Benarkah Genetik Bisa Memicu ADHD? Ini Penjelasannya

Jangan asal self diagnose, lho!

Topik ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder ramai menjadi pembahasan di media sosial. Beberapa orang menyebutkan bahwa kondisi ini terjadi karena faktor keturunan. 

Benarkah genetik bisa memicu ADHD? Nah, begini penjelasan antara hubungan gen dan ADHD pada manusia menurut medis. 

Apa itu ADHD?

ADHD merupakan salah satu gangguan perkembangan pada saraf. Centers for Disease Control and Prevention menyebutkan bahwa kondisi ini umum terjadi pada masa anak-anak dan berlangsung hingga dewasa. 

Sebetulnya normal apabila anak-anak sulit fokus pada suatu hal. Namun, anak-anak dengan ADHD akan mengalami gejala tersebut berlanjut dan cukup parah. Adapun gejala ADHD sendiri termasuk kurangnya konsentrasi, hiperaktif, dan impulsif.

Psychiatry menyebutkan, ADHD dianggap sebagai gangguan kronis. Kondisi ini dapat  berdampak pada individu dalam banyak aspek kehidupan. Termasuk prestasi akademik dan profesional, hubungan interpersonal, serta aktivitas sehari-hari.

Lebih jelasnya, ada tiga jenis utama ADHD. Berikut uraiannya:

  • Predominantly Inattentive Presentation. Pada jenis ini, bentuknya berupa kesulitan individu dalam mengatur, menyelesaikan tugas, memperhatikan hal detail, dan mengikuti instruksi maupun percakapan.
  • Predominantly Hyperactive-Impulsive Presentation. Pada ADHD ini, individu merasa gelisah dan banyak bicara serta sulit untuk duduk diam dalam waktu lama. Kondisi ini dapat memicu seseorang kerap menyela orang lain, mengambil sesuatu dari orang lain, dan berbicara pada waktu yang tidak tepat.
  • Combined Presentation. Ini merupakan kombinasi dari kedua gejala sebelumnya.

Baca Juga: 5 Cara ADHD Memengaruhi Kehidupan Seksual Orang Dewasa

Benarkah genetik bisa memicu ADHD?

Benarkah Genetik Bisa Memicu ADHD? Ini Penjelasannyailustrasi ADHD (pexels.com/Tara Winstead)

Sumber yang sama mengutarakan bahwa para ilmuwan belum mengidentifikasi penyebab ADHD secara spesifik. Meski demikian, seseorang yang orangtua atau saudara kandungnya menderita ADHD memiliki risiko lebih tinggi mengalami hal serupa. 

Penjelasan tersebut berdasarkan pada penelitian yang dipublikasi pada European Neuropsychopharmacology. Walau begitu, tidak semua orang menunjukkan gejala ADHD meski memiliki keluarga dengan kondisi ini, melansir Medical News Today.

Sementara itu, penelitian dalam Molecular Psychiatry yang melakukan studi pada anak kembar menunjukkan bahwa tidak pernah ada heritabilitas 100 persen pada kasus ADHD. Artinya, lingkungan sekitar juga memengaruhi kemungkinan seseorang mengalami ADHD. 

Nah, terkait bagaimana gen dapat meningkatkan risiko ADHD belum diketahaui pasti kejelasannya. Namun, peneliti mengungkap bahwa banyak gen yang mereka temukan berperan dalam fungsi otak atau neurotransmitter. Sebut saja norepinefrin dan dopamin yang berkaitan dengan pemikiran, perhatian, pembelajaran, dan motivasi. 

Psycom menyebutkan bahwa rendahnya tingkat neurotransmitter dopamin merupakan ciri ADHD. Selain itu, gen kemungkinan besar berpengaruh dalam pembentukan jaringan kecil di otak yang digunakan untuk melatih fokus. Termasuk prefrontal dan ganglia basal. 

Meski demikian, lingkungan dapat menjadi penyebab ADHD. Sumber yang sama juga menjelaskan bahwa kelahiran prematur, berat badan kurang, paparan timah, cedera otak traumatis pada masa kecil, hingga fetal alcohol syndrome dapat memicu kondisi serupa.

Apa yang harus dilakukan jika ada riwayat keluarga ADHD?

Saat ini, tidak ada tes medis untuk menentukan apakah seseorang atau keturunannya rentan mengalami ADHD secara genetik. Terkait diagnosisnya, dilakukan oleh dokter anak, psikolog, psikiater, atau spesialis lain yang berwenang dengan dasar DSM-5. 

ADHD termasuk gangguan kompleks yang efektif diobati dengan berbagai metode, melansir Children and Adult with Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (CHADD). Termasuk kombinasi latihan fisik untuk meningkatkan dopamin hingga mengatur rutinitas tidur karena gangguan tidur kerap terjadi pada penderita ADHD. 

Perawatan lainnya termasuk konsumsi obat (jika diperlukan), terapi perilaku untuk pasien dan orangtua, pendidikan dan akomodasi akademik, serta mengatur gaya hidup. Seluruhnya efektif jika dilakukan sesuai dengan anjuran ahli medis.

Jadi, benarkah genetik bisa memicu ADHD? Berdasar studikan, faktor keturunan memang berpotensi, tapi tidak sepenuhnya menjadi penyebab. 

Baca Juga: Studi: Konsumsi Sayur dan Buah Bantu Anak dengan ADHD

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana

Berita Terkini Lainnya