Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Keliru

Cara ini akan mengorbankan banyak orang

Pihak Gedung Putih Amerika Serikat mendukung strategi herd immunity yang diajukan sekelompok ilmuwan untuk mengakhiri pandemik COVID-19. Deklarasi bernama The Great Barrington Declaration tersebut diumumkan pada Selasa (13/10/2020). 

Lebih detail, strategi herd immunity dilakukan dengan membiarkan warga yang berusia muda dan sehat terpapar COVID-19. Di saat yang sama, pihak Gedung Putih mengatakan mereka akan melindungi orang tua yang rentan. Tujuannya adalah untuk menghindari lockdown

Kebijakan ini dinilai berbahaya dan keliru oleh 80 orang ilmuwan lainnya. Mereka bahkan mengajukan surat peringatan penolakan herd immunity melalui jurnal medis The Lancet kepada Gedung Putih.

1. Berawal dari keyakinan bahwa pasien COVID-19 yang sembuh tak akan terinfeksi lagi

Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Keliruunsplash.com/olga_kononenko

Istilah herd immunity sudah bergaung sejak Maret 2020 lalu sejak perdana menteri Inggris mengajukan hal ini sebagai langkah untuk melandaikan kurva COVID-19 di negara tersebut. Namun, banyak ilmuwan yang menilai bahwa strategi tersebut tidak etis dan berbahaya untuk masyarakat. 

Herd immunity berawal dari keyakinan bahwa orang-orang yang terjangkit COVID-19 pasti kebal setelah sembuh. Jadi anggapannya, setelah banyak orang tertular, virus tidak akan punya inang baru untuk diinfeksi. Sebab, imunitas atau kekebalan telah terbentuk di tubuh sebagian besar masyarakat. 

Virus yang bingung mencari "mangsa" baru lambat laun akan melemah. Pandemik pun mereda secara alami. Seperti itulah konsep ilmiah dari herd immunity

2. Setidaknya 50 persen populasi harus terjangkit untuk mencapai herd immunity

Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Kelirutelegraph.co.uk

Pertanyaannya adalah, kapan herd immunity akan tercapai? Jurnal dari MIT Technology Review yang terbit pada Maret 2020 menyebutkan herd immunity dapat dicapai ketika satu pasien COVID-19 menularkan virusnya kepada dua hingga tiga orang. Jadi, pertambahan kasus harus mencapai dua kali lipat per hari. 

Lebih lanjut, menurut laporan TIME, ilmuwan memperkirakan bahwa 50 persen populasi harus tertular dan dipastikan imun terhadap COVID-19. Kondisi ini menunjukkan bahwa kurva penularan COVID-19 berada atau tepat menuju puncaknya.

Ketika orang-orang yang sembuh mendapatkan kekebalannya, kurva pun perlahan akan menurun. Satu orang positif pun hanya bisa menularkan virus kepada maksimal satu orang. Di tahap itu, barulah herd immunity akan tercapai. 

Baca Juga: Mengenal Herd Immunity yang Disebut Bisa Memperlambat Laju COVID-19

3. Kenapa herd immunity adalah strategi yang berbahaya untuk diterapkan?

Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Keliruunsplash.com/kobbyfotos

Ada beberapa alasan kenapa herd immunity bukanlah langkah yang bijak untuk menangani COVID-19 dan justru bisa menjadi bumerang kepada masyarakat. 

Pertama, herd immunity berarti bahwa kita harus mengorbankan begitu banyak orang untuk tertular COVID-19. Padahal, tak ada jaminan bahwa yang muda dan sehat pasti bisa sembuh. Masih ada kemungkinan mereka mengalami gejala berat, membutuhkan ventilator, atau bahkan meninggal karenanya. 

Efek samping jangka panjang dari COVID-19 atau long COVID juga harus diperhitungkan. Di antaranya adalah insomnia, brain fog atau kabut otak, kelelahan, sakit otot, sulit bernapas, dan depresi. Kondisi ini bisa menimpa pasien COVID-19 selama berbulan-bulan setelah dinyatakan sembuh.

Bukan hanya itu, pada sebagian orang, COVID-19 juga bisa berdampak jangka panjang terhadap organ-organ tertentu. Di antaranya paru-paru, jantung, otak, dan persendian. Kerusakan tersebut dapat dialami semua orang terlepas dari usia dan kondisi tubuhnya. 

4. Belum ada yang tahu sampai kapan imunitas tubuh bertahan

Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Keliruunsplash.com/sharonmccutcheon

Berikutnya, sebagian besar orang yang sudah pernah terjangkit COVID-19 memang memiliki risko kecil untuk tertular kembali. Hal ini telah dipaparkan oleh banyak studi di berbagai negara. Namun, bukan berarti bahwa kemungkinan itu benar-benar tidak ada. 

Sebagian pasien COVID-19 yang telah sembuh masih berpotensi untuk terjangkit kembali. Kasus yang langka ini sudah pernah terjadi di berbagai negara. Contohnya di Tiongkok, Jepang, hingga Amerika Serikat. Beberapa di antaranya bahkan mengalami gejala yang lebih berat daripada infeksi pertama. 

Terlebih lagi, belum ada yang bisa memastikan berapa lama imunitas terhadap COVID-19 bisa bertahan. Sebab, sistem imun masing-masing individu untuk "mengingat" virus berbeda-beda, terlebih virus penyebab COVID-19, SARS-CoV-2, adalah virus baru dan belum pernah diteliti sebelum pandemik merebak.

5. Alih-alih herd immunity, strategi yang lebih minim risiko adalah pencegahan penularan

Akhiri COVID-19 dengan Herd Immunity adalah Langkah Bahaya dan Kelirupexels.com/Anna Shvets

Memberlakukan herd immunity hanya akan mengorbankan banyak orang di suatu negara. Pandemik memang lambat laun akan berhenti. Namun, dalam perjalanan menuju ke sana, akan banyak jiwa yang melayang. Padahal, kita bisa mencegahnya sejak dini. 

Profesor di Institute of Infection, Veterinary, and Ecological Science di Liverpool University, Inggris, Matthew Baylis, mengatakan bahwa herd immunity sebenarnya bisa dicapai tanpa harus mengorbankan masyarakat. 

“Dari sudut pandang epidemiologi, triknya adalah mengurangi jumlah orang yang kontak dengan satu sama lain, sehingga kita bisa menurunkan jumlah orang yang terinfeksi. Begitulah herd immunity bisa dimulai lebih awal,” terang Baylis kepada Al Jazeera

Dengan kata lain, langkah terbaik untuk menghentikan COVID-19 adalah dengan menaati anjuran jaga jarak fisik, semua protokol kesehatan, dan menghindari kerumunan selama pandemik ini. Cara yang lebih minim risiko ini pasti berhasil jika semua orang terlibat dan mematuhinya. 

Pemerintah melalui Satuan Tugas Penanganan COVID-19, menggelar kampanye 3 M: Gunakan Masker, Menghindari Kerumunan atau jaga jarak fisik, dan rajin Mencuci tangan dengan air sabun yang mengalir. Jika protokol kesehatan ini dilakukan dengan disiplin, diharapkan dapat memutus mata rantai penularan virus. Menjalankan gaya hidup 3 M, akan melindungi diri sendiri dan orang di sekitar kita. Ikuti informasi penting dan terkini soal COVID-19 di situs covid19.go.id dan IDN Times.

Baca Juga: CDC Pastikan COVID-19 Bisa Menular Melalui Udara atau Airborne 

Topik:

  • Izza Namira
  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya