Berat Badan Anak Stuck selama Beberapa Bulan, Pertanda Silent Disease?

Para orang tua perlu waspada

Ketika berbicara tentang silent disease, yang mungkin ada di bayangan kita adalah hipertensi, yang sering dialami oleh orang dewasa. Padahal, ada banyak penyakit yang tergolong silent disease dan dialami oleh anak-anak.

Karena tidak bergejala, banyak orang tua yang tidak menyadari kalau anaknya memiliki silent disease. Jika dibiarkan dalam waktu yang lama, tumbuh kembang si kecil bisa terganggu.

Sebagai bentuk edukasi, @childlife.id mengadakan live Instagram bertema "Silent Disease pada Anak, Penyakit Tak Bergejala yang Perlu Diwaspadai" pada Kamis malam (24/11/2022), yang dijelaskan lebih lanjut oleh dr. Devie Kristiani, SpA. Baca sampai tuntas, ya!

1. Apa yang dimaksud dengan silent disease?

Dokter Devie mendefinisikan silent disease sebagai penyakit yang tidak kentara secara fisik dengan gejala yang samar. Terkadang, gejalanya akan muncul ketika sudah parah.

"Contoh silent disease yang paling banyak dialami oleh si kecil adalah anemia atau kurang darah, infeksi saluran kemih, dan tuberkulosis atau flek paru-paru," jelasnya.

2. Tanda-tanda silent disease yang bisa dikenali

Berat Badan Anak Stuck selama Beberapa Bulan, Pertanda Silent Disease?ilustrasi timbangan (pixabay.com/mojzagrebinfo)

Ada beberapa tanda saat orang tua harus mulai waspada, seperti berat badan anak tidak naik (stuck) dalam beberapa bulan atau tahapan perkembangannya (milestone) tidak sesuai dengan usianya. Misalnya, anak tidak bisa tengkurap pada usia 5 bulan.

Jangan ragu memeriksakan anak ke dokter jika disinyalir ada gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Ini karena gangguan pertumbuhan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan stunting dan keterlambatan perkembangan bisa memengaruhi kecerdasan anak.

3. Yang harus dilakukan ketika berat badan anak tidak kunjung naik

Menurut dr. Devie, ada tiga hal yang harus dievaluasi ketika berat badan anak tidak kunjung naik. Yang pertama, apakah anak sulit makan? Kedua, apakah kebutuhan zat gizi makro dan mikro sudah terpenuhi? Terakhir, apakah ada silent disease atau tidak?

"Kalau kita yakin bahwa anak doyan makan dan kualitas makanannya bagus, tetapi berat badan anak tidak naik, yang kita curigai adalah silent disease. Karena gejalanya tidak kentara, kita butuh konsultasi ke dokter anak dan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis," tegasnya.

Ia mempunyai saran untuk menaikkan berat badan anak, khususnya yang berusia di bawah 2 tahun, yaitu memberikan lemak tambahan. Ini karena kebutuhan lemak pada anak di bawah usia 2 tahun sangat tinggi.

Baca Juga: 5 Penyebab Berat Badan Anak Tak Bertambah, Jangan Diabaikan!

4. Salah satu silent disease yang banyak dialami anak-anak adalah anemia defisiensi besi

Kebutuhan zat besi pada anak di bawah usia 2 tahun sangat tinggi. Tanpa zat besi yang cukup, perkembangan saraf, otot, kecerdasan, dan pembentukan sel darah merah akan terganggu.

"Padahal, sel darah merah berfungsi untuk mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh. Semua kerja sel kita membutuhkan oksigen, termasuk untuk tumbuh kembang anak. Kalau anak kekurangan oksigen karena zat angkutnya tidak ada, tentu saja tumbuh kembangnya menjadi tidak optimal," ujar dr. Devie.

Berdasarkan studi yang diterbitkan dalam World Nutrition Journal tahun 2021, prevalensi anemia di Indonesia adalah 48,9 persen pada ibu hamil dan 38,5 persen pada anak di bawah usia 5 tahun. Salah satu tanda anemia adalah telapak tangan pucat.

5. Cukupi kebutuhan zat besi dari makanan dan suplementasi

Berat Badan Anak Stuck selama Beberapa Bulan, Pertanda Silent Disease?ilustrasi hati ayam (wikimedia.org/WebCraker)

Banyak orang menganggap bahwa zat besi bisa dicukupi dari sumber nabati, seperti bayam atau brokoli. Sayuran tersebut memang mengandung zat besi, tetapi kurang bisa diserap oleh tubuh. Dianjurkan memenuhi kebutuhan zat besi dari sumber hewani, seperti daging merah atau hati ayam.

"Sering kali kita tidak bisa mencukupi zat besi dari makanan, maka dokter anak Indonesia masih menyarankan (pemberian) suplementasi zat besi. Apalagi, banyak anak yang tidak suka daging merah dan hati ayam. Suplementasi zat besi bisa diberikan sejak usia 4–6 bulan hingga 2 tahun," ungkap dokter spesialis anak di RS Bethesda Yogyakarta ini.

Untuk membantu penyerapan zat besi, konsumsi suplementasi zat besi bersama vitamin C. Selain itu, hindari teh, kopi, dan cokelat karena bisa menghambat penyerapan zat besi.

Baca Juga: 1 dari 3 Anak Indonesia Mengalami Anemia, Apa Bahayanya?

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya