Perokok Aktif dan Pasif Berisiko Tinggi Terkena Bronkitis

Seperti apa gejalanya?

Penyakit yang berhubungan dengan paru-paru dan saluran pernapasan banyak macamnya, salah satunya adalah bronkitis. Mengutip Healthline, lebih dari 8,9 juta orang Amerika Serikat (AS) memiliki bronkitis kronis di tahun 2016. Sayangnya, belum ada data yang akurat dan menyeluruh mengenai jumlah pasien bronkitis di Indonesia.

Ketahui lebih banyak seputar bronkitis dalam program Break Time with Manuka yang disiarkan langsung di Instagram @manukahealth.id pada Selasa malam (25/10/2022). Tema yang diangkat adalah "Jangan Anggap Sepele Gangguan Pernapasan Bronkitis" dan dijelaskan oleh dr. RA Adaninggar PN, SpPD, selaku dokter spesialis penyakit dalam. Simak, yuk!

1. Merupakan respons dari tubuh terhadap benda asing yang masuk

Bronkitis berasal dari kata "bronkus" yang artinya saluran napas besar berbentuk seperti pipa yang menghubungkan antara paru-paru dengan hidung dan "itis" yang artinya peradangan atau inflamasi. Menurut dr. Adaninggar, peradangan adalah respons tubuh terhadap benda asing yang masuk.

"Benda asing yang menyebabkan peradangan ada dua, yaitu infeksi dan bukan infeksi. Kalau infeksi, penyebabnya bisa virus, bakteri, jamur, atau parasit. Kalau yang bukan infeksi, paling sering adalah debu, polusi, atau asap rokok," jelasnya.

2. Bronkitis dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis

Bronkitis dibagi menjadi dua, yaitu akut dan kronis. Bronkitis akut terjadi secara tiba-tiba dan biasanya disebabkan oleh infeksi. Namun, bronkitis akut bisa sembuh dalam waktu 7-14 hari.

"Kalau bronkitis kronis berlangsung (cukup) lama, bisa sampai berbulan-bulan. Salah satu gejala bronkitis kronis adalah batuk yang tak kunjung sembuh," ujar dr. Adaninggar.

Apakah bronkitis bersifat genetik? Kalau penyebabnya adalah alergi, maka ada kemungkinan diturunkan dari orang tua ke anak. Akan tetapi, jika penyebabnya adalah infeksi, maka jawabannya tidak.

3. Menyebabkan produksi lendir meningkat

Perokok Aktif dan Pasif Berisiko Tinggi Terkena Bronkitisilustrasi batuk (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Di bronkus terdapat silia, yaitu tonjolan menyerupai bulu-bulu halus yang fungsinya untuk membuang bakteri, virus, jamur, debu, dan kotoran. Namun, pada orang-orang tertentu (seperti perokok atau yang punya alergi) silianya tidak bisa bekerja dengan baik dan menyebabkan peradangan di bronkus.

Peradangan pada bronkus menyebabkan produksi lendir meningkat. Selain itu, dahak (yang dikeluarkan lewat batuk) menjadi kental, berwarna kuning atau hijau, dan terkadang berbau tidak sedap.

"Itu adalah mekanisme (tubuh) untuk membersihkan bronkus. Bersin atau batuk adalah suatu upaya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk ke saluran napas kita," terang alumnus Universitas Airlangga ini.

Baca Juga: Penyakit Bronkitis: Gejala, Penyebab dan Cara Mengobatinya

4. Perokok berpeluang lebih besar untuk menderita bronkitis

Dokter Adaninggar mengatakan bahwa bahan-bahan kimia dalam rokok bisa mengganggu pergerakan silia. Akibatnya, kemampuan silia untuk mengeluarkan kuman, debu, dan kotoran yang masuk ke saluran napas menjadi terganggu.

Dilansir UCSF Health, merokok adalah faktor risiko nomor satu yang bisa memicu bronkitis kronis di kemudian hari. Bahkan, lebih dari 90 persen pasien bronkitis kronis memiliki riwayat merokok!

Bagaimana dengan perokok pasif? Anak-anak yang orang tuanya merokok lebih sering sakit dan memiliki paru-paru yang lebih lemah. Selain itu, mereka lebih mungkin terkena bronkitis dan pneumonia (peradangan paru-paru).

5. Jangan self-diagnose, lebih baik periksa ke dokter

Perokok Aktif dan Pasif Berisiko Tinggi Terkena Bronkitisilustrasi rontgen dada (pexels.com/Anna Shvets)

Gejala bronkitis tidak spesifik dan memiliki kemiripan dengan penyakit saluran pernapasan lainnya. Oleh karena itu, jangan self-diagnose dan segera pergi ke dokter apabila batuk atau demam tidak kunjung membaik.

Menurut National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI), untuk mendiagnosis bronkitis, dokter akan mengawali dengan melakukan pemeriksaan fisik dan menanyakan riwayat kesehatan. Mungkin diikuti dengan:

  • Tes darah: Untuk mencari tanda-tanda infeksi.
  • Rontgen dada: Untuk mengecek paru-paru dan saluran bronkial.
  • Tes dahak (sputum): Untuk melihat bakteri atau organisme lain yang menyebabkan peradangan.
  • Tes fungsi paru: Menggunakan spirometer untuk mengukur seberapa banyak udara yang bisa ditampung oleh paru-paru. Dilakukan untuk mendeteksi apakah ada tanda-tanda asma atau emfisema (kerusakan paru kronis karena alveolus rusak).

Baca Juga: 5 Cara Menjaga Kesehatan Paru-Paru, Mudah Dilakukan

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya