Tantangan yang Dihadapi Indonesia untuk Mengakhiri Pandemi COVID-19

Dari tracking hingga mengoptimalkan fasilitas kesehatan

Sudah berbulan-bulan Indonesia berjibaku melawan pandemi COVID-19 setelah kasus pertama diumumkan pada 2 Maret lalu. Kini, data terakhir dari Satgas COVID-19 per 28 Agustus menunjukkan bahwa Indonesia telah mencatatkan 165.887 kasus COVID-19 dengan 7.169 kematian dan 120.900 orang berhasil pulih.

Sebagai negara dengan populasi terbesar keempat dunia, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menuntaskan pandemi COVID-19. Hal ini dikupas tuntas dalam webinar internasional berjudul "Ending the Pandemic COVID-19: Efforts and Challenges" yang diadakan oleh Badan Litbang Kesehatan pada Kamis (27/8).

Webinar ini menghadirkan serangkaian narasumber yang kompeten di bidangnya, seperti Prof. Dr. dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si, dosen biokimia di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dr. Sunil Bahl dari WHO Regional Offices for South East Asia, Dr. dr. Novilia Sjafri Bachtiar, M.Kes dari Bio Farma, dan Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD, konsultan laboratorium CITO.

1. Sebanyak 322 laboratorium disiagakan untuk COVID-19

Tantangan yang Dihadapi Indonesia untuk Mengakhiri Pandemi COVID-19khaleejtimes.com

Mundur sedikit, kasus COVID-19 terkonfirmasi pertama diumumkan pada 2 Maret lalu. Tak lama kemudian, pada tanggal 11 Maret, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menaikkan statusnya menjadi pandemi.

Menyikapi hal tersebut, pada 16 Maret 2020 dibuatlah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MENKES/182/2020 tentang Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Ditunjuklah 12 laboratorium untuk memeriksa spesimen.

Perlahan jumlahnya bertambah menjadi 322 laboratorium, yang terdiri dari laboratorium milik pemerintah, rumah sakit, laboratorium di bawah Kementerian Pendidikan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pertanian, laboratorium di bawah Badan Pengawas Obat dan Makanan, laboratorium milik TNI/Polri, serta milik pihak swasta.

Menurut Dr. dr. Vivi Setiawaty, M.Biomed, metode yang digunakan untuk memeriksa spesimen adalah dengan RT-PCR dan GeneXpert. Pemeriksaan pun menemui kendala, dari segi koordinasi, sumber daya, keterlambatan pemeriksaan laboratorium, ketersediaan reagen dan bahan habis pakai, pencatatan dan pelaporan, hingga validitas reagen.

Ke depannya, diharapkan mutu laboratorium bisa terjaga dan meningkatkan, termasuk di aspek biosafety dan biosecurity, memperkuat jaringan (networking) antar laboratorium, menyempurnakan sistem pengelolaan data laboratorium nasional, serta memperkuat kolaborasi dalam penelitian dan pengembangan COVID-19.

2. WHO turut andil dalam pengembangan dan penyebaran vaksin

Tantangan yang Dihadapi Indonesia untuk Mengakhiri Pandemi COVID-19voanews.com

Pada April 2020 lalu, Access to COVID-19 Tools (ACT) diluncurkan oleh direktur jenderal WHO, Presiden Prancis, Presiden Komisi Eropa, dan Bill and Melinda Gates Foundation (BMGF). Tujuannya adalah untuk menyatukan berbagai mitra untuk mempromosikan dan mempercepat pengembangan, produksi dan distribusi vaksin, diagnostik, dan terapi COVID-19.

Menurut Dr. Sunil Bahl, 31 calon vaksin berada dalam fase uji klinis dan 6 di antaranya telah mencapai fase III. Uji klinis dilakukan untuk memastikan kemanjuran dan keamanan vaksin. Berbagai jenis vaksin sedang dikembangkan, seperti vaksin virus yang dilemahkan atau tidak diaktifkan, contohnya Sinovac atau Sinopharm.

Ada pula vaksin vektor virus yang dikembangkan oleh Oxford dan Astra Zeneca, vaksin asam nukleat yang dikembangkan oleh Moderna dan Pfizer, serta vaksin berbasis protein yang dikembangkan oleh Anhui Zhifei Longcom.

Dr. Sunil Bahl mengungkapkan bahwa vaksin yang berbeda cenderung memiliki karakteristik berbeda, baik dari segi jumlah dosis yang dibutuhkan, waktu pemberian, hingga kondisi penyimpanan.

Baca Juga: Epidemiolog UI: COVID-19 Bisa Diatasi dengan 3 Komponen Penting Ini

3. Apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan pandemi?

Tantangan yang Dihadapi Indonesia untuk Mengakhiri Pandemi COVID-19bioworld.com

Di sisi lain, menurut Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, PhD, virus SARS-CoV-2 berkembang biak di saluran pernapasan bagian atas, sementara SARS-CoV-1 di saluran pernapasan bagian bawah.

Walau "bersaudara", vaksin untuk SARS-CoV-1 tidak bisa digunakan untuk melawan SARS-CoV-2. Orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 memiliki viral load tinggi, terkadang tidak bergejala (asimtomatik), dan sulit dikenali.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk menghentikan pandemi?

Menurut Ahmad, kita harus mengombinasikan apa yang disebutnya sebagai "F, M, dan V".

Yang pertama adalah flattening the curve atau melandaikan kurva dengan lockdown dan pembatasan mobilitas. Lalu, harus diadakan massive PCR testing atau tes PCR besar-besaran. Kemudian, terapkan "3T", yakni test, trace (lacak), dan treat (atasi). Padukan semua komponen tersebut dengan vaksin jika sudah ditemukan.

Sembari menunggu vaksin, masyarakat dianjurkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti memakai masker, melakukan physical distancing, dan memperhatikan kebersihan pribadi seperti selalu mencuci tangan, saran Ahmad.

Baca Juga: Riset: Orang yang Pernah Terkena COVID-19 Bisa Terjangkit Lagi

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya