Studi: Orang yang Tak Terpapar Virus Corona Memiliki Sel Kekebalan

Sel kekebalan ini bisa mengenali dan bereaksi terhadap virus

Baru-baru ini, para ilmuwan menemukan banyak orang yang tak terpapar virus corona strain baru SARS-CoV-2 ternyata memiliki sel kekebalan untuk COVID-19. Bukti dari seluruh dunia menunjukkan bahwa 20-50 persen orang yang belum pernah terpapar COVID-19 memiliki sel kekebalan yang bisa mengenali dan bereaksi terhadap virus.

Bagaimana bisa? Simak penjelasan lengkapnya di bawah ini!

1. Ini berdasarkan temuan reaktivitas silang sel T

Studi: Orang yang Tak Terpapar Virus Corona Memiliki Sel Kekebalanthailandmedical.news

Para ahli imunologi bersemangat berkat penemuan reaktivitas silang sel T. Ini diharapkan bisa menjelaskan misteri terkait virus, misalnya mengapa beberapa orang menjadi jauh lebih sakit daripada yang lain. Namun, para ilmuwan mewanti-wanti karena belum jelas apa arti penemuan ini bagi kesehatan manusia.

Menurut Profesor David Tscharke, kepala imunologi dan penyakit menular dari Universitas Nasional Australia, temuan ini bisa berarti baik, buruk, atau jelek. Artinya, ini bisa membantu atau justru tidak bisa berbuat apa-apa dan bahkan bisa memperburuk COVID-19.

"Sel T yang reaktif silang mungkin bisa membantu melawan virus, atau justru mungkin menghalangi sistem kekebalan, dan memperburuk penyakit. Fenomena ini dikenal sebagai dosa antigenik asli," ungkap Profesor David kepada The Sydney Morning Herald (SMH).

2. Salah satu komponen utama sistem kekebalan adaptif adalah sel T

Studi: Orang yang Tak Terpapar Virus Corona Memiliki Sel Kekebalanlifespan.io

Dilansir Teach Me Physiology, sel T atau limfosit T adalah salah satu komponen utama dari sistem kekebalan adaptif. Fungsinya adalah membunuh sel inang yang terinfeksi, mengatur respons imun, memproduksi sitokin, dan mengaktifkan sel kekebalan lainnya.

Umumnya, sistem kekebalan adaptif manusia bergantung pada presisi. Antibodi harus punya bentuk yang tepat agar bisa menempel pada virus tertentu dan membunuhnya. Sel T akan memburu fragmen kecil protein virus. Apabila dua virus berbagi fragmen protein, sel T akan menyerang keduanya.

SARS-CoV-2 sendiri memiliki banyak kode genetik yang sama, termasuk protein. Kode genetik ini sama dengan empat virus corona lain yang beredar di manusia.

"Beberapa bagian dari kode genetik hampir identik. Virus ini menyebabkan flu biasa (common cold) dan sangat umum, membuat lebih dari 90 persen orang terpapar," ungkap Dr. Corey Smith, kepala laboratorium translasi dan imunologi manusia di QIMR Berghofer Medical Research Institute, Australia.

Baca Juga: CDC Buktikan Pakai Masker Ampuh Cegah Penularan COVID-19 di Salon

3. Sel T reaktif silang menawarkan perlindungan dari virus

Studi: Orang yang Tak Terpapar Virus Corona Memiliki Sel Kekebalangutmicrobiotaforhealth.com

Diduga, beberapa orang yang terpapar virus ini mengembangkan sel T yang menargetkan SARS-CoV-2. Hal ini ditegaskan oleh Profesor Stephen Turner, kepala mikrobiologi Monash University, Australia. Menurutnya, sel T reaktif silang bisa menawarkan perlindungan, tuturnya kepada SMH.

Mengacu pada pandemi influenza yang terjadi di tahun 2009, menurut para ilmuwan, orang yang memiliki sel T reaktif silang dengan virus tersebut cenderung tidak menderita gejala parah.

"Itulah mengapa kita melihat begitu banyak infeksi tanpa gejala. Jika ada tingkat perlindungan karena paparan sebelumnya, gejala akan berkurang karena tubuh membatasi jumlah virus yang bisa berkembang," jelas Profesor Stephen.

4. Akan tetapi, sel T membutuhkan sinyal yang tepat untuk diaktifkan

Studi: Orang yang Tak Terpapar Virus Corona Memiliki Sel Kekebalanscitechdaily.com

Di sisi lain, menurut Profesor Stephen, sel T membutuhkan sinyal yang tepat untuk diaktifkan. Menurutnya, ada kemungkinan SARS-CoV-2 tidak memicu sel T atau sel ini berada di tempat yang salah untuk melawan infeksi.

Jika sel T tidak dirancang dengan sempurna untuk membunuh virus baru, ini justru bisa membuat orang semakin rentan. Apabila seseorang dengan satu jenis sel T terinfeksi dengan yang lain, antigenic sin (atau efek Hoskins) membatasi kemampuannya untuk melawan virus baru.

"Akibatnya, infeksi kedua jauh lebih buruk dibanding jika pasien belum pernah terinfeksi sebelumnya," ungkap Profesor David.

Pandemi COVID-19 masih berlangsung entah sampai kapan. Update selalu informasi seputar COVID-19 di IDN Times. Selain itu, lindungi dirimu dan orang-orang sekitarmu dengan cuci tangan sesering mungkin, pakai masker saat keluar rumah, terapkan pola hidup sehat agar daya tahan tubuh terjaga, kelola stres dengan baik, dan jangan kelayapan apalagi kalau bukan urusan yang mendesak.

Baca Juga: WHO: Penyebaran COVID-19 Didominasi oleh Orang Berusia Muda

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya