Mendadak Sulit Tidur Saat Pandemi? Mungkin Itu Coronasomnia!

Apakah kamu mengalaminya?

Pandemi COVID-19 menyebabkan perubahan pada hidup banyak orang, termasuk pola tidur. Diperkirakan, keluhan insomnia naik hingga 70-80 persen pada masa pandemi.

Dilansir Sleep Foundation, coronasomnia ditandai dengan peningkatan masalah tidur selama pandemi, diikuti dengan gejala stres, kecemasan, dan depresi. Selama pandemi, tak sedikit orang yang terjaga di malam hari dan lebih banyak tidur di siang hari.

Kenali lebih dalam tentang coronasomnia dan masalah tidur lain dalam program Health Talk yang disiarkan secara live di Instagram @idntimes pada Kamis (22/7/2021). Bersama dr. Andreas Prasadja, RPSGT, praktisi kesehatan tidur dari Snoring & Sleep Disorder Clinic RS Mitra Kemayoran, tema kali ini adalah "Sering Disepelekan, Pentingnya Menjaga Kualitas Tidur di Masa Pandemik". Simak, yuk!

1. Penyebab coronasomnia adalah pergeseran jam biologis

Mendadak Sulit Tidur Saat Pandemi? Mungkin Itu Coronasomnia!ilustrasi bekerja di tempat tidur (insidehook.com)

Coronasomnia adalah gabungan dari dua kata, yaitu "corona" dari virus dan "somnia" atau "somnus" yang artinya tidur. Menurut dr. Andreas, yang jadi concern dokter ada dua, yaitu mendengkur (sleep apnea) dan insomnia.

Ia mengatakan, pencarian kata kunci insomnia di Google meningkat 38 persen di masa pandemi. Bahkan, di klinik tempatnya praktik, keluhan insomnia naik hingga 70-80 persen. Mengapa masalah tidur meningkat pesat selama pandemi?

Penyebabnya adalah pergeseran jam biologis. Sebelum pandemi, hampir semua orang sibuk beraktivitas di luar rumah, sedangkan sekarang mayoritas beraktivitas di rumah, baik untuk istirahat, makan, dan bekerja. Aktivitasnya monoton, setiap hari berada di lingkungan dan pencahayaan yang sama.

"Jadi, sesegera mungkin kembali pada irama semula. Tinggal diatur irama hariannya di rumah, disiasati supaya cahayanya berbeda. Perlu diketahui irama sirkadian paling peka terhadap cahaya. Tempat kita beraktivitas dibikin terang, lalu tidur dengan suasana yang gelap," dr. Andreas memberi saran.

Selain itu, pada pekerja yang menjalani skema work from home (WFH), sangat tidak disarankan bekerja di kasur. Dilansir Mayo Clinic, berada di permukaan lembut terlalu lama membuat leher, punggung, dan pinggul tegang.

2. Yang dikhawatirkan bukan hanya insomnia, tetapi juga sleep apnea

Mendadak Sulit Tidur Saat Pandemi? Mungkin Itu Coronasomnia!ilustrasi sleep apnea (sleepcareonline.com)

Gangguan tidur di masa pandemi bukan hanya insomnia, tetapi juga sleep apnea. Kondisi ini menyebabkan henti napas saat seseorang sedang tidur. Sleep apnea menyebabkan daya tahan tubuh turun, metabolisme terganggu, dan mungkin terjadi kenaikan berat badan.

Saluran napas pengidap sleep apnea terkadang menutup saat tidur. Begitu menutup, saluran napas tersumbat dan tidak ada udara yang bisa lewat. Rasanya seperti tercekik, sesak, terbangun, lalu tidur lagi. Semua itu terjadi tanpa disadari penderitanya.

"Karena proses tidur yang terpotong-potong, kualitas tidurnya jadi buruk. Akibatnya, sel-sel radang meningkat. Saat mereka terinfeksi COVID-19, berisiko terkena cytokine storm (badai sitokin)," ungkap dr. Andreas.

Bahkan, sebelum pandemi sleep apnea sudah cukup berbahaya. Sebab, sleep apnea adalah penyebab hipertensi, diabetes, impotensi, penyakit jantung, stroke, hingga kematian.

Seperti apa gejala sleep apnea yang bisa dikenali? Kata dr. Andreas, mulut dan saluran napas kering saat bangun tidur, terbangun berulang-ulang di malam hari untuk kencing, serta mendengkur, tercekik, dan tersedak saat tidur. Jika itu terjadi, harus segera diperiksakan.

3. Pengidap sleep apnea berisiko terkena COVID-19 yang parah

Mendadak Sulit Tidur Saat Pandemi? Mungkin Itu Coronasomnia!ilustrasi pasien COVID-19 (europeanpharmaceuticalreview.com)

Di situasi pandemi seperti sekarang, pengidap sleep apnea perlu lebih waspada. Sebab, saat mereka tidur, kadar oksigen sering turun-naik dan menyebabkan stres oksidatif. Sel-sel peradangan ikut naik dan meningkatkan risiko badai sitokin.

"Berdasarkan penelitian di Spanyol, semakin parah sleep apnea, semakin parah penurunan kadar oksigen saat tidur. Sehingga, kalau terkena COVID-19, penurunan oksigennya juga jauh lebih parah. Dan karena kualitas tidurnya buruk, daya tahan tubuhnya ikut memburuk," ujar dr. Andreas.

Berdasarkan studi yang diterbitkan di BMJ Open Respiratory Research pada tahun 2020, orang dengan obstructive sleep apnea (OSA) atau apnea tidur obstruktif dikaitkan dengan risiko rawat inap (hospitalisation) yang lebih tinggi. Dalam penelitian tersebut, dari 445 orang dengan COVID-19, 38 orang adalah pengidap apnea tidur obstruktif dan 19 orang di antaranya dirawat di rumah sakit.

Nah, itulah sekilas mengenai masalah tidur di era pandemi beserta risikonya. Jika kamu mengalaminya, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter, ya!

Baca Juga: 7 Gejala Umum yang Mungkin Pertanda Sleep Apnea

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya