Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatan

Ini merupakan kelainan genetik langka

Sindrom Blau atau Blau syndrome adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh mutasi genetik. Seseorang dengan sindrom ini bisa mengalami beberapa gejala yang memengaruhi berbagai area tubuh, termasuk peradangan pada kulit secara terus-menerus.

Gejala cenderung terjadi pada anak-anak sebelum usia 4 tahun. Untuk mewaspadainya, berikut informasi seputar sindrom Blau yang perlu kamu ketahui, mulai dari penyebab, gejala, risiko komplikasi, serta pengobatannya.

1. Penyebab sindrom Blau

Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatanilustrasi pasien dengan sindrom Blau (childrensinn.org)

Sindrom Blau merupakan penyakit monogenik yang disebabkan oleh mutasi tunggal pada gen NOD2. Gen ini menghasilkan protein yang berperan penting dalam fungsi sistem kekebalan tubuh, seperti membantu mempertahankan tubuh dari serangan bakteri atau virus penyebab penyakit serta peradangan.

Mutasi dari gen NOD2 menghasilkan protein yang terlalu aktif, sehingga menyebabkan peradangan yang abnormal. Namun, belum diketahui bagaimana aktivitas berlebihan dari protein ini menyebabkan peradangan spesifik yang menjadi ciri khas sindrom Blau.

2. Gejala sindrom Blau

Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatanilustrasi dermatitis granulomatosa (ijdvl.com/Rameshwar Gutte, Uday Khopkar)

Sindrom yang pertama kali dijelaskan oleh seorang dokter spesialis anak di Marshfield, Wisconsin, Amerika Serikat (AS), tahun 1985 ini merupakan gangguan inflamasi atau peradangan yang paling sering memengaruhi kulit, persendian, dan mata.

Gejala awalnya biasanya berupa peradangan kulit yang disebut dermatitis granulomatosa, yaitu kondisi ruam yang terjadi terus-menerus. Ruam bisa tampak bersisik atau membentuk benjolan keras (nodul) yang dirasakan di bawah kulit. Peradangan ini biasanya berkembang di lengan, kaki, dan batang tubuh.

Selain dermatitis granulomatosa, berikut gejala umum yang juga bisa terjadi pada sindrom Blau:

  • Artritis, ditandai dengan peradangan pada lapisan sendi (sinovitis), yang menyebabkan pembengkakan dan nyeri sendi. Pada kondisi yang parah, sinovitis dapat membatasi pergerakan dengan mengurangi rentang gerak di banyak sendi. Tendon dan sendi juga bisa meradang menyebabkan tenosinovitis.

  • Uveitis, yaitu pembengkakan dan peradangan pada lapisan tengah mata (uvea) yang dapat menyebabkan iritasi, nyeri mata, fotofobia (kepekaan terhadap cahaya terang), dan penglihatan kabur. Peradangan juga bisa terjadi pada struktur lain mata seperti lapisan pelindung terluar (konjungtiva), kelenjar air mata, retina, dan saraf optik.

  • Beberapa orang juga bisa mengembangkan penyakit ginjal, timbunan kalsium di ginjal, atau gagal ginjal kronis.
Sebuah studi dalam jurnal Rheumatology tahun 2014 melaporkan bahwa kemunculan dan perkembangan gejala sindrom Blau bervariasi. Ruam cenderung berkembang sekitar usia 1 tahun, masalah sendi pada usia 2 tahun, dan penyakit mata pada usia 4 tahun.

Baca Juga: Dewi Perssik Mengalami Ruam karena COVID-19, Ini Penjelasannya!

3. Komplikasi yang dapat terjadi

Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatanilustrasi otak manusia (pixabay.com/VSRao)

Selain gejala yang telah disebutkan sebelumnya, pada kasus yang lebih jarang, sindrom Blau juga dapat memengaruhi beberapa organ vital tubuh, seperti hati, limpa, kelenjar getah bening, pembuluh darah, otak, paru-paru, dan jantung.

Peradangan pada organ ini dapat mengganggu fungsinya dan menyebabkan komplikasi serius yang mengancam jiwa.

4. Sindrom Blau dapat diturunkan dari orang tua atau mutasi baru pada seseorang yang mengalaminya

Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatanilustrasi ayah dan anak (unsplash.com/Juliane Liebermann)

Sindrom Blau diwariskan secara autosomal dominan, di mana satu salinan gen yang bermutasi sudah cukup menyebabkan kelainan. Akan tetapi, beberapa pasien dengan sindrom ini terlahir dengan mutasi genetik tanpa memiliki riwayat keluarga yang bermasalah, atau biasa disebut sarkoidosis onset dini.

5. Diagnosis dan pengobatan sindrom Blau

Sindrom Blau: Penyebab, Gejala, Diagnosis, Komplikasi, dan Pengobatanilustrasi obat-obatan (IDN Times/Mardya Shakti)

Karena termasuk kondisi langka, beberapa spesialis mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis sindrom Blau, mengutip Medical News Today.

Dokter terlebih dulu akan meninjau riwayat medis pribadi dan keluarga, menilai semua gejala, dan melakukan pemeriksaan fisik. Dokter juga dapat memesan tes laboratorium untuk menyingkirkan kondisi lain dan memeriksa cairan sendi dan luka kulit untuk penanda spesifik sindrom Blau.

Jika mencurigai bayi memiliki sindrom tersebut, dan bayi memiliki gejala sendi, mata, dan kulit, dokter mungkin akan memberikan rujukan untuk pengujian genetik.

Pengujian genetik memeriksa penyimpangan dalam kromosom, gen tunggal, atau potongan DNA, serta untuk tingkat aktivitas atau jumlah protein.

Hingga saat ini tidak ada obat untuk sindrom Blau. Namun, gejalanya bisa diatasi dengan beberapa perawatan dengan obat-obatan tertentu. Menurut sebuah artikel yang diterbitkan dalam jurnal Hindawi tahun 2015, steroid digunakan sebagai pengobatan utama untuk sindrom ini.

Selain itu, obat imunosupresan dan agen biologis yang melawan tumor nekrosis faktor alfa, seperti adalimumab, juga dapat membantu bersamaan dengan steroid. 

Sindrom Blau adalah kondisi genetik yang menyebabkan peradangan di seluruh tubuh, yang mana diperkirakan terjadi pada kurang dari 1 dari 1 juta anak di seluruh dunia. Meskipun tidak ada obatnya, tetapi berbagai obat dapat membantu memperlambat perkembangannya dan mengelola gejalanya.

Jika kamu atau anak mengalami gejala-gejala yang mengarah pada sindrom ini, segera konsultasi dengan dokter sesegera mungkin. Semoga bermanfaat!

Baca Juga: 8 Cara Mengatasi Ruam Kulit, Ampuh dan Bisa Dilakukan di Rumah

Dwi wahyu intani Photo Verified Writer Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya