Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitar

Saat orang tidak diperkenankan merasakan duka yang dialami

Kebanyakan orang mengalami perasaan duka ketika kehilangan sesuatu yang dianggap berharga dan disayangi. Kesedihan pun hadir dan rasanya bisa sangat menyakitkan. Dalam situasi ini, individu yang berduka butuh dukungan sosial dari orang-orang terdekatnya.

Laporan dalam BMC Psychiatry tahun 2020 juga menjelaskan, mendapatkan dukungan sosial saat momen berduka bisa meningkatkan perasaan sejahtera. Selain itu, ini juga bisa membantu mencegah masalah mental termasuk depresi, gangguan strespascatrauma (PTSD), hingga tindakan bunuh diri.

Akan tetapi, bagaimana jadinya jika orang-orang terdekat tidak memberi dukungan? Bahkan, mereka terkesan bertindak seolah tidak mengakui perasaan duka yang sedang dirasakan individu tersebut. Ini bisa mengakibatkan disenfranchised grief atau kesedihan yang tidak diakui.

Disenfranchised grief adalah kondisi ketika seseorang kehilangan sesuatu yang penting bagi hidupnya, tetapi rasa kehilangan tersebut tidak dihargai atau diakui oleh orang lain. Hal ini karena caranya berduka dianggap tidak sesuai dengan parameter normal dalam masyarakat.

1. Manifestasi

Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitarilustrasi perempuan mengalami kesedihan mendalam (pexels.com/cottonbro studio)

Budaya yang berkembang dalam masyarakat sering kali mendesak seseorang untuk meminimalkan kekalutan atau perasaan duka. Misalnya dalam kasus kematian, orang lain mungkin memberi nasihat untuk mengikhlaskan kepergian orang yang telah tiada dan tidak larut dalam kesedihan. Faktanya, saat perasaan kehilangan diabaikan, ini dapat mengakibatkan proses berduka lebih rumit dan berkepanjangan.

Selain itu, tidak diikutsertakan dalam proses seremoni berkabung (misalnya upacara pemakaman) dapat meningkatkan rasa isolasi sosial dan menyebabkan disenfranchised grief. Bagaimanapun juga, proses seremoni tersebut memainkan fungsi terapeutik bagi para pelayat, membantu dalam menghadapi kenyataan kehilangan, memberi ruang untuk introspeksi atas kematian, serta menumbuhkan kesadaran dan asimilasi proses berduka.

2. Penyebab

Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitarilustrasi perempuan memeluk bantal (pexels.com/Alex Green)

Ada beberapa faktor yang menyebabkan disenfranchised grief, di antaranya:

  • Hubungan tidak dianggap signifikan, sehingga kesedihan individu yang bersangkutan tampak tidak proporsional.
  • Kurangnya pemahaman sosial tentang suatu hubungan, membuat orang lain kesulitan mengidentifikasi dan memvalidasi kesedihan individu terkait.
  • Suatu hubungan dianggap sebagai pengetahuan umum, sehingga orang lain tidak mampu memahami perasaan berduka yang dirasakan individu tersebut.
  • Individu yang dimaksud mungkin mengungkapkan kesedihannya dengan cara yang tidak sesuai dengan perilaku berduka yang diharapkan seperti yang berlaku di masyarakat.

Disenfranchised grief sering dialami oleh individu atau sekelompok orang termasuk anggota minoritas ras, etnis, atau agama yang berbeda. Hal ini bisa diakibatkan oleh nilai-nilai patriarki, supremasi warna kulit yang mengakar di masyarakat, bahkan media.

Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Kesedihan Setelah Kehilangan Orang Tercinta

3. Tipe

Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitarilustrasi berpelukan (pexels.com/Liza Summer)

Disenfranchised grief tidak terbatas pada kasus kematian, tetapi juga berlaku untuk kasus lain seperti kehilangan pekerjaan, matinya hewan peliharaan, atau melewatkan acara penting. Hubungan yang tidak diakui atau diremehkan dapat menyebabkan disenfranchised grief dalam kapasitas yang bervariasi.

Adapun tipe lain dari disenfranchised grief mencakup:

  • Hubungan yang tidak diakui: Misalnya, orang yang biasanya tinggal bersama (teman atau pacar) memutuskan untuk pergi.
  • Kasus ketika kesedihan tidak diakui: Rasa sedih akibat perceraian, dipecat dari pekerjaan, atau kematian rekan kerja mungkin tidak diakui oleh orang lain sebagai "kesedihan yang wajar".
  • Kasus saat orang yang berkabung tidak diakui: Hal ini dapat menimpa orang yang memiliki kondisi cacat perkembangan. Perasaan mereka terhadap kehilangan cenderung diabaikan.
  • Kematian yang mengandung stigma: Ini misalnya berhubungan dengan kematian akibat bunuh diri, aborsi, atau kecanduan.
  • Ketika proses berduka tidak sesuai dengan norma masyarakat: Dapat mencakup perbedaan budaya atau kesedihan berkepanjangan.

4. Dampak

Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitarilustrasi perempuan tidak dapat membendung rasa sedihnya (pexels.com/Karolina Grabowska)

Validasi proses kesedihan memungkinkan seseorang mengalami siklus kesedihan dan memproses perasaannya. Ketika kesedihan tidak mendapatkan validasi dari orang lain, proses bersedih menjadi terganggu. Akibatnya, individu terkait mungkin tidak dapat memproses emosinya dengan optimal. Dengan kata lain, orang tersebut menginternalisasi kurangnya validasi sebagai konflik internal.

Peristiwa negatif dalam hidup dapat menimbulkan perasaan sedih, putus asa, marah, hingga bersalah. Adapun gejala fisik yang juga ikut menyertai adalah sulit tidur dan perubahan nafsu makan. Penting untuk dipahami bahwa gejala-gejala tersebut dapat diperparah ketika kesedihan tidak disadari oleh orang lain dan tidak diterima secara sosial.

5. Penanganan

Disenfranchised Grief, Kesedihan yang Tidak Diakui Orang Sekitarilustrasi terapis menangani klien (pexels.com/Alex Green)

Disenfranchised grief nyatanya dapat diatasi dengan melibatkan usaha nyata bersama pihak-pihak pendukung. Ini dapat dilakukan dengan membangun interaksi dengan anggota keluarga atau teman yang dapat dipercaya. Selanjutnya terlibat dalam ritual keagamaan seperti berdoa, bermeditasi, atau berdiskusi dengan tokoh pemuka agama. Hal yang tidak kalah penting adalah bergabung dengan kelompok pendukung dan mencoba perawatan berbasis terapi.

Penyedia layanan kesehatan mental mungkin akan merekomendasikan jenis terapi yang dinilai terbaik untuk membantu mengatasi permasalahan kliennya. Bentuk terapi yang dapat membantu mengatasi disenfranchised grief termasuk:

  • Terapi perilaku kognitif (CBT).
  • Terapi penerimaan dan komitmen (ACT).
  • Terapi naratif.
  • Terapi seni.
  • Terapi kelompok.
  • Brainspotting.

Terpapar peristiwa hidup yang menyedihkan bisa mendatangkan duka. Ditambah lagi, kurangnya dukungan sosial dapat mengganggu proses mengatasi kesedihan itu sendiri.

Penting bagi kita untuk mengenali kesedihan yang dirasakan sebagai sesuatu yang valid. Jangan menautkan pemikiran atau pendapat orang lain pada perasaan sedih yang sedang dialami. Tidak apa-apa untuk merasa tidak baik-baik saja. Setiap orang punya mekanismenya sendiri-sendiri dalam merespons peristiwa kehidupan.

Baca Juga: Waspadai Depresi dengan Perasaan Bunuh Diri, Kenali Tandanya

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya