Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahir

Jika terlambat dideteksi bisa mengancam nyawa bayi

Hingga kini, angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Dari seluruh kematian, 80 persen bayi meninggal dunia dalam enam hari pertama kehidupannya. Salah satu penyumbang angka kematian bayi baru lahir adalah penyakit jantung bawaan (PJB), terutama PJB kritis.

Bayi dengan PJB kritis biasanya lahir dalam kondisi baik, tetapi beberapa saat kemudian mengalami perburukan dan tutup usia. Mereka perlu mendapatkan tindakan medis segera supaya nyawanya bisa tertolong.

Penasaran? Ketahui lebih lengkap dalam media briefing yang diadakan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) yang bertajuk "Deteksi Dini Penyakit Jantung Bawaan pada Bayi Baru Lahir: Cek Saturasi, Selamatkan Nyawa" pada Senin (13/12/2021).

Narasumber yang dihadirkan adalah dr. Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K), Ketua Umum Pengurus Pusat IDAI; Dr. Emi Nurjasmi, MKes, Ketua Ikatan Bidan Indonesia; dr. Erna Mulati, MSc-CMFM, Direktorat Kesehatan Keluarga (Ditkesga) Kementerian Kesehatan RI; Dr. dr. Risma Kerina Kaban, SpA(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Neonatologi IDAI; dan dr. Rizky Adriansyah, SpA(K), M.Ked, Ketua Unit Kerja Koordinasi Kardiologi IDAI. Simak, yuk!

1. Penyakit jantung bawaan dialami oleh 1 dari 100 bayi baru lahir

Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahirilustrasi bayi baru lahir (pexels.com/kelvin octa)

Menurut Dr. Emi, prevalensi PJB cukup tinggi, yaitu 1 dari 100 bayi baru lahir. Kondisinya bervariasi, mulai dari ringan hingga sangat berat. Penyebab utamanya adalah kelainan genetik.

"Pemeriksaan jantung janin selama kehamilan itu penting. Yang didiagnosis sejak di dalam kandungan lebih baik daripada baru terdiagnosis setelah bayi lahir. Ketika bidan menemukan ibu hamil dengan faktor risiko, maka perlu dirujuk," ungkapnya.

Mewakili sudut pandang bidan, Dr. Emi mengatakan bahwa bidan perlu melihat apakah otot bayi lemah atau tidak, apakah bayi menangis, dan adakah kebiruan atau kehitaman di bibir bayi. Agar makin yakin, perlu dideteksi dengan pulse oximetry.

2. Terkadang, diawali dengan sesak napas dan kebiruan

Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahirilustrasi asfiksia (goldberglaw.com)

Bayi baru lahir yang mengalami sesak napas dan kebiruan terkadang didiagnosis asfiksia. Dilansir Medical News Today, asfiksia adalah kondisi di mana bayi tidak mendapat oksigen yang cukup sebelum, selama, atau setelah lahir. Sementara, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), asfiksia adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.

Menurut Dr. Risma, tidak semua penyebab asfiksia adalah kelainan jantung, tetapi juga kelainan paru. Untuk memastikannya, perlu dilakukan pemeriksaan saturasi oksigen dalam darah dengan pulse oximetry.

"Pasien dengan PJB kritis itu kadar oksigen di dalam darahnya rendah. Kalau fasilitasnya lengkap, langsung screening dan analisis gas darah. Waktu lahir perlu dilihat, apakah biru? Apakah birunya hanya di kuku-kuku, tetapi bibir atau lidah tidak biru? Jika daerah mukosa biru, kita berikan oksigen 100 persen, kita evaluasi ke arah kelainan jantung," jelasnya.

3. Untuk memastikan, bayi perlu diskrining

Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahirilustrasi pulse oximetry (pixabay.com/charlykushu)

Berdasarkan buku berjudul Cyanosis yang diterbitkan pada tahun 2021, sianosis adalah kondisi di mana terjadi perubahan warna pada kulit atau selaput lendir (mukosa) menjadi kebiruan. Bayi yang mengalami sianosis perlu diskrining.

Pertama, dilakukan pemeriksaan saturasi dengan pulse oximetry di tangan kanan (preductal) dan kaki (post ductal). Menurut Dr. Risma, bila terdapat perbedaan saturasi oksigen (SpO2) kurang dari 5 persen maka adalah tanda kelainan paru, sementara jika di atas 5 persen kemungkinan antara persistent pulmonary hypertension of the newborn (PPHN) atau kelainan jantung bawaan sianotik.

Baca Juga: Cegah Kematian Ibu dan Bayi dengan Perawatan Pascapersalinan

4. Mengapa perlu dilakukan deteksi dini?

Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahirilustrasi memeriksa bayi dengan stetoskop (apollocradle.com)

Menurut Dr. Risma, deteksi dini pada penyakit jantung bawaan kritis sebelum terjadi kolaps kardiovaskular akut bisa memperbaiki luaran kardiopulmoner dan neurologis. Deteksi dini penting karena kebanyakan bayi yang mengalami penyakit jantung bawaan kritis tidak menunjukkan gejala saat lahir.

"Skrining untuk penyakit jantung bawaan kritis dapat membantu mengidentifikasi beberapa kasus untuk menegakkan diagnosis dan pengobatan yang cepat, dan dapat mencegah kecacatan atau gangguan yang berakibat fatal," terangnya.

Kapan skrining dilakukan? Kurang lebih 24-48 jam setelah dilahirkan, kecuali bayi yang telah menjalani echocardiography (USG jantung). Dengan catatan, bayi yang menggunakan oksigen tambahan pada skrining awal harus diulangi 24-48 jam setelah tidak menggunakan oksigen.

5. Jika terlambat didiagnosis, nyawanya mungkin tak tertolong

Cek Saturasi untuk Deteksi Penyakit Jantung Bawaan Bayi Baru Lahirilustrasi kematian (skepticalob.com)

Diperkirakan 1 dari 100 bayi lahir dengan penyakit jantung bawaan dan 25 persen di antaranya mengalami PJB kritis. Menurut dr. Rizky, diperkirakan bayi yang lahir dengan PJB kritis di Indonesia tahun 2021 adalah sekitar 2.000 jiwa setahun.

"Ini adalah jenis PJB yang mengancam nyawa. Apabila tidak segera ditangani, bayi dapat meninggal dalam beberapa hari hingga beberapa bulan (setelah dilahirkan)," tukasnya.

Ia mengatakan, jika terlambat dideteksi, bayi mungkin meninggal tanpa diketahui penyebabnya. Dokter Rizky mengutip data dari studi yang dipublikasikan dalam jurnal BMC Pediatrics tahun 2021, bahwa 8 dari 10 bayi mengalami keterlambatan diagnosis PJB kritis di Indonesia.

Sebagai langkah antisipasi, tenaga kesehatan (dokter, bidan, atau perawat) perlu melakukan skrining dengan pulse oximetry pada seluruh bayi 24-48 jam setelah lahir. Jika hasil skrining positif, bayi harus dirujuk ke rumah sakit yang fasilitasnya memadai. Namun, hindari pemberian terapi oksigen berlebihan saat merujuk bayi ke RS, dr. Rizky mewanti-wanti.

Baca Juga: Penanganan Bayi Prematur, Salah Satunya dengan Metode Kanguru

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya