Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamuk

Ditandai dengan bentol yang meradang dan meluas

Gigitan nyamuk memang dapat menyebabkan bentol dan rasa gatal yang mengganggu. Dalam beberapa waktu, ia bisa reda dan hilang dengan sendirinya. Namun, jika gejala semakin meradang, meluas, hingga menyebabkan demam selama berhari-hari, bisa jadi merupakan tanda kondisi yang disebut dengan sindrom skeeter.

Sindrom skeeter merupakan kondisi yang jarang terjadi yang disebabkan oleh alergi terhadap gigitan nyamuk. Terkadang, kondisi ini juga disalahartikan dengan beberapa jenis infeksi karena gejalanya hampir mirip. Untuk mengenalinya lebih lanjut, yuk, simak beberapa fakta medis sindrom skeeter berikut ini.

1. Penyebab sindrom skeeter

Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamukilustrasi nyamuk (pixabay.com/lksuperboy)

Sindrom skeeter adalah kondisi yang terjadi karena sistem kekebalan tubuh bereaksi berlebihan terhadap protein dalam air liur nyamuk. Pada kondisi normal, gigitan nyamuk memang juga menyebabkan reaksi dari sistem kekebalan tubuh, tetapi ringan. Sementara pada sindrom skeeter, reaksi tersebut sangat kuat hingga menyebabkan alergi.

Saat nyamuk menggigit, ia tak hanya akan mengisap darah, tetapi juga mengeluarkan air liurnya dalam aliran darah untuk mencegah pembekuan darah. Nah, air liur tersebut mengandung beberapa protein, yang bagi sebagian orang dapat menyebabkan reaksi alergi serius yang disebut dengan sindrom skeeter. Sementara penyebab pasti dari timbulnya reaksi tersebut masih belum diketahui secara medis. 

2. Tanda dan gejala sindrom skeeter

Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamukilustrasi gejala alergi (pixabay.com/nastya_gepp)

Orang yang memiliki sindrom skeeter akan mengembangkan peradangan yang signifikan dalam 8 hingga 10 jam setelah mendapatkan gigitan nyamuk. Termasuk di antaranya:

  • Bentol atau pembengkakan yang meluas.
  • Kehangatan pada kulit.
  • Adanya perubahan warna atau tekstur kulit, misalnya menjadi kemerahan atau lebih gelap.
  • Nyeri, yang menyerupai apa yang terjadi ketika ada infeksi.
  • Gatal.
  • Lepuh.
  • Demam.

Jika dibandingkan dengan reaksi gigitan nyamuk normal, peradangan pada sindrom skeeter jauh lebih luas dan bertahan lama. Berikut perbedaannya seperti yang dijelaskan oleh dokter kulit Catherine Newman dari Mayo Clinic Rochester, Minnesota, yang dilansir Everyday Health:

  • Gigitan nyamuk normal: ditandai dengan bentol dan kemerahan yang memuncak dalam waktu sekitar 20 menit setelah gigitan nyamuk. Benjolan ini biasanya kecil, kurang lebih berdiameter 2 sentimeter.
  • Sindrom skeeter: pembengkakan dan kemerahan dapat meluas dari diameter 2 hingga 10 sentimeter dalam satu jam pertama gigitan. Di mana bilur ini dapat terus meluas dan berkembang dalam beberapa hari ke depan.

Baca Juga: Mengenal DEET, Bahan Aktif yang Ampuh Mengusir Nyamuk

3. Siapa saja yang dapat mengembangkan sindrom skeeter?

Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamukilustrasi digigit nyamuk (pexels.com/Kamaji Ogino)

Sindrom skeeter dapat memengaruhi siapa saja dari berbagai jenis kelamin atau usia. Namun, ada beberapa kelompok yang mungkin lebih rentan terhadap kondisi ini, yaitu:

  • Anak-anak yang masih sangat muda karena sistem kekebalan tubuh yang masih lemah atau belum terbentuk untuk gigitan nyamuk.
  • Orang dewasa yang lebih tua karena kemungkinan penurunan sistem imun tubuh.
  • Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh. 
  • Mendapat gigitan nyamuk yang belum pernah didapatkan sebelumnya. Sebab nyamuk memiliki protein yang berbeda dari jenis ke jenis.

4. Diagnosis sindrom skeeter

Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamukilustrasi pengusir nyamuk (pixabay.com/Saydung89)

Sindrom skeeter biasanya mudah dikenali dengan melihat gejala yang berkembang, yaitu adanya pembengkakan dan kemerahan yang besar dan meluas setelah digigit nyamuk. Selain itu, dokter juga akan menanyakan beberapa hal terkait potensi gigitan tersebut, seperti riwayat bepergian ke daerah tertentu, rentang waktu antara timbulnya ruam dan gigitan nyamuk, dan lain sebagainya.

Sejauh ini, tidak ada tes darah khusus yang digunakan untuk memeriksa antibodi nyamuk dalam darah. Jadi, tes darah tidak diperlukan untuk mendiagnosis sindrom skeeter.

5. Penanganan dan pencegahan

Mengenal Sindrom Skeeter, Reaksi Berlebihan pada Gigitan Nyamukilustrasi pengusir nyamuk (pexels.com/doTERRA International, LLC)

Penanganan sindrom skeeter biasanya melibatkan pemberian obat, seperti:

  • Antihistamin oral, yaitu obat khusus alergi. Misalnya cetirizine dan fexofenadine.
  • Pemberian krim hidrokortison pada area gigitan nyamuk untuk mengurangi peradangan.
  • Penggunaan obat pereda nyeri atau penurun demam yang dijual bebas. Misalnya ibuprofen.
  • Pemberian kortikosteroid sistemik jika gejalanya parah.
  • Kompres es di area sekitar gigitan juga dapat membantu meringankan kondisinya.

Sindrom skeeter biasanya dapat sembuh dalam waktu 3 sampai 10 hari. Meskipun demikian, kondisi ini juga dapat dicegah melalui beberapa praktik mudah. Misalnya dengan menggunakan obat anti nyamuk (repellant), menggunakan pakaian panjang saat berada di luar rumah atau di daerah rentan persebaran nyamuk, tidak membiarkan air menggenang, atau memasang jaring antinyamuk di tempat tidur.

Sindrom skeeter merupakan kondisi yang jarang, namun bisa sangat mengkhawatirkan karena reaksi alergi yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, jika kamu mengalami kondisi ini dan tidak segera membaik dengan pengobatan rumahan, segeralah pergi ke dokter untuk mencari bantuan. 

Baca Juga: 7 Tanaman Ini Ampuh buat Usir Nyamuk, Pernah Coba?

Dwi wahyu intani Photo Verified Writer Dwi wahyu intani

@intanio99

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Izza Namira

Berita Terkini Lainnya