Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensi

Disebut hipertensi jika tekanan darah 140/90 mmHg

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 adalah 34,1 persen, mengacu pada data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kementerian Kesehatan RI tahun 2018, prevalensi hipertensi atau tekanan darah tinggi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia di atas 18 tahun adalah 34,1 persen. 

Selain itu, estimasi jumlah kasus hipertensi Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian.

Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi, seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke, hingga berujung pada gagal ginjal dan kematian!

Untuk mengetahui seputar hipertensi dan dampaknya, dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP(K), dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, dan dr. Gunawan Purdianto, Medical Affairs Manager Bayer Indonesia, menjelaskan lebih detail dalam virtual media briefing dengan tema "Kelola Hipertensi, Cegah Gagal Jantung dan Kematian" pada Kamis (12/11/2020). Simak, yuk!

1. Mulai waspada jika tekanan darah menyentuh angka 130/80

Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensigoredforwomen.org

Dokter Ario mengutip pernyataan dari Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, yang mengatakan bahwa diagnosis hipertensi ditetapkan apabila tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Ditegaskan bahwa risiko hipertensi meningkat hampir linear dengan peningkatan tekanan darah.

Disarankan untuk mencapai target 120/80 mmHg, tetapi tidak lebih rendah dari 120/70 mmHg, termasuk bagi individu berusia ≥65 tahun. Mulailah waspada jika tekanan darah menyentuh angka 130-139/80-89 mmHg dan direkomendasikan untuk intervensi lewat perubahan gaya hidup serta penambahan terapi obat jika terbukti adanya penyakit kardiovaskular.

2. Pengobatan hipertensi bertujuan untuk mencegah kerusakan organ

Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensisecondscount.org

Apa yang terjadi jika hipertensi tidak dikelola dengan baik? Ada banyak kemungkinan, salah satunya adalah kerusakan organ (otak, mata, jantung, ginjal, pembuluh darah, dan seluruh organ yang disaluri oleh pembuluh darah).

"Salah satu impact-nya adalah gagal jantung, kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan baik. Ini berbeda dengan serangan jantung, di mana pembuluh darah koroner tersumbat namun jantung tetap berdenyut," ujar dr. Ario.

Di seluruh dunia, ada 64,3 juta penduduk yang menderita gagal jantung. Angka kesintasannya pun menurun dari tahun ke tahun. Pada 1 tahun pertama, angka harapan hidup adalah 87 persen, lalu turun menjadi 57 persen dalam 5 tahun, dan menyusut jadi 35 persen dalam 10 tahun.

3. Apa hubungan antara hipertensi dan gagal jantung?

Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensiparkview.com

Apa keterkaitan antara hipertensi dan gagal jantung? Menurut dr. Ario, penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah akibat hipertensi akan meningkatkan risiko gagal jantung.

"Gagal jantung adalah kondisi kronis dan progresif, di mana otot jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan darah dan oksigen," dr. Ario menjelaskan.

Dampaknya, hipertensi akan menambah beban jantung, yang mana penyempitan arteri membuat darah sulit mengalir dengan lancar dan menyebabkan jantung bekerja lebih keras.

Lalu, beban jantung yang tinggi menyebabkan jantung membesar dan menebal. Walau masih bisa memompa darah, efisiensi jantung berkurang. Semakin besar ukuran jantung, semakin sulit memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan nutrisi.

Selain hipertensi, faktor risiko gagal jantung adalah diabetes melitus, merokok, kolesterol tinggi, dan keluarga memiliki riwayat penyakit jantung.

Baca Juga: 7 Gejala Darah Tinggi Ini Sering Dianggap Biasa Aja, Jangan Lagi ya!

4. Mulai intervensi gaya hidup sebelum terlambat

Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensiksmedcenter.com

Dokter Ario mengingatkan bahwa mengelola tekanan darah adalah komitmen seumur hidup. Sebelum terlambat, mulai intervensi pola hidup yang kurang sehat, seperti mengurangi konsumsi garam, menurunkan berat badan, berhenti merokok, olahraga teratur, dan membatasi konsumsi alkohol.

"Pengidap hipertensi disarankan melakukan pemeriksaan tekanan darah secara mandiri dengan alat yang sudah dikalibrasi. Dan konsultasi dengan dokter lewat layanan telemedicine untuk mengontrol kondisi pasien lewat jarak jauh," saran dr. Ario, mengingat dunia masih dilanda pandemi.

Tak lupa, ia mengingatkan bahwa obat hipertensi harus terus diminum dan tidak boleh dihentikan karena bisa menimbulkan efek kurang baik.

5. Gunakan obat berteknologi OROS karena zat aktifnya bertahan lebih lama

Gagal Jantung dan Kematian bisa Dicegah dengan Kontrol Hipertensihealthinnovationnetwork.com

Pemilihan obat untuk hipertensi tak bisa sembarangan. Dari Bayer Indonesia, dr. Gunawan menganjurkan untuk menggunakan obat berteknologi OROS yang memungkinkan obat bertahan dalam tubuh selama 24 jam, dan menjaga tekanan darah tetap normal sepanjang hari.

"Obat ini memiliki dua lapisan yang berwarna kuning dan merah. Lapisan kuning adalah zat aktif dari obat itu, sementara lapisan merah berperan dalam teknologi OROS," dr. Gunawan memaparkan.

Dokter Gunawan menjelaskan perbandingan antara obat biasa dengan obat berteknologi OROS. Nifedipine kapsul dikenal cepat bekerja, tetapi cepat pula efeknya habis. Supaya bisa bertahan 24 jam, obat ini harus dikonsumsi tiga kali sehari. Sementara, nifedipine retard efeknya akan habis dalam waktu 12 jam, sehingga obat perlu diberikan dua kali sehari.

Selain itu, nifedipine OROS cukup diberikan satu kali sehari dan membuat tekanan darah stabil. Teknologinya memungkinkan zat aktif bertahan dalam tubuh selama 24 jam dan memberikan manfaat lebih bagi pasien.

Baca Juga: Apakah Aman Mengonsumsi Daging Merah bagi Pengidap Hipertensi?

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya