Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anak

Di rumah normal, tapi di sekolah anak jadi sangat pendiam

Di rumah aktif. Namun, di luar lingkungan rumah, misalnya di sekolah atau dalam situasi sosial lainnya, anak tiba-tiba jadi "membisu" alias pemalu. Bila ini terjadi, orangtua perlu mewaspadai mutisme selektif atau bisu selektif (selective mutism).

Mutisme selektif sering dianggap wajar pada anak-anak, tapi sebetulnya butuh perhatian khusus. Melansir laman organisasi Selective Mutism Center, mutisme selektif adalah gangguan kecemasan pada masa kanak-kanak. Kondisi ini umumnya ditandai dengan ketikdakmampuan anak untuk berbicara dan berkomunikasi dengan baik dalam situasi tertentu, misalnya di sekolah. Bila tidak ditangani, tumbuh kembangnya bisa terganggu.

Mari kenali mutisme selektif lebih lanjut!

1. Harus diperhatikan karena dapat berdampak pada tumbuh kembang anak

Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anakpixabay.com/Skitterphoto

Angka kejadian mutisme selektif tergolong sedikit, yakni kurang dari 1 persen. Menurut "Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5" yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association, mutisme selektif ditemukan kurang dari 0,05 persen yang terlihat di lingkungan sekolah umum. Kondisi ini lebih sering dialami perempuan.

Mutisme selektif pada anak memiliki konsekuensi yang cukup memprihatinkan bila tidak ditangani dengan tepat. Mulai dari masalah akademik, isolasi sosial, kecemasan sosial, dan harga diri rendah.

2. Cenderung dipengaruhi oleh genetik

Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anakpixabay.com/tom9802

Anak dengan mutisme selektif yang "diwariskan" dari orangtuanya sering menunjukkan tanda kecemasan parah, seperti sering marah dan menangis, murung, cemas bila berpisah, masalah tidur, tidak fleksibel, dan sangat pemalu.

Anak juga sering kali memiliki perkembangan temperamen yang terhambat. Pada beberapa kasus, anak juga bisa mengalami gangguan sensorik, sehingga berdampak pada kesulitan dalam memproses informasi sensorik tertentu.

Gangguan sensorik menyebabkan anak salah menafsirkan isyarat sosial dan lingkungan, kemudian menjalar pada kecemasan hingga menarik diri atau termanifestasi dalam perilaku negatif.

Sekitar 20-30 persen anak dengan mutisme selektif juga memiliki gangguan berbahasa atau bicara, sehingga tak jarang memengaruhi proses belajarnya.

Penting untuk dicatat bahwa ada banyak kasus anak dengan mutisme selektif tidak menunjukkan gejala keterlambatan bicara atau gangguan pemrosesan informasi.

Baca Juga: 5 Penyakit Paling Mematikan bagi Anak-anak, Orangtua Wajib Waspada Nih

3. Orangtua harus jeli memahami karakteristik anak dengan mutisme selektif

Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anakpixabay.com/TheVirtualDenise

Bila berada di lingkungan nyaman, anak tampak normal seperti anak-anak lainnya. Namun, di luar lingkungan tersebut, anak akan menunjukkan ekspresi datar, bahasa tubuh yang kaku, dan terlihat tidak nyaman.

Beberapa anak juga akan menghindari kontak mata, memalingkan kepala, menarik diri ke sudut ruangan, dan lebih tertarik bermain sendiri.

Tanda lain yang bisa tampak dari segi fisik adalah keterlambatan perkembangan temperamen, tumbuh kembang, emosional, penampilan, dan kecemasan sosial.

Meski anak terkesan sangat sulit untuk beradaptasi, tapi bukan berarti anak tak bisa menjalin pertemanan atau berinteraksi dengan anak lain. Mereka bisa melakukannya meskipun akan lebih sering menggunakan bahasa nonverbal, bicara dengan suara pelan, dan tidak tertarik pada keramaian kelas.

4. Diagnosis mutisme selektif

Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anakpixabay.com/ambermb

Kriteria utama sebagai diagnosis mutisme selektif pada anak adalah ketidakmampuan konsisten untuk berbicara dalam situasi sosial tertentu (seperti sekolah), meski anak bicara normal dalam situasi lain (misalnya di lingkungan rumah).

Gejala sekunder yang perlu diperhatikan adalah, perilaku mutisme selektif ini setidaknya terlihat selama satu bulan, terganggunya proses belajar atau sosial akibat kurang bicara, dan pemahaman normal terhadap bahasa lisan dan kemampuan bicaranya dalam beberapa situasi (biasanya di rumah).

Anak yang jadi pendiam akibat peristiwa traumatis atau misalnya pindah tempat tinggal atau pindah negara, tidak dapat didiagnosis sebagai mutisme selektif.

5. Bisakah ditangani?

Waspadai Mutisme Selektif, Gangguan Kecemasan yang Bisa Dialami Anakunsplash.com/Sven Brandsma

Kalau anak terdiagnosis mutisme selektif, dibutuhkan penanganan tepat untuk meminimalkan dampak buruk yang bisa terjadi. Karena, ada risiko anak akan terlanjur terbiasa dan memilih untuk diam dalam hidupnya. 

Penanganannya bisa dengan psikoterapi, obat-obatan yang sesuai, atau kombinasi keduanya. Tujuannya untuk mengatasi gejala kecemasan yang dialami anak.

Orangtua perlu turut aktif. Misalnya mengarahkan kegiatan yang sesuai dengan minat dan keterampilan anak, memberitahukan kondisi anak kepada gurunya di sekolah, memberi reward bila anak menunjukkan kemajuan, dan jangan sampai memaksa atau memberi hukuman pada anak.

Dengan diagnosis dini, bantuan profesional, dan dukungan orang-orang di sekitar anak yang tanpa henti, perlahan anak akan mendapatkan "suara" dan kepercayaan dirinya lagi dalam situasi sosial.

Baca Juga: 7 Penyakit Ini Paling Sering Menyerang Anak Indonesia, yuk Jaga Mereka

Indriyani Photo Verified Writer Indriyani

Full-time learner, part-time writer and reader. (Insta @ani412_)

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya