mudah untuk berpartisipasi mencegah resistensi antibiotik, yaitu:

  • Menggunakan antibiotik hanya dari resep dokter.
  • Tidak memaksa dokter memberikan antibiotik jika memang tidak diperlukan.
  • Menggunakan antibiotik sesuai saran dokter.
  • Tidak menyimpan antibiotik sisa. Tanyakan pada apoteker cara membuang obat yang benar. 
  • Jangan berbagi antibiotik ke orang lain.
  • Tanyakan kepada dokter dan apoteker jika kamu punya pertanyaan tentang antibiotik. 
  • Mencuci tangan dengan rutin.
  • Melakukan etika batuk dan bersin.
  • Tetap di rumah jika sedang sakit.

Jadi, jangan menggunakan antibiotik untuk kasus diare ringan atau penyakit lain tanpa resep dokter. Penggunaan antibiotik sembarangan dapat menyebabkan resistensi antibiotik yang dapat membahayakan nyawa. Yuk, bijak gunakan antibiotik mulai sekarang.

Baca Juga: Akibat Resistensi Antibiotik, 5 Penyakit Ini Jadi Lebih Mematikan

Dewi Purwati Photo Verified Writer Dewi Purwati

Health enthusiast

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya