Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatan

Radang otak akut yang bisa mengancam nyawa

Ensefalitis atau enchepalitis adalah peradangan akut pada otak. Karenanya, ensefalitis juga dikenal sebagai radang otak. Peradangan mengakibatkan otak membengkak, sehingga memicu sakit kepala, leher kaku, kepekaan terhadap cahaya, kejang, dan juga kebingungan mental.

Ensefalitis termasuk penyakit langka yang bisa mengancam nyawa penderitanya bila tidak segera mendapat pengobatan. Pasien yang masih muda umumnya bisa sembuh tanpa memiliki banyak masalah kesehatan. Namun, pasien yang berusia lanjut berisiko tinggi mengalami komplikasi, bahkan tak jarang berakhir pada kematian.

Menurut keterangan di laman Encephalitis Society, diperkirakan 500 ribu orang terdampak ensefalitis secara global setiap tahunnya dan 78 persen orang di dunia tidak tahu apa itu ensefalitis. Padahal, penyakit ini perlu diwaspadai karena ancamannya yang tak main-main.

1. Penyebab

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi ensefalitis (hopkinsmedicine.org)

Dilansir Medical News Today, ensefalitis berkembang karena infeksi langsung ke otak yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, atau ketika sistem kekebalan tubuh secara keliru menyerang jaringan otak.

Namun, ensefalitis paling sering terjadi karena infeksi virus (ensefalitis virus). Beberapa virus yang bisa menyebabkan ensefalitis yaitu:

  • Virus herpes simpleks (HSV): HSV tipe 1 terkait dengan luka dingin, dan lepuh demam (atau luka dingin) di sekitar mulut. Sementara itu, HSV tipe 2 berhubungan dengan herpes genital yang bisa menyebabkan ensefalitis. Ensefalitis karena HSV tipe 1 jarang terjadi, tetapi bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian.

  • Virus herpes lainnya: seperti virus Epstein-Barr yang sering menyebabkan infeksi mononukleosis, dan virus varicella zoster yang biasanya menyebabkan cacar air dan herpes zoster.

  • Enterovirus: virus ini termasuk virus polio dan coxsackievirus, yang biasanya memicu penyakit yang gejalanya mirip dengan flu, sakit perut, dan radang mata.

  • Virus yang dibawa nyamuk: bisa menyebabkan infeksi seperti West Nile, ensefalitis La Crosse, ensefalitis Saint Louis, Western equine encephalomyelitis virus, dan Eastern equine encephalitis. Gejala infeksi kemungkinan muncul dalam beberapa hari hingga beberapa minggu sesudah terpapar dengan virus yang dibawa nyamuk.

  • Virus yang ditularkan melalui kutu: virus Powassan dibawa oleh kutu dan mengakibatkan ensefalitis di area Midwestern Amerika Serikat (AS). Gejala biasanya muncul sekitar satu minggu sesudah gigitan kutu yang telah terinfeksi.

  • Virus rabies: infeksi virus rabies yang biasanya ditularkan melalui gigitan hewan yang terinfeksi mengakibatkan perkembangan cepat menjadi ensefalitis begitu gejala muncul. Rabies merupakan penyebab ensefalitis langka di AS.

  • Infeksi anak: infeksi umum pada masa kanak-kanak, yaitu seperti campak (rubeola), gondongan, dan campak jerman (rubela), dulunya adalah penyebab ensefalitis sekunder yang cukup umum. Namun, penyebab ini sekarang jarang terjadi karena tersedianya vaksinasi untuk penyakit-penyakit tersebut.

Menurut keterangan dari Johns Hopkins Medicine, penyebab paling umum ensefalitis virus yaitu HSV tipe 1 dan 2, virus varicella zoster, dan enterovirus.

2. Jenis

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi ensefalitis (wfneurology.org)

Ensefalitis terdiri dari dua jenis utama, yaitu primer dan sekunder.

Ensefalitis primer terjadi saat virus secara langsung menginfeksi otak dan sumsum tulang belakang. Selain virus, infeksi juga bisa disebabkan oleh jamur dan bakteri. Ensefalitis primer (menular) terbagi menjadi tiga kategori utama virus, yaitu:

  • Virus umum, seperti HSV dan virus Epstein-Barr
  • Virus masa kanak-kanak, seperti campak dan gondongan
  • Arboviruses (disebarkan oleh nyamuk, kutu, dan juga serangga lainnya), seperti ensefalitis Jepang, ensefalitis West Nile, dan ensefalitis tick-borne

Pada ensefalitis sekunder, infeksi dimulai di tempat lain di tubuh, kemudian menyebar ke otak. Ensefalitis sekunder, atau biasa disebut dengan pascainfeksi, terjadi ketika sistem kekebalan merespons infeksi sebelumnya dan secara keliru menyerang sel-sel sehat pada otak. Ensefalitis sekunder juga bisa disebabkan oleh komplikasi infeksi virus.

Baca Juga: Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

3. Gejala

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi demam (freepik.com/prostooleh)

Gejala ensefalitis bisa dimulai dari yang ringan hingga yang parah. Dilansir Healthline, gejala-gejalanya meliputi:

  • Gejala ringan: demam, sakit kepal, leher kaku, muntah, kelelahan.
  • Gejala parah: demam sekitar 39,4 derajat Celcius atau lebih tinggi, kebingungan, kantuk, gerakan lebih lambat, mudah marah, kejang, peka terhadap cahaya, hilang kesaradaan, dan koma.

Bayi atau anak kecil memiliki gejala yang berbeda dengan orang yang lebih tua. Gejala ensefalitis pada bayi atau anak kecil yaitu:

  • Muntah
  • Nafsu makan yang buruk
  • Kekakuan tubuh
  • Fontanel menonjol (titik lunak di kulit kepala)
  • Menangis terus-menerus

4. Faktor risiko

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, PengobatanTick-borne encephalitis virus. (journals.plos.org)

Ensefalitis bisa terjadi pada semua orang. Namun, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengembangkan ensefalitis. Dilansir Mayo Clinic, faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko ensefalitis dapat meliputi:

  • Usia: beberapa jenis ensefalitis bisa lebih umum atau lebih parah pada kelompok usia tertentu. Ensefalitis umumnya menyerang anak kecil dan dewasa yang lebih tua. Mereka berisiko lebih tinggi terkena sebagian besar jenis ensefalitis virus.
  • Sistem kekebalan yang lemah: pasien HIV/AIDS, mengonsumsi obat penekan kekebalan, atau mempunyai kondisi kesehatan lain yang bisa menyebabkan sistem kekebalan menjadi lemah berisiko lebih tinggi mengembangkan ensefalitis.
  • Wilayah geografis: virus yang ditularkan melalui nyamuk atau kutu umumnya terjadi di wilayah geografis tertentu.
  • Musim tahunan: penyakit yang ditularkan oleh nyamuk dan kutu cenderung lebih umum pada musim panas di banyak wilayah AS.

5. Komplikasi yang bisa terjadi

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi gangguan pendengaran (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Penderita ensefalitis yang ringan biasanya bisa sembuh total dalam beberapa hari tanpa efek samping yang berkepanjangan. Namun, meski diagnosis dan juga pengobatan menunjukkan hasil yang baik, ensefalitis tetap bisa menyebabkan kematian pada 10 persen pasien. 

Pada kondisi yang parah, komplikasi bisa bertahan selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, bahkan bisa dialami seumur hidup.

Komplikasi biasanya terjadi pada orang yang lebih tua, mengalami koma, serta penderita yang tidak mendapatkan perawatan yang semestinya.

Komplikasi akibat ensefalitis bisa termasuk:

  • Hilang ingatan (amnesia) 
  • Perubahan kepribadian 
  • Kelelahan
  • Kelemahan fisik
  • Epilepsi
  • Gangguan penglihatan
  • Gangguan pendengaran 
  • Cacat intelektual
  • Gangguan bicara
  • Kurangnya koordinasi otot
  • Sulit bernapas 
  • Koma

6. Diagnosis

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi CT scan untuk diagnosis ensefalitis (pixabay.com/Bokskapet)

Dalam proses diagnosis, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien dan melakukan serangkaian tes jika mencurigai bahwa gejala yang dimiliki terkait dengan ensefalitis. Beberapa tes untuk mendiagnosis ensefalitis antara lain:

  • Tap tulang belakang atau tusukan lumbal: dokter akan memasukkan jarum ke punggung bawah pasien untuk mengambil sampel cairan tulang belakang. Setelahnya, sampel akan diuji untuk mencari adanya tanda infeksi.

  • Pencitraan otak dengan CT scan atau MRI: CT scan atau MRI bisa mendeteksi perubahan pada struktur otak serta mengesampingkan kemungkinan adanya kondisi lain seperti tumor dan stroke. Virus tertentu punya kecenderungan untuk menyerang area tertentu di otak. Melihat bagian otak yang terpengaruh bisa membantu dokter untuk menentukan jenis virus yang dimiliki pasien.

  • Elektroensefalograf (EEG): EEG menggunakan elektroda (cakram logam kecil dengan kabel) yang menempel pada kulit kepala, untuk merekam aktivitas otak. EEG tidak mampu mendeteksi virus yang menyebabkan ensefalitis. Namun, pola tertentu pada EEG bisa menunjukkan sumber infeksi dari gejala pasien. Ensefalitis bisa menyebabkan kejang serta koma pada tahap selanjutnya. Oleh sebab itu, EEG sangat penting dalam menentukan bagian otak yang terpengaruh dan jenis gelombang otak yang terjadi pada setiap area.

  • Tes darah: bisa menunjukkan tanda-tanda virus. Namun, tes darah jarang menjadi tes tunggal karena harus dilakukan dengan jenis tes lainnya.

  • Biopsi otak: dokter akan mengeluarkan sampel kecil pada jaringan otak untuk menguji infeksi. Namun, prosedur ini jarang dilakukan karena memiliki risiko komplikasi yang tinggi. Prosedur ini hanya dilakukan jika dokter tidak bisa menemukan penyebab dari pembengkakan otak atau jika pengobatan mengalami kegagalan.

7. Pengobatan

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi pengobatan ensefalitis (pexels.com/Pixabay)

Setelah ensefalitis terdiagnosis, pasien harus segera mendapat perawatan agar bisa terhindar dari komplikasi berbahaya. Dokter akan memberikan perawatan sesuai gejala dan penyebab yang mendasarinya. Menurut keterangan dari Johns Hopkins Medicine, beberapa perawatan untuk ensefalitis yaitu:

  • Obat antivirus untuk melawan infeksi virus yang memengaruhi otak.
  • Antibiotik untuk mengatasi infeksi bakteri yang bisa menyebabkan ensefalitis.
  • Imunoterapi seperti antibodi intravena (IVIg) atau pertukaran plasma, steroid untuk mengatasi jenis ensefalitis tertentu.
  • Pengobatan atau terapi lainnya untuk mengontrol kejang.
  • Sebuah selang pernapasan, kateter urine, atau selang makanan kemungkinan diperlukan jika ensefalitis membuat penderitanya kehilangan kesadaran.

Untuk pasien yang kejang, yang tidak bisa merespons obat antikejang dengan baik, maka bisa disarankan untuk melakukan diet ketogenik, yang tinggi lemak tetapi rendah karbohidrat. Diet ini bisa membantu mengurangi kejang pada epilepsi yang resistan terhadap obat pada anak-anak, serta orang dewasa dan pasien dengan ensefalitis autoimun seperti ensefaltitis reseptor anti-NMDA.

Selain itu, pasien kemungkinan juga memerlukan beberapa terapi tambahan untuk membantu proses pemulihan, di antaranya adalah:

  • Terapi fisik: untuk meningkatkan kekuatan, koordinasi, keseimbangan, dan fleksibilitas.
  • Terapi okupasi: untuk membantu mengembangkan kembali keterampilan sehari-hari.
  • Terapi wicara: untuk membantu mempelajari kembali kontrol otot yang dibutuhkan untuk berbicara.
  • Psikoterapi: untuk membantu strategi mengatasi gangguan mood atau perubahan kepribadian.

8. Pencegahan

Ensefalitis: Penyebab, Gejala, Jenis, Komplikasi, Pengobatanilustrasi vaksinasi (smartparenting.com)

Meski ensefalitis tidak selalu bisa dicegah, tetapi risikonya bisa diturunkan dengan mendapatkan vaksinasi virus yang bisa menyebabkan ensefalitis.

Selain itu, gunakan losion anti nyamuk atau memakai pakaian panjang di area di mana nyamuk dan kutu berada. Bila kamu akan bepergian ke daerah yang banyak kasus virus ensefalitis, konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan rekomendasi vaksinasi.

Itulah deretan fakta ensefalitis, radang otak akut yang akibatnya bisa fatal. Baiknya segera periksakan diri ke dokter bila mengalami gejala-gejala yang disebutkan di atas dan jika memiliki faktor risiko. Makin cepat penyakit berbahaya ini mendapat perawatan yang tepat, makin besar pula peluang kesembuhannya dan terhindar dari komplikasi yang berpotensi fatal.

Baca Juga: 5 Penyebab Kaki Sering Kejang di Malam Hari, Kamu Mesti Tahu Nih!

Eliza Ustman Photo Verified Writer Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya