Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?

Perempuan usia berapa pun bisa terkena kanker serviks

Kanker serviks adalah jenis kanker yang dimulai di leher rahim. Serviks merupakan silinder berongga yang menghubungkan bagian bawah rahim ke vagina. Sebagian besar kanker serviks dimulai pada sel-sel di luar permukaan serviks.

Perempuan usia berapa pun bisa terkena kanker serviks, tetapi kondisi ini terutama menyerang perempuan yang aktif secara seksual usia antara 30 dan 45 tahun. Kanker serviks sangat jarang terjadi pada perempuan usia di bawah 25 tahun, mengutip NHS Inform. 

Menurut keterangan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks merupakan kanker yang paling umum ke-4 di kalangan perempuan secara global, dengan perkiraan 604.000 kasus baru dan 342.000 kematian pada tahun 2020. Sekitar 90 persen kasus baru dan kematian di seluruh dunia pada tahun 2020 terjadi di negara penghasilan rendah dan menengah.

Di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terdapat keterbatasan akses terhadap langkah-langkah pencegahan, dan kanker serviks sering kali tidak teridentifikasi hingga sudah stadium lanjut dan gejala berkembang. Selain itu, akses ke pengobatan lesi kanker (misalnya operasi, radioterapi, dan kemoterapi) kemungkinan juga terbatas, sehingga menyebabkan tingkat kematian yang lebih tinggi di negara-negara tersebut.

Sebagian besar kasus kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus (HPV) yang paling sering ditularkan selama aktivitas seksual. Oleh karena itu, orang yang pernah berhubungan seks berisiko terkena kanker serviks.

Lantas, kalau tidak pernah berhubungan seks apakah bisa terkena kanker serviks? Untuk mengetahui jawabannya, mari simak ulasannya di bawah ini!

1. Bagaimana kanker serviks bisa terjadi?

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi sel kanker (freepik.com/kjpargeter)

Kanker serviks dimulai saat sel sehat di serviks mengalami perubahan (mutasi) pada DNA mereka. DNA sel berisi instruksi yang memberi tahu sel tentang apa yang harus dilakukan. Sel-sel sehat tumbuh dan berkembang biak dengan kecepatan yang ditentukan, akhirnya mati pada waktu yang ditentukan. Mutasi memberi tahu sel untuk tumbuh dan berkembang biak di luar kendali, dan mereka tidak mati. 

Sel-sel abnormal yang terakumulasi membentuk massa (tumor). Sel-sel kanker menyerang jaringan terdekat dan bisa terlepas dari tumor untuk menyebar (bermetastasis) ke bagian dalam tubuh lainnya. Tidak jelas apa yang menyebabkan kanker serviks, tetapi yang pasti HPV berperan.

Menurut WHO, sebagian besar kasus kanker serviks (lebih dari 95 persen) disebabkan oleh HPV. HPV merupakan infeksi virus yang paling umum pada saluran reproduksi. Ada sekitar 100 jenis HPV berbeda, tetapi hanya jenis tertentu yang menyebabkan kanker serviks.

Tidak semua orang yang dites positif HPV akan terus berkembang menjadi kanker serviks. Dilansir Healthline, dua jenis HPV yang paling sering menyebabkan kanker yaitu HPV-16 dan HPV-18. Kedua jenis ini menyebabkan 70 persen kasus kanker serviks. 

Selain kanker serviks, HPV juga bisa menyebabkan kanker lain pada pria dan perempuan, yaitu meliputi kanker vulva, kanker vagina, kanker penis, kanker anus, dan kanker tenggorokan. Kanker serviks sejauh ini merupakan penyakit terkait HPV yang paling umum.

Sebagian besar perempuan dan pria yang aktif secara seksual akan terinfeksi HPV pada suatu saat dalam hidup mereka, dan beberapa di antaranya kemungkinan terinfeksi berulang kali. Namun, lebih dari 90 persen populasi yang terinfeksi akhirnya sembuh dari infeksi. Meskipun sebagian besar infeksi HPV sembuh dengan sendirinya dan sebagian besar lesi pra kanker sembuh secara spontan, tetapi ada risiko bagi seluruh perempuan bahwa infeksi HPV bisa menjadi kronis dan lesi pra kanker berkembang menjadi kanker serviks invasif.

Diperlukan waktu sekitar 15 hingga 20 tahun untuk kanker serviks berkembang pada perempuan dengan sistem kekebalan yang normal. Namun, pada perempuan dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti karena infeksi HIV yang tidak diobati, maka kanker bisa berkembang lebih cepat, yaitu dalam waktu 5 hingga 10 tahun.

Aktif secara seksual pada usia muda juga bisa meningkatkan risiko kanker serviks. Para peneliti menduga bahwa peningkatan risiko ini karena serviks berubah selama masa pubertas. Perubahan ini mengakibatkan area tersebut lebih rentan terhadap kerusakan. 

Dilansir Cancer Research UK, walaupun perempuan bisa terinfeksi oleh HPV pada usia berapa pun, tetapi infeksi pada usia yang sangat muda kemungkinan sangat berbahaya, karena mereka mempunyai lebih banyak waktu untuk mengakibatkan kerusakan, yang pada akhirnya menyebabkan kanker.

Menurut studi dalam British Journal of Cancer, perempuan berisiko dua kali lipat terkena kanker serviks jika mereka berhubungan seks pada usia dini. Risiko kanker serviks lebih tinggi pada perempuan yang melakukan hubungan seks pertama kali pada usia 20 tahun, dibandingkan dengan yang melakukan seks pertama kali pada usia 25 tahun.

2. Bisakah terkena kanker serviks walau tak pernah berhubungan seks?

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi berhubungan seks (unsplash.com/Womanizer Toys)

Seks penetratif bukan satu-satunya cara penularan HPV. Sebab, sel HPV bisa hidup di lebih banyak area tubuh. Mereka kadang hadir di anus, mulut, dan tenggorokan. Kontak kulit ke kulit seperti ketika seks oral atau jenis aktivitas seks lainnya seperti sentuhan genital juga bisa menularkan virus.

Namun, orang yang tidak pernah melakukan hubungan seksual atau jenis aktivitas seksual apa pun tidak mungkin mempunyai HPV dan berisiko paling rendah terkena kanker serviks. Ada beberapa faktor risiko kanker serviks yang tidak berkaitan dengan berhubungan seks, misalnya merokok.

Dilansir Healthline, perempuan yang merokok dua kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding yang tidak perokok. Penelitian menunjukkan bahwa produk sampingan dari produk tembakau bisa merusak DNA sel serviks. Riset juga menunjukkan bahwa di antara perempuan dengan infeksi HPV, mereka yang merokok mempunyai viral load yang jauh lebih tinggi di serviks. Ini meningkatkan risiko kanker serviks.

Selain merokok, orang dengan sistem kekebalan yang lemah juga mempunyai risiko lebih tinggi terkena kanker serviks. Sebab, mempunyai sistem kekebalan yang terganggu bisa memengaruhi kemampuan tubuh untuk melawan virus, sel kanker, dan pertumbuhan tumor.

Penyebab melemahnya sistem kekebalan tubuh meliputi:

  • HIV.
  • Kanker.
  • Kemoterapi atau obat penekan kekebalan (seperti imunosupresan).
  • Kondisi autoimun.
  • Transplantasi organ.

Menurut catatan WHO, perempuan yang hidup dengan HIV memiliki risiko 6 kali besar untuk mengembangkan kanker serviks daripada perempuan tanpa HIV. Selain dari hubungan seksual, kita juga bisa tertular HIV dari:

  • Berbagi jarum suntik narkoba dengan seseorang yang menderita HIV.
  • Dari ibu ke anak. Seorang perempuan yang hamil, bisa menyebarkan virus ke janinnya melalui sirkulasi darah bersama, atau ibu menyusui bisa menularkannya kepada bayi melalui ASI.
  • Melalui jarum suntik atau benda tajam lainnya yang terkontaminasi HIV (terutama petugas kesehatan).

Nah, karena orang yang tidak pernah berhubungan seksual juga berisiko terkena kanker serviks, maka upaya pencegahan perlu dilakukan. Caranya dengan Pap smear rutin dan mendapatkan vaksinasi HPV lengkap, terutama jika memiliki faktor-faktor risiko di atas.

Baca Juga: Mengapa Virus HPV Bisa Menyebabkan Kanker Serviks?

3. Tanda dan gejala kanker serviks yang perlu diwaspadai

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi gejala kanker serviks (freepik.com/stefamerpik)

Saat menunjukkan gejala kanker serviks, temuilah dokter untuk evaluasi, diagnosis, dan pengobatan lebih lanjut. Untuk kasus kanker serviks dan jenis kanker lainnya yang menyerang organ reproduksi perempuan, temui dokter kandungan subspesialis onkologi.

Gejala kanker serviks stadium awal di antaranya:

  • Bercak darah tidak teratur atau perdarahan ringan di antara periode pada perempuan usia subur.
  • Bercak atau perdarahan pascamenopause.
  • Pendarahan sesudah berhubungan seksual.
  • Keputihan meningkat, terkadang berbau busuk.

Seiring perkembangan kanker serviks, gejala yang lebih parah yang bisa muncul antara lain:

  • Sakit punggung, kaki, atau panggul yang terus-menerus.
  • Kehilangan nafsu makan, kelelahan, dan penurunan berat badan.
  • Keluarnya bau busuk dan ketidaknyamanan pada vagina.
  • Pembengkakan kaki atau kedua ekstremitas bawah.

Gejala parah lainnya kemungkinan muncul pada stadium lanjut dan tergantung pada organ mana kanker menyebar.

Baca Juga: Mengapa Virus HPV Bisa Menyebabkan Kanker Serviks?

4. Bagaimana pengobatan kanker serviks?

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi dirawat di rumah sakit (freepik.com/tirachardz)

Menentukan jenis pengobatan kanker serviks tergantung pada beberapa faktor, seperti stadium kanker, usia, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan. Pengobatan kanker serviks stadium awal, yaitu ketika kanker masih berada di dalam serviks, memiliki tingkat keberhasilan yang baik.

Namun, jika kanker makin jauh menyebar dari daerah asalnya, maka makin rendah pula tingkat keberhasilan pengobatan. Dilansir Medical News Today, pilihan pengobatan kanker serviks meliputi operasi, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi ketiganya.

Operasi merupakan metode pengobatan umum saat kanker belum menyebar dari leher rahim. Terapi radiasi bisa membantu setelah operasi, jika dokter yakin bahwa sel kanker kemungkinan masih ada di dalam tubuh pasien.

Selain itu, terapi radiasi juga bisa menurunkan risiko kekambuhan (kanker datang kembali). Beberapa dokter menyebut terapi radiasi sebagai onkologi radiasi atau XRT. Metode pengobatan ini melibatkan penggunaan sinar-X atau radiasi berenergi tinggi untuk menghancurkan sel-sel kanker.

Terapi radiasi dapat menyebabkan beberapa efek samping, yang beberapa di antaranya kemungkinan tidak muncul hingga perawatan selesai. Berikut beberapa efek samping dari terapi radiasi:

  • Diare.
  • Mual. 
  • Sakit perut.
  • Iritasi kandung kemih.
  • Penyempitan vagina.
  • Siklus haid terganggu.

Jika ahli bedah ingin mengecilkan tumor agar lebih mudah untuk dioperasi, kemoterapi bisa dilakukan, meskipun ini bukan pendekatan yang umum. Kemoterapi digunakan untuk menghancurkan sel kanker.

Dokter menggunakan kemoterapi untuk menargetkan sel kanker yang tidak bisa atau tidak bisa diangkat lewat operasi, atau untuk membantu gejala pasien kanker stadium lanjut. Efek samping kemoterapi bisa bervariasi dan tergantung obat yang digunakan. Efek samping kemoterapi yang lebih umum yaitu meliputi:

  • Diare.
  • Mual.
  • Rambut rontok.
  • Kelelahan.
  • Infertilitas.
  • Menopause dini.

Saat kanker telah menyebar ke luar serviks, maka pembedahan biasanya bukan pilihan. Dokter menyebut kanker stadium lanjut sebagai kanker invasif karena telah menyerang bagian tubuh lainnya.

Jenis kanker ini memerlukan perawatan yang lebih ekstensif, yang umumnya melibatkan terapi radiasi atau kombinasi radiasi dan kemoterapi. Pada kanker stadium lanjut, dokter juga akan memberikan terapi paliatif untuk meredakan gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

5. Bagaimana prospek jangka panjang pasien kanker serviks?

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi pasien membaca buku (freepik.com/freepik)

Untuk kanker serviks yang terdeteksi pada stadium awal, maka tingkat kelangsungan hidup 5 tahun adalah 92 persen. Namun, setelah kanker menyebar di area panggul, maka tingkat kelangsungan hidup 5 tahun turun menjadi 56 persen.

Jika kanker sudah menyebar ke bagian tubuh yang jauh, maka kelangsungan hidup makin menurun hingga menjadi hanya 17 persen, mengutip Healthline. Oleh sebab itu, pengujian rutin penting untuk meningkatkan angka harapan hidup pasien kanker serviks. Saat kanker terdeteksi lebih awal, maka itu sangat bisa diobati.

6. WHO merekomendasikan vaksinasi HPV sejak dini dan tes HPV agar lebih efektif untuk mencegah kanker serviks

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi mendapat vaksin HPV (freepik.com/freepik)

Salah satu cara paling efektif untuk mencegah kanker serviks adalah dengan mendapat vaksinasi HPV. Saat ini terdapat empat vaksin yang telah diprakualifikasi oleh WHO, dan semuanya melindungi terhadap HPV tipe 16 dan 18.

Vaksin 9-valen melindungi terhadap 5 jenis HPV onkogenik tambahan, yang mengakibatkan 20 persen lebih lanjut kanker serviks. Dua vaksin juga melindungi terhadap HPV tipe 6 dan 11, yang menyebabkan kutil anogenital. Uji klinis dan surveilans pascapemasaran telah menunjukkan bahwa vaksin HPV aman dan efektif dalam mencegah infeksi dengan infeksi HPV, lesi pra kanker derajat tinggi, dan kanker invasif.

Vaksin HPV bekerja paling efektif jika diberikan sebelum terkena paparan HPV. Oleh karena itu, WHO menganjurkan untuk memvaksinasi anak perempuan usia 9–14 tahun untuk mencegah kanker serviks. Karena pada usia tersebut, sebagian besar belum memulai aktivitas seksual.

Bahkan, beberapa negara juga telah mulai memvaksinasi anak laki-laki dengan vaksin HPV karena dapat mencegah kanker terkait HPV pada laki-laki. Vaksin HPV juga bisa mencegah kanker vulva dan vagina, penis, anus, mulut, dan kanker tenggorokan. 

Namun, vaksinasi HPV tidak menggantikan skrining kanker serviks. Di negara-negara di mana vaksin HPV diperkenalkan, program skrining kanker serviks dibutuhkan untuk mengidentifikasi dan mengobati pra kanker dan kanker serviks untuk mengurangi kejadian dan kematian akibat kanker serviks.

Skrining kanker serviks melibatkan pengujian infeksi HPV untuk mendeteksi pra kanker dan kanker, diikuti pengobatan yang sesuai. Pengujian dilakukan pada perempuan yang tidak memiliki gejala dan kemungkinan merasa sangat sehat. Ketika skrining mendeteksi infeksi HPV atau lesi pra kanker, maka ini bisa dengan mudah diobati dan kanker bisa dihindari.

Selain itu, skrining juga bisa mendeteksi kanker pada stadium awal di mana pengobatan mempunyai potensi penyembuhan yang tinggi. Dengan pedoman terbarunya, WHO sekarang mendorong negara-negara untuk menggunakan tes HPV untuk skrining serviks, termasuk tes DNA HPV dan mRNA HPV. 

Pengujian HPV-DNA bisa mendeteksi jenis HPV yang berisiko tinggi, yang menyebabkan hampir seluruh kasus kanker serviks. Untuk mRNA HPV bisa mendeteksi infeksi HPV yang mengakibatkan transformasi seluler. Tidak seperti tes yang mengandalkan inspeksi visual, tes HPV merupakan tes yang objektif. Tes ini telah terbukti lebih sederhana dan mencegah lebih banyak pra kanker dan kanker, sehingga menyelamatkan lebih banyak nyawa. 

Jika Pap smear hanya bisa mendeteksi sel abnormal sesudah terbentuk, maka tes HPV kemungkinan bisa mendeteksi infeksi sebelum perubahan sel pra kanker berkembang. Dengan cara ini, dokter bisa memantau serviks untuk tanda-tanda perkembangan kanker. 

Kalau misalnya kamu sekarang tidak berhubungan seks tetapi aktif secara seksual pada masa lalu, maka tes HPV akan menjadi alat skrining yang berguna untuk menyingkirkan keberadaan HPV di sel serviksnya. Selain itu, tes HPV juga lebih hemat biaya dibanding teknik inspeksi visual atau sitologi (umumnya dikenal sebagai Pap smear). Butuh waktu sekitar 1 hingga 3 minggu untuk mendapat hasil tes HPV.

Tes HPV bisa dilakukan sendiri (dikenal sebagai tes HPV primer) atau bersamaan dengan tes Pap smear (dikenal sebagai tes bersama). Mempunyai co-test tidak akan terlihat berbeda dengan memiliki Pap smear normal.

Skrining harus dimulai dari usia 30 tahun pada populasi umum perempuan, dengan skrining rutin dengan tes HPV yang divalidasi setiap 5 hingga 10 tahun, dan dari usia 25 tahun untuk perempuan dengan HIV. Perempuan dengan HIV juga perlu diskrining lebih sering, disarankan setiap 3 hingga 5 tahun.

Proses penyedia layanan kesehatan untuk mendapatkan sampel serviks serupa dengan pengujian sitologi dan HPV. Namun, WHO menyarankan agar sampel yang dikumpulkan sendiri bisa digunakan ketika memberikan tes DNA HPV (ini tidak berlaku untuk tes mRNA HPV). Skrining harus dikaitkan dengan pengobatan dan pengelolaan tes skrining positif. 

Perempuan dengan HPV positif bisa diobati tanpa verifikasi diagnostik dalam rangkaian sumber daya terbatas. Tes untuk melakukan triase pada perempuan dengan HPV positif (misalnya VIA), sangat penting untuk merawat perempuan dengan HIV positif.

7. Pap smear, menghindari rokok, dan melakukan seks dengan aman, juga bisa menurunkan risiko kanker serviks

Tak Pernah Berhubungan Seks, Bisakah Terkena Kanker Serviks?ilustrasi pengambilan sampel Pap smear anal (freepik.com/stefamerpik)

Selain tes HPV, skrining kanker serviks yang cukup efektif dalam mendeteksi keberadaan sel kanker ini yaitu tes Pap atau Pap smear. American College of Obstetricians and Gynecologist merekomendasikan agar orang dengan serviks, terlepas dari pernah atau tidaknya melakukan hubungan seksual, untuk melakukan skrining kanker serviks pada usia 21 tahun. Ini termasuk tes HPV dan Pap smear.

Orang yang berusia di bawah 21 tahun kemungkinan tidak membutuhkan Pap smear. Tes ini bisa mendiagnosis kondisi jinak seperti infeksi dan radang serviks. Pap smear merupakan tes non invasif yang cepat dan tidak sakit.

Selama Pap smear, dokter akan mengumpulkan sel-sel dari leher rahim. Untuk melakukan ini, dokter akan mengikis ujung rahim dengan kapas atau spatula. Sel-sel tersebut kemudian akan ditempatkan pada slide dan dikirimkan ke laboratorium untuk diperiksa. Butuh waktu hingga 3 minggu untuk menerima hasilnya.

Dilansir Medical News Today, berikut garis besar pedoman skrining kanker serviks:

  • Untuk perempuan usia 21–29 tahun: Skrining kanker serviks pertama harus dilakukan ketika berusia 21 tahun. Jika hasilnya normal, skrining diulang setiap 3 tahun.
  • Untuk perempuan usia 30–65 tahun: Jika memilih Pap smear saja dan hasilnya normal, maka tes diulangi setiap 3 tahun sekali. Namun, jika hanya memilih tes HPV dan hasilnya normal, tes HPV perlu diulang setiap 5 tahun. Jika memilih Pap smear dan HPV dan hasilnya normal, maka perlu mengulang kedua tes ini setiap 5 tahun.
  • Untuk perempuan usia 65 tahun atau lebih: Seseorang yang berusia 65 tahun atau lebih tidak membutuhkan skrining kanker serviks jika hasilnya sudah normal selama beberapa tahun, atau karena serviksnya telah diangkat sebagai bagian dari histerektomi untuk kondisi non kanker.

Perempuan dengan hasil tes yang abnormal kemungkinan perlu lebih sering menjalani skrining. Selain itu, seberapa sering seseorang perlu menjalani skrining kanker serviks, juga tergantung dari faktor-faktor berikut:

  • Usia.
  • Sistem imun.
  • Keterlibatan dalam seks tanpa kondom atau metode penghalang lainnya.

Nah, beberapa hal berikut ini juga bisa menurunkan risiko kanker serviks: 

  • Melakukan seks yang lebih aman: Satu-satunya cara pasti untuk mencegah infeksi HPV adalah dengan sepenuhnya menghindari kontak genital dengan orang lain. Sebab, orang yang pernah berhubungan seks berisiko lebih besar terkena kanker serviks daripada yang tidak pernah. Bicarakan juga dengan pasanganmu tentang status penyakit menular seksualnya. Ingat, perilaku seksual pasanganmu sebelumnya juga berisiko bagimu, terutama jika ia mempunyai banyak pasangan seks. Gunakan kondom dan pelindung lainnya, seperti pelindung mulut, untuk membantu melindungi dari HPV dan penyakit menular seksual. Kondom atau pengaman lainnya bisa mengurangi infeksi HPV jika digunakan sebelum kontak seksual kulit ke kulit. Namun, kulit yang tidak tertutup tidak terlindungi dari virus.
  • Tidak merokok: Merokok bisa meningkatkan risiko kondisi pra kanker dan kanker serviks. Para peneliti percaya bahwa ada zat dalam produk tembakau yang merusak DNA sel di leher rahim.

Banyak perempuan dengan kanker serviks akan mengalami komplikasi, yang merupakan akibat langsung dari kanker atau efek samping dari pengobatan seperti kemoterapi, serta kombinasi kemoterapi dan operasi.

Komplikasi yang terkait dengan kanker serviks bisa berkisar dari yang relatif ringan, seperti pendarahan ringan dari vagina atau sering buang air kecil, hingga yang mengancam nyawa seperti pendarahan hebat dan gagal ginjal. 

Oleh sebab itu, skrining kanker serviks dan mendapatkan vaksinasi HPV sangat penting untuk mencegah kanker serviks. Selain itu, diagnosis dini juga meningkatkan peluang kesembuhan dan mencegah risiko komplikasi yang berbahaya.

Baca Juga: 7 Hal Penting seputar Vaksin HPV untuk Mencegah Kanker Serviks

Eliza Ustman Photo Verified Writer Eliza Ustman

'Menulislah dengan hati, maka kamu akan mendapatkan apresiasi yang lebih berarti'

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya