Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan Mental

Kesempurnaan bukanlah pencapaian yang sehat

Harus diakui, kita hidup dalam budaya yang menghargai kesempurnaan. Banyak orang yang percaya jika melakukan sesuatunya tanpa cela, maka akan mendapat kebahagiaan dan kesuksesan.

Kesempurnaan memiliki korelasi dengan perfeksionisme. Perfeksionisme sendiri sering diartikan sebagai kebutuhan untuk menjadi sempurna dan penganutnya percaya jika mencapai kesempurnaan adalah sesuatu yang bisa diwujudkan. Sementara, para ahli cenderung mendefinisikan perfeksionisme sebagai kombinasi dari standar pribadi dan evaluasi diri yang terlalu tinggi dan terlalu kritis. 

Melansir Good Therapy, seorang penulis dan profesor riset dari University of Houston Graduate College of Social Work, Amerika Serikat (AS), Dr. Brené Brown, membedakan antara perfeksionisme dan perilaku sehat. Menurutnya, perfeksionisme tidak sama dengan usaha untuk menjadi yang terbaik.

Kesempurnaan bukan mengenai pencapaian dan pertumbuhan yang positif. Dr. Brown menjelaskan, perfeksionisme digunakan oleh banyak orang sebagai perisai untuk melindungi diri dari perasaan malu, disalahkan, atau dihakimi. 

Sementara itu, analisis terbaru menyatakan bahwa perfeksionisme dapat memberi efek negatif bagi kesehatan mental seperti meningkatkan risiko depresi, kecemasan, hingga dorongan bunuh diri. Simak ulasan khusus tentang serba-serbi perfeksionisme dari perspektif kesehatan. 

1. Gejala perfeksionisme

Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan MentalPerfeksionisme bisa dialami remaja maupun dewasa. pexels.com/Andrea Piacquadio

Perfeksionisme dapat memengaruhi remaja maupun orang dewasa. Dorongan untuk menjadi siswa yang berprestasi di segala bidang contohnya, dapat menjadi salah satu faktor pendorong timbulnya obsesi terhadap kesuksesan. Hingga pada akhirnya, hal tersebut dapat mengganggu kemampuan untuk mencapai apa yang didambakan. 

Keinginan untuk berprestasi adalah motivasi yang positif. Namun, jika keinginan sudah mengarah pada hal-hal yang tidak rasional (seperti ingin selalu terlihat sempurna) dapat menimbulkan masalah yang tidak boleh dianggap remeh. 

Melansir Healthline, beberapa sikap dan perilaku berikut ini dapat menjadi indikasi dari perfeksionisme:

  • Merasa gagal setiap kali mencoba melakukan sesuatu.
  • Menunda-nunda tugas secara teratur karena merasa tidak dapat menyelesaikannya dengan sempurna.
  • Terobsesi dengan aturan atau sebaliknya, dapat menjadi sangat apatis.
  • Berusaha keras agar bisa bersantai dan mengatur pikiran serta perasaan.
  • Merasa sangat selektif dan terkesan mengontrol hubungan pribadi dan profesional.

2. Apa yang menyebabkan seseorang menjadi perfeksionis?

Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan MentalPendorong utama perfeksionisme adalah tekanan internal. unsplash.com/Ameer Basheer

Melansir Psychology Today, pendorong utama perfeksionisme adalah tekanan internal, seperti keinginan untuk menghindari kegagalan atau penilaian yang negatif. Kemungkinan selanjutnya adalah hubungan sosial, persaingan akademis, dan pekerjaan. 

Sementara itu, faktor yang dapat memengaruhi seseorang mengembangkan perfeksionisme di antaranya adalah:

  • Perasaan takut akan ketidaksetujuan orang lain.
  • Perasaan tidak aman dan tidak mampu.
  • Mengalami masalah kesehatan mental seperti kecemasan atau gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Meskipun terdapat korelasi antara OCD dan perfeksionisme, tetapi tidak semua orang yang perfeksionis menderita OCD, begitu juga sebaliknya.
  • Memiliki orang tua yang selalu menunjukkan perilaku perfeksionisme, sehingga secara tidak langsung mendorong anak mengembangkan perfeksionisme.
  • Keterikatan awal dengan orang tua yang tidak sehat.

Baca Juga: Mengenal Orthorexia Nervosa, Obsesi Terhadap Makanan Sehat

3. Domain perfeksionisme

Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan MentalTerdapat enam domain perfeksionisme. pexels.com/cottonbro

Perfeksionisme dapat memengaruhi ranah kehidupan seseorang atau sering disebut sebagai domain. Terkadang, perfeksionisme hanya memengaruhi satu domain saja. Namun, seiring berjalannya waktu dapat merambah ke banyak domain.

Lantas timbul pertanyaan, apa saja yang termasuk dalam domain perfeksionisme? Melansir Good Therapy, domain perfeksionisme terbagi menjadi: 

  • Penampilan fisik: jenis perfeksionisme ini dapat menyebabkan seseorang terlalu khawatir mengenai tampilan fisik. Mereka mungkin butuh waktu berjam-jam hanya untuk memilih pakaian yang akan dikenakan, style menata rambut, dan makeup bagi perempuan. Perfeksionisme dalam ranah penampilan fisik juga dapat menyebabkan gangguan makan atau kecanduan untuk terus berolahraga.
  • Tempat kerja atau sekolah: orang yang perfeksionis di tempat kerja atau sekolah mungkin butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas serta menghindari memulai tugas yang membuatnya tidak percaya diri (sering kali disebabkan oleh keinginan menyelesaikan tugas dengan sempurna).
  • Hubungan percintaan dan persahabatan: perfeksionisme dapat menyebabkan seseorang punya standar yang tidak realistis pada orang yang mereka cintai. Akibatnya, timbul tekanan ekstra dalam suatu hubungan.
  • Lingkungan: hal ini dapat menyebabkan seseorang menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menjaga lingkungan sekitarnya (misalnya pekarangan rumah) tetap rapi atau sesuai dengan standar estetika yang ditetapkan individu terkait. 
  • Kebersihan dan kesehatan: ironisnya, perfeksionisme jenis ini dapat menyebabkan masalah kesehatan. Misalnya, kasus seseorang mungkin berhenti menyikat gigi karena gagal melakukannya dengan sempurna. Selain itu, juga dapat menyebabkan gangguan makan seperti ortoreksia nervosa. Ortoreksia nervosa ialah kondisi seseorang yang terobsesi untuk menjalankan diet yang sangat sehat.
  • Cara berbicara atau menulis: ketika seorang perfeksionis berbicara atau menulis dengan kualitas penyampaian gagasan yang tidak memuaskan, hal tersebut dapat menyebabkan kecenderungan untuk meminimalkan pembicaraan atau menghindari aktivitas menulis karena takut membuat kesalahan.

4. Jenis-jenis perfeksionisme

Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan MentalJenis perfeksionisme dibagi menjadi tiga. pexels.com/Владимир Васильев

Secara umum, jenis perfeksionisme dibedakan menjadi tiga, yaitu:

  • Perfeksionisme standar pribadi: orang yang mempraktikkan tipe perfeksionisme jenis ini mungkin mematuhi seperangkat standar yang meningkatkan motivasi. Orang awam cenderung menganggap standar tersebut tinggi, tetapi tidak bagi orang perfeksionis jenis ini. Menariknya, jenis perfeksionisme ini dianggap positif karena tidak menyebabkan stres atau kelelahan secara berlebihan. Seseorang dikatakan memiliki tipe perfeksionisme standar pribadi jika tujuannya untuk memantik api semangat dan tidak menyebabkan efek negatif pada diri sendiri.
  • Perfeksionisme kritis terhadap diri sendiri: tipe perfeksionis kedua ialah lebih cenderung terintimidasi oleh tujuan yang ditetapkan untuk diri sendiri daripada merasa termotivasi. Perasaan putus asa sering dirasakan dan menganggap tujuan yang hendak dicapai tidak akan pernah tercapai. Penelitian menunjukkan bahwa perfeksionisme kritis terhadap diri sendiri cenderung mengarah pada emosi negatif, seperti kecemasan, penghindaran, dan menghukum diri sendiri.
  • Perfeksionisme yang ditentukan secara sosial: sebuah studi menjelaskan jika perfeksionisme sosial digambarkan sebagai permintaan keunggulan yang sering kali ditunjukkan kepada orang-orang dengan pekerjaan yang membutuhkan ketelitian ekstra, seperti pengacara, ahli medis, dan arsitek. Perfeksionisme sosial melibatkan persepsi akan harapan kesempurnaan yang tidak realistis dari orang lain.

5. Bagaimana perfeksionisme memengaruhi kesehatan mental?

Gawat! Perfeksionisme Ternyata Bisa Memengaruhi Kesehatan MentalApa saja dampak perfeksionisme terhadap kesehatan mental? pexels.com/Daria Sannikova

Melansir Medical News Today, perfeksionisme dapat memengaruhi kondisi fisik maupun kesehatan mental. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian dalam jurnal Psychological Bulletin tahun 2019 yang menjelaskan bahwa perfeksionisme adalah hal yang paling melemahkan. 

Depresi, kecemasan, dan keinginan untuk bunuh diri merupakan beberapa masalah kesehatan mental yang berulang kali dikaitkan dengan bentuk perfeksionisme yang ditentukan secara sosial. 

Studi lain dalam jurnal Archives of Suicide Research tahun 2013 mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen orang muda meninggal akibat bunuh diri karena memiliki kebiasaan menciptakan ekspektasi yang sangat tinggi terhadap diri sendiri. 

Studi lainnya dalam Journal of Affective Disorders tahun 2013 menjelaskan bahwa perfeksionisme kritis terhadap diri sendiri dapat meningkatkan risiko gangguan bipolar dan kecemasan.

Di samping masalah kesehatan mental, perfeksionisme juga dapat meningkatkan risiko masalah kesehatan secara fisik. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Roeper Review tahun 2018 menjelaskan jika perfeksionisme cenderung dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular.

Selain itu, penelitian-penelitian lainnya juga mengaitkan perfeksionisme dengan risiko masalah kesehatan seperti tekanan darah tinggi, kelelahan kronis, fibromialgia, sindrom iritasi usus besar, dan kematian dini pada penderita diabetes

Ada beberapa langkah sederhana untuk meminimalkan perfeksionisme, di antaranya adalah:

  • Menetapkan tujuan yang realistis dan dapat dicapai
  • Fokus pada aktivitas atau tugas pada satu waktu
  • Mengakui bahwa setiap orang dapat membuat kesalahan
  • Menyadari bahwa setiap kesalahan merupakan pembelajaran untuk menjadi lebih baik ke depannya
  • Menghadapi ketakutan akan kegagalan dengan tetap realistis

Jika perfeksionisme dirasa sudah mengganggu kesehatan, maka konsultasi dengan ahli kejiwaan seperti psikolog atau psikiater adalah keputusan bijak. Dokter mungkin akan merekomendasikan strategi pengobatan dan perawatan, salah satunya terapi untuk membantu mengelola gejala negatif. Yakinlah bahwa perfeksionisme negatif dapat diubah dengan niat, kemauan, dan usaha maksimal.

Baca Juga: Bigorexia: Obsesi Para Cowok yang Pengen Punya Tubuh Sekekar Superhero

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya