Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka Panjang

Salah satu alasan kenapa bullying tak boleh dibenarkan

Bullying atau perundungan bisa terjadi di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, tempat kerja, atau di media sosial yang melibatkan penindasan, kekerasan verbal, bahkan fisik yang merugikan salah satu pihak. Bahkan, bukan tak mungkin perundungan bisa melukai kondisi mental begitu dalam, memengaruhi kualitas hidup, hingga memicu pikiran untuk mengakhiri hidup.

Melansir National Centre Against Bullying, perundungan terjadi ketika individu atau kelompok yang memiliki power secara terus-terusan dan berulang melukai serta membahayakan orang lain yang lebih lemah dari mereka. Perundungan bisa terus terjadi bila tidak segera ditindak.

Bentuk perundungan sangat beragam, meliputi fisik (menendang, memukul, mendorong, merusak barang, dan sebagainya), verbal (menghina, mengejek, mencemooh, atau apa pun kalimat yang mengintimidasi dan menindas orang lain), sosial (bergosip, menggunjing, atau memfitnah orang lain), dan cyberbullying (menjelek-jelekkan unggahan media sosial seseorang, dan sebagainya).

Perilaku bullying dapat berakibat buruk terhadap kondisi psikis korban. Bahkan, dampak psikologisnya bisa dirasakan secara terus-menerus dalam jangka panjang. Berikut ini penjelasannya.

1. Dampak kesehatan dari bullying sangat kompleks

Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka PanjangBullying yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan kecemasan dan depresi. pexels.com/cottonbro

Menurut keterangan dari U.S. Department of Health and Human Services, jenis perundungan yang paling umum terjadi adalah bentuk verbal dan sosial, persentasenya adalah:

  • Panggilan nama: 44,2 persen
  • Menggoda: 43,3 persen
  • Menyebarkan rumor atau kebohongan: 36,3 persen
  • Melakukan kontak fisik (mendorong): 32,4 persen
  • Melakukan kontak fisik (memukul, menampar, atau menendang): 29,2 persen
  • Meninggalkan: 28,5 persen
  • Mengancam: 27,4 persen
  • Mencuri barang: 27,3 persen
  • Melakukan perundungan dalam bentuk komentar atau isyarat seksual: 23,7 persen
  • Melalui online seperti email atau blog: 9,9 persen

Melansir Medical News Today, dampak kesehatan dari perundungan sangat kompleks, khususnya yang dialami anak-anak.

Penelitian telah menunjukkan bahwa penindasan yang terus-menerus terjadi dapat menyebabkan kecemasan dan depresi hingga menjadi salah satu kontributor perasaan dan perilaku bunuh diri.

Profesor psikiatri dari Universitas Turku, Finlandia, Dr. Andre Sourander, mengatakan bahwa anak-anak yang mengalami perundungan (intimidasi) memiliki peningkatan risiko gangguan depresi dan membutuhkan perawatan psikiatri kemudian hari.

2. Studi menyatakan efek negatif bullying dapat bertahan hingga 40 tahun kemudian

Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka PanjangEfek negatif bullying dapat bertahan hingga 40 tahun kemudian. pexels.com/Sam Pineda

Sebuah studi dalam American Journal of Psychiatry tahun 2014 menemukan efek negatif bullying secara sosial, mental, dan fisik pada masa kanak-kanak dapat bertahan hingga 40 tahun kemudian.

Studi tersebut menggunakan data dari British National Child Development Study, melibatkan informasi orang tua terkait bullying yang dialami anak mereka di usia 7-11 tahun (dipantau hingga usia 50 tahun).

Dari situ, ditemukan bahwa ketika korban perundungan yang pernah mengalami intimidasi mencapai usia 50 tahun, pada masa kanak-kanak mereka cenderung berada dalam kondisi fisik dan psikis yang lebih buruk. Selain itu, ditemukan juga penurunan fungsi kognitif.

Di samping itu, korban bullying juga lebih mungkin menganggur, berpenghasilan lebih kecil, dan tingkat pendidikan yang lebih rendah. Korban juga tidak memiliki dukungan sosial yang baik dan cenderung tidak menjalin hubungan.

"Studi yang kami lakukan menunjukkan bahwa efek perundungan dapat terlihat hampir 4 dekade setelahnya. Dampak perundungan kian berlanjut dan kemudian menyebar. Konsekuensinya memengaruhi lingkup kesehatan, sosial, dan ekonomi hingga dewasa," tutur Dr. Ryu Takizawa, salah satu peneliti studi, seperti dikutip di Medical News Today.

Rekan Dr. Ryu, Profesor Louise Arseneault, mengatakan bahwa guru, orang tua, dan pembuat kebijakan perlu memfokuskan upaya intervensi dini untuk mencegah masalah yang disebabkan oleh bullying dalam bentuk intimidasi yang terus berlanjut hingga remaja dan dewasa.

Baca Juga: Baby Blues, Kondisi Pascapersalinan yang Tak Boleh Diremehkan

3. Bullying di masa kanak-kanak memengaruhi kesehatan fisik saat dewasa

Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka PanjangBullying di masa kanak-kanak memengaruhi kesehatan fisik saat dewasa. pexels.com/Dids

Sebuah penelitian tahun 2014 yang dilakukan oleh tim peneliti dari Duke University Medical Center di Durham, Amerika Serikat (AS), telah menguak dampak jangka panjang bullying, khususnya intimidasi. 

Studi tersebut berfokus pada penyelidikan hipotesis terhadap korban perundungan sebagai bentuk stres yang toksik. Pendukung teori tersebut berpendapat bahwa stres tersebut memengaruhi respons fisiologis anak-anak. Akibatnya, anak-anak terus mengembangkan masalah kesehatan.

Salah satu mekanisme yang dapat mendorong hubungan psikologis dan fisik ialah respons peradangan, yang terjadi ketika tubuh bereaksi terhadap cedera, merespons masalah kesehatan kronis, hingga melawan infeksi. 

4. Lebih buruk dari pelecehan verbal 

Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka Panjangpexels.com/TOPHEE MARQUEZ

Teman sebaya dapat menjelma menjadi pengaruh buruk dalam hal efek psikologis dari kata-kata yang merendahkan dan melecehkan.

Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal The Lancet Psychiatry melaporkan jika anak-anak yang diintimidasi oleh teman sebaya memiliki masalah kesehatan mental signifikan ketika beranjak dewasa (bahkan lebih signifikan ketimbang anak-anak yang dianiaya oleh orang tua atau pengasuh). Penganiayaan dalam hal ini didefinisikan sebagai kekerasan fisik, seksual, maupun emosional. 

Sementara, perundungan dapat dikatakan sebagai bentuk agresi yang dilakukan oleh teman sebaya secara berulang, seperti ejekan verbal, pengucilan sosial, atau serangan fisik (dilakukan setidaknya sekali dalam seminggu). 

5. Bagaimana cara menyembuhkan luka akibat bullying? 

Studi: Dampak Bullying Bisa Pengaruhi Kesehatan Mental Jangka Panjangpexels.com/Elly Fairytale

Ada beberapa upaya yang dapat diterapkan untuk membantu anak "sembuh" dari dampak bullying. Melansir Verywell Family, upaya dasar dapat dimulai dengan mengubah cara anak berpikir tentang situasi, termasuk bagaimana ia memandang dirinya setelah mengalami perundungan.

Orang tua dapat memberi arahan untuk menyadari apa yang terjadi pada anak, tetapi tidak perlu fokus pada hal tersebut (perundungan). Anak hanya perlu fokus pada pertahanan, yakni menjaga diri sendiri dan tumbuh sebagai individu berkualitas.

Selain itu, penting juga untuk membantu anak dalam menyelesaikan masalah terkait perundungan tersebut. Bullying memang tak pernah dibenarkan. Namun, tak ada salahnya memaafkan pelaku bullying untuk membantu membebaskan diri dari rasa sakit akibat pengalaman tersebut. Ingatkan anak bahwa balas dendam adalah perbuatan tidak terpuji dan tidak akan membawa ketenangan batin.

Selanjutnya adalah menempuh jalur intervensi medis dengan berkonsultasi pada dokter anak atau konselor. Dengan demikian, proses pemulihan dari segi fisik maupun psikis akibat bullying dapat optimal.

Itulah penjelasan tentang bagaimana dampak dari bullying bisa dirasakan dalam jangka panjang. Bila kamu melihat sendiri perilaku perundungan, baik itu secara fisik, verbal, sosial, maupun di media sosial, cobalah untuk menghentikannya. Dengan begitu, kamu telah berkontribusi dalam menghentikan perilaku bullying yang ada di sekitarmu.

Baca Juga: Sulit Mengatur Emosi? Waspada Crisis Fatigue, Ini 5 Cara Mengatasinya

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya