Angka Kematian COVID-19 pada Anak Indonesia 3-5 Persen

Tertinggi di dunia, orang tua perlu waspada

Hari Anak Nasional (HAN) diperingati pada tanggal 23 Juli setiap tahunnya. Sayangnya, HAN tahun ini diwarnai kabar duka. Menurut Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K). FAAP, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia adalah yang tertinggi di dunia.

Sebanyak 1 dari 8 anak di Indonesia terjangkit COVID-19. Sementara itu, tingkat kematian atau fatality rate COVID-19 pada anak Indonesia adalah 3-5 persen. Mirisnya, 50 persen kematian COVID-19 pada anak terjadi pada neonatus (bayi baru lahir) dan balita.

Berangkat dari hal tersebut, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) mengadakan webinar dengan tema "Melindungi Anak dari COVID-19" pada Sabtu (24/7/2021). Ada dua narasumber yang dihadirkan, yaitu Dr. dr. Erlina Burhan, MSc, SpP(K), dokter spesialis paru dari RSUP Persahabatan, dan dr. Fresti Oktanindi, M.Sc, SpA, dokter spesialis anak dari RSUD Banyumas. Mari simak bersama!

1. Sekitar 67,3 persen anak positif COVID-19 tidak bergejala (asimtomatik)

Angka Kematian COVID-19 pada Anak Indonesia 3-5 Persenilustrasi anak bermasker (cdc.gov)

Jika sebelumnya yang rentan terpapar COVID-19 adalah orang berusia tua dan memiliki komorbid, kini jangkauannya semakin luas, termasuk, pada anak-anak dan remaja. Terbukti, menurut Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman, 67,3 persen anak-anak yang positif COVID-19 tidak menunjukkan gejala.

Ini bukan kabar baik, mengingat anak-anak tidak bisa berjauhan dengan pengasuh dan orang tuanya. Akibatnya, anak-anak yang positif COVID-19 bisa menyebabkan klaster keluarga serta menularkan ke orang yang lebih tua dan rentan, seperti kakek dan neneknya.

Ada anak yang asimtomatik, ada pula yang bergejala. Menurut dr. Fresti atau yang lebih akrab disapa dr. Nindy, ada 13 gejala COVID-19 pada anak, yaitu:

  • Demam atau meriang
  • Batuk
  • Hidung tersumbat atau pilek
  • Kehilangan indra penciuman
  • Sakit tenggorokan
  • Sesak napas atau kesulitan bernapas
  • Diare
  • Mual atau muntah
  • Sakit perut
  • Kelelahan
  • Sakit kepala
  • Nyeri otot atau tubuh
  • Hilangnya nafsu makan, terutama pada bayi berusia di bawah satu tahun

Hospitalization rate kasus COVID-19 pada anak lebih rendah dibanding dewasa karena gejalanya cenderung lebih ringan. Namun, sekalinya masuk rumah sakit akan kesulitan karena hanya ada 12 persen ruang rawat khusus anak.

2. Untuk pencegahan, anak berusia 6-11 tahun perlu memakai masker

Angka Kematian COVID-19 pada Anak Indonesia 3-5 Persenilustrasi memakaikan masker pada anak (pexels.com/August de Richelieu)

Upaya pencegahan COVID-19 pada anak sebenarnya tak jauh berbeda dengan orang dewasa, yaitu menerapkan 5M (mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas). Namun, ada sedikit perbedaan dalam aturan memakai masker.

Menurut Dr. Erlina, WHO dan UNICEF menganjurkan anak usia 6-11 tahun memakai masker dengan memperhatikan akses, supervisi orang tua, serta situasi dan kondisi transmisi di daerah tinggal. Sementara, anak di atas usia 12 tahun harus menggunakan masker selayaknya orang dewasa.

Bagaimana dengan anak di bawah usia 5 tahun? Sebenarnya, mereka tidak diwajibkan memakai masker. Akan tetapi, bukan berarti orang tua bebas membawa anaknya ke sana kemari.

"Sering kali orang salah mengartikan bayi (dan anak-anak) tidak perlu pakai masker lalu dibawa jalan-jalan ke mal. Ini yang salah karena mereka tidak menjauhi kerumunan dan tidak mengurangi mobilitas," ujar dr. Nindy.

3. Untuk perlindungan maksimal, anak perlu mendapatkan vaksin

Angka Kematian COVID-19 pada Anak Indonesia 3-5 Persenilustrasi vaksinasi anak (kutv.com)

Seperti yang kita ketahui, vaksin bisa mencegah atau menurunkan risiko penularan penyakit. Menurut Dr. Erlina, cara kerja vaksin adalah melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali dan memerangi patogen, baik virus maupun bakteri.

Tidak hanya orang dewasa, anak-anak juga perlu mendapatkan vaksin COVID-19. Update terakhir, anak usia 12-17 tahun sudah diperbolehkan vaksin. Vaksin COVID-19 produksi PT Biofarma (Sinovac) sudah mendapat persetujuan dari BPOM.

Berdasarkan uji klinis fase I/II di China dengan 552 peserta, vaksin Sinovac dinyatakan aman untuk anak berusia 3-17 tahun dan tidak ada efek samping serius selama penelitian. Selain itu, vaksin terbukti menstimulasi kekebalan tubuh dengan baik.

Jenis vaksin lain seperti Pfizer menunjukkan efikasi 100 persen pada anak usia 12-15 tahun, berdasarkan uji klinis fase III. Sementara itu, untuk vaksin Moderna, berdasarkan hasil uji klinis fase II/III menunjukkan potensi besar di mana vaksin menstimulasi kekebalan tubuh pada 3.732 anak.

Jangan khawatir, tidak ada efek samping serius. Efek samping ringan bisa terjadi berupa nyeri di lokasi suntik, demam, pusing, lemas, bengkak, dan kemerahan. Ada pula yang mengalami mual, muntah, menggigil, diare, dan nyeri otot.

Setelah vaksin, harus tetap taat protokol kesehatan. Orang yang sudah divaksinasi masih bisa tertular dan menularkan, hanya saja gejala yang dialami tidak berat. Selain itu, dengan menjaga protokol kesehatan, berarti turut melindungi populasi rentan yang belum divaksinasi atau yang tidak dianjurkan divaksinasi.

"Orang tua jangan lupa mencontohkan anak untuk menaati protokol kesehatan demi keselamatan bersama. Selain itu, kalau tidak urgent, tidak perlu keluar rumah, apalagi membawa anak," Dr. Erlina menegaskan.

Baca Juga: Mendadak Sulit Tidur Saat Pandemi? Mungkin Itu Coronasomnia!

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya