Dari Seluruh Kasus COVID-19, 19 Persen Mengalami Pneumonia

Akibatnya, timbul peradangan pada paru-paru

Seperti yang kita ketahui, SARS-CoV-2 menyerang saluran pernapasan dan masuk melalui rongga hidung, mulut, lalu ke paru-paru. Sebagai organ yang paling terdampak, COVID-19 membuat paru-paru kehilangan fungsinya dan mengalami kerusakan.

Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah pneumonia. Diperkirakan, dari keseluruhan kasus COVID-19, sebanyak 19 persen di antaranya mengalami pneumonia. Dari 19 persen tersebut, angka mortalitas (kematian) adalah sekitar 3 persen.

Apa itu pneumonia dan bisakah disembuhkan? Untuk mengetahui jawabannya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengadakan dialog bertema "Kupas Tuntas COVID-19 dan Paru-paru" pada Kamis (21/1/2021).

Acara ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI RS Persahabatan dan dr. Siti Chandra Widjanantie, SpKFR(K), konsultan rehabilitasi respirasi, spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, dan Ketua KSM Rehabilitasi Medik RSUP Persahabatan. Simak, yuk!

1. Apa itu pneumonia?

Dari Seluruh Kasus COVID-19, 19 Persen Mengalami Pneumoniamayoclinic.org

Menurut dr. Agus, pneumonia adalah suatu kondisi peradangan pada paru yang disebabkan oleh infeksi, baik oleh virus, bakteri, jamur, dan mikroorganisme lain. Apa yang terjadi ketika paru mengalami pneumonia?

"Secara prinsip, ketika terjadi infeksi, paru akan mengalami peradangan yang luas. Peradangan ini menyebabkan gangguan pada proses pertukaran oksigen. Oksigen yang masuk terganggu karena ada peradangan yang disebabkan oleh infeksi," tutur dr. Agus.

Lalu, ada gangguan pengembangan paru karena tidak bisa mengembang maksimal akibat infeksi. Inilah yang akhirnya membuat kondisi pasien COVID-19 memberat.

Akan tetapi, dr. Agus mengingatkan bahwa tidak semua pneumonia disebabkan oleh COVID-19. Sebelum pandemik, pneumonia sudah banyak terjadi. Ia menjelaskan bahwa pneumonia adalah terminologi yang menunjukkan adanya peradangan akibat infeksi mikroorganisme di paru.

2. Pneumonia bisa menyebabkan fibrosis

Dari Seluruh Kasus COVID-19, 19 Persen Mengalami PneumoniaHasil rontgen yang menunjukkan pneumonia. unsplash.com/CDC

Dilihat dari statistik, hampir 81 persen kasus COVID-19 adalah tanpa gejala dan ringan, 14 persen sedang dan berat, serta 5 persen kritis. Dari keseluruhan kasus, 19 persen di antaranya mengalami pneumonia dan berisiko meningkatkan angka kematian sebesar 3 persen.

Dokter Agus menyampaikan bahwa 16-17 persen kasus pneumonia bisa sembuh seperti sediakala. Akan tetapi, apakah bisa sembuh total atau meninggalkan jejak kerusakan?

"Ketika paru terjadi kerusakan dan pneumonia, itu bisa menimbulkan sisa yang disebut sebagai fibrosis pasca COVID. Virus COVID-nya sudah hilang, SARS-CoV-2 hilang, negatif hasil PCR-nya, tetapi jaringan parunya meradang. Ketika paru difoto rontgen, terjadi kerusakan fibrosis dan inilah yang disebut sebagai long COVID," urai dr. Agus.

Dokter Agus mengutip sebuah data yang menyatakan 20 persen kasus pneumonia akibat COVID-19 bersifat irreversible atau tidak bisa kembali ke kondisi semula. Bahkan, ada yang tidak bisa ditolong, menyebabkan kegagalan pernapasan, lalu meninggal dunia. Ada proporsi yang bisa sembuh, ada yang tak bisa diselamatkan.

3. Dianjurkan untuk latihan pernapasan dan menjaga postur

Dari Seluruh Kasus COVID-19, 19 Persen Mengalami Pneumoniamusiciansway.com

Sebagai bentuk antisipasi, disarankan untuk melakukan latihan pernapasan mandiri. Menurut dr. Chandra, pengembangan dada harus maksimal dan postur tubuh juga harus dijaga.

"Tarik napas yang panjang untuk memperbaiki kapasitas paru. Sehingga, kalau nanti ada perburukan, dia sudah antisipasi sejak awal. Jika tidak, setelah COVID menjadi cepat lelah karena parunya tidak mengembang dengan baik," jelas dr. Chandra.

Bagaimana cara mengetahui saturasi oksigen turun atau tidak? Caranya adalah dengan menghitung napas. Kalau kita bisa menarik napas, lalu menahannya lebih dari tujuh hitungan dan kemudian dihembuskan, kemungkinan saturasinya masih aman. Agar lebih akurat, gunakan pulse oximeter.

Dokter Chandra menegaskan, latihan pernapasan bisa dilakukan dengan olahraga jenis apa pun. Selain itu, menonton video di internet tentang panduan latihan pernapasan juga bisa diterapkan.

Baca Juga: Waspada, 3 Varian Baru COVID-19 yang Lebih Cepat dan Mudah Menular

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya