Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatan

Sering memengaruhi orang dengan diagnosis epilepsi

Kejang parsial kompleks atau complex partial seizure juga dikenal sebagai kejang gangguan kesadaran onset fokal atau kejang gangguan kesadaran fokal. Kondisi ini paling sering memengaruhi orang dengan diagnosis epilepsi. Namun, dalam beberapa kasus ini juga bisa memengaruhi orang dengan cerebral palsy, stroke, atau mengalami cedera kepala dan memiliki masalah kesehatan lain seperti infeksi atau tumor.

Kejang parsial kompleks adalah jenis kejang yang muncul di satu lobus otak, bukan seluruh otak. Kejang memengaruhi kesadaran dan bisa menyebabkan penderitanya kehilangan kesadaran.

Kejang parsial kompleks melibatkan gerakan bagian tubuh tertentu secara tidak terkendali. Durasi kejang biasanya berlangsung singkat dan cenderung tidak berbahaya. Kendati demikian, dampak kejang parsial kompleks tetap menimbulkan kekhawatiran.

1. Gejala

Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatanilustrasi kejang parsial kompleks (pexels.com/Keira Burton)

Mengutip WebMD, lonjakan listrik dari kejang parsial kompleks bisa menyebabkan gejala yang berbeda, tergantung bagian otak yang terpengaruh. Bagi sebagian orang, tanda pertama adalah aura (gangguan perseptual). Tanda dan gejala yang terlihat bisa berupa:

  • Emosi yang kuat, seperti ketakutan.
  • Perubahan dalam penglihatan, seperti mungkin melihat garis atau bintik berwarna.
  • Perasaan atau pikiran aneh, seperti kesemutan atau deja vu (perasaan pernah berada dalam situasi yang sama sebelumnya, meskipun belum pernah).
  • Umumnya halusinasi pendengaran (mendengar radio atau sesuatu yang tidak ada).

Selama kejang, penderitanya mungkin tiba-tiba menghentikan kegiatan yang sedang dilakukannya dan terlihat seperti sedang melamun. Akan tetapi, tidak ada yang bisa menghentikannya. Penderitanya juga mungkin dapat mengunyah, membuka dan menutup bibir, bergumam, atau melakukan hal lainnya berulang-ulang. Mungkin juga mereka akan bergerak dengan cara yang kaku dan mekanis.

Beberapa orang menarik-narik pakaiannya, seolah mereka sedang menarik benang. Mereka juga mungkin berjalan-jalan, naik atau turun tangga, atau bahkan berlari. Yang lain mungkin dapat berteriak, menanggalkan pakaian, tampak takut, atau menggerakkan kaki seolah sedang mengayuh sepeda.

Kejang parsial kompleks biasanya berlangsung antara 30 detik dan 2 menit. Setelah itu, penderitanya mungkin bingung dan lelah selama 15 menit atau lebih, dan mereka tidak akan ingat mengalami kejang sama sekali. Seseorang juga mungkin kehilangan ingatan sebelum kejang dimulai.

2. Penyebab

Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatanilustrasi seseorang dengan masalah psikologis (pexels.com/Kat Smith)

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, epilepsi sering kali dikaitkan dengan kejang parsial kompleks. Namun, sebenarnya ada beberapa kondisi medis tertentu yang juga dikaitkan dengan risiko kemunculan kejang ini, di antaranya:

  • Autisme.
  • Stres ekstrem.
  • Kecemasan dan depresi.
  • Masalah lain terkait psikis, misalnya trauma.
  • Kondisi medis lain yang berhubungan dengan otak.
  • Persoalan medis pada masa kehamilan.
  • Kondisi yang menyebabkan perkembangan tumor atau neurofibromatosis.

Penting untuk dipahami bahwa kejang parsial kompleks dapat terjadi kapan saja dan biasanya tanpa tanda peringatan yang signifikan. Kejang ini juga bisa memengaruhi seseorang yang sedang beraktivitas. Ada kalanya sebelum periode kejang muncul, individu yang bersangkutan akan memunculkan tanda berupa aura.

Baca Juga: Epilepsi: Jenis, Penyebab, Gejala, Diagnosis, Pengobatan

3. Diagnosis

Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatanilustrasi pemeriksaan sampel darah (pexels.com/Ivan Samkov)

Sebelum menetapkan rencana pengobatan dan perawatan, perlu dilakukan prosedur diagnosis medis secara akurat. Ini biasanya melibatkan dokter ahli yang akan memantau riwayat kesehatan pasien secara komprehensif.

Sementara itu, beberapa prosedur khusus mungkin perlu dilakukan, meliputi:

  • Tes laboratorium: Pengujian dilakukan dengan sampel urine dan darah untuk memeriksa beberapa kondisi medis yang mungkin menyertai. Tes ini dapat memudahkan dokter mengetahui kadar elektrolit dan obat-obatan tertentu yang dikonsumsi.
  • Tes pencitraan: Melibatkan penerapan CT scan dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) yang dapat membantu menguak kemungkinan penyebab kejang.
  • Elektroensefalogram (EEG): Merupakan bentuk prosedur tes medis yang dilakukan guna mengukur aktivitas listrik pada otak untuk mendeteksi suatu kelainan. Terkadang, tes ini perlu dilakukan lagi selama periode kejang untuk mendapatkan akurasi hasil yang lebih baik. 

4. Pengobatan

Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatanilustrasi obat-obatan (pexels.com/Mari Monpari)

Pengobatan kejang parsial kompleks didasarkan pada gejala, diagnosis, dan penyebab yang mendasarinya. Beberapa opsi yang mungkin akan dilakukan terdiri dari:

  • Obat antiepilepsi: Umumnya obat antiepilepsi adalah pengobatan lini pertama untuk memanajemen kejang. Banyak pula orang yang merespons positif pengobatan ini. Setelah beberapa tahun tidak lagi mengembangkan kejang, pemberian obat antiepilepsi bisa dihentikan.
  • Penerapan sistem neurostimulasi responsif (RNS): Laporan dalam Medical Devices (Auckland, N.Z.) mengungkap, RNS dapat mengurangi frekuensi kejang setelah 2 tahun penggunaan dan ditoleransi dengan baik oleh pemakai.
  • Stimulasi saraf vagus: Melibatkan peletakan alat khusus di dalam tubuh yang kemudian disambungkan ke saraf vagus pada bagian leher. Studi dalam Journal of Neurosurgery menunjukkan bahwa stimulasi saraf vagus dapat mengurangi potensi kejang sampai 50 persen atau lebih pada para partisipan yang kala itu menerimanya.
  • Perubahan pola makan: Terapi gizi dan diet bersama pemberian obat antiepilepsi biasanya menjadi kombinasi yang cukup efektif dalam mengendalikan kejang. Perubahan pola makan yang dianjurkan ialah konsumsi makanan dengan kandungan tinggi lemak sehat dan rendah karbohidrat. Dokter dan ahli gizi dapat menentukan makanan apa saja yang boleh dikonsumsi dan yang harus dihindari.
  • Pembedahan: Apabila perawatan di atas masih belum membantu mengatasi kejang, maka pembedahan dapat dipertimbangkan. Namun, karena segala jenis operasi memiliki risiko, maka penting untuk mendiskusikannya dengan dokter sebagai bagian dari upaya pertimbangan aspek lain.

5. Apa yang perlu dilakukan selama periode kejang berlangsung?

Kejang Parsial Kompleks: Gejala, Diagnosis, Penyebab, Pengobatanilustrasi kejang parsial kompleks (pexels.com/SHVETS production)

Ketika melihat seseorang mengalami periode kejang parsial kompleks (terlebih di tempat umum), penting untuk membuat penderitanya merasa tenang dan nyaman. Selain itu, tindakan lain yang tak kalah penting adalah melindungi kepala dari kemungkinan cedera.

Kejang yang tidak mendapatkan penanganan tepat dapat menyebabkan peningkatkan risiko komplikasi. Jadi, seseorang yang mengembangkan periode kejang parsial kompleks sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter, apalagi kalau berada dalam situasi dan kondisi ini:

  • Mengalami periode kejang pertama kali.
  • Kejang berlangsung selama 5 menit atau lebih.
  • Individu yang terdampak mengalami demam, sedang hamil, atau memiliki kondisi medis yang menyertai, misalnya diabetes.
  • Tidak sadar kembali setelah periode kejang berhenti.

Kejang parsial kompleks lebih sering dikaitkan dengan masalah medis seperti epilepsi. Namun, bukan tidak mungkin seseorang dengan kondisi lain bisa juga mengembangkannya.

Apabila pernah mengembangkan periode kejang, sebaiknya temui dokter. Melalui rangkaian prosedur medis, dokter akan membantu menegakkan diagnosis dan menentukan perawatan tepat sesuai kondisi pasien.

Baca Juga: 6 Perawatan Epilepsi untuk Mengurangi dan Mengendalikan Kejang

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya