5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!

Kesehatan mental sang ibu tak boleh luput dari perhatian

Perjuangan perempuan tak hanya wajib menjaga diri saat mengandung dan melahirkan dan melulu fokus pada kesehatan fisiknya. Kondisi psikis atau kesehatan mental sang ibu pasca melahirkan juga tidak boleh luput dari perhatian.

Memiliki anak memang merupakan karunia luar biasa. Namun, transisi perempuan menjadi seorang ibu tak selalu mudah. Dari segi psikis, ada beberapa gangguan yang bisa dialami pascapersalinan. Bahkan, bila tidak ditangani dapat memicu sang ibu melakukan tindakan yang dapat mencelakai dirinya maupun sang anak.

Apa saja gangguan mental pasca persalinan yang mesti diwaspadai? Simak beberapa di antaranya berikut ini!

1. Sindrom baby blues

5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!ilustrasi ibu dan bayi (pexels.com/ Polina Tankilevitch)

Para ibu pasti sudah tidak asing dengan istilah sindrom baby blues, yaitu perubahan suasana hati akibat fluktuasi hormon yang tinggi yang terjadi selama dan segera setelah melahirkan.

Berdasarkan sebuah studi dalam jurnal "Mayo Clinic Proceedings" tahun 2014, baby blues atau postpartum blues sangat umum terjadi dialami oleh 80 persen ibu baru. Timbulnya baby blues biasanya terjadi sekitar 3-5 hari setelah pascapersalinan dan akan mereda saat kadar hormon tubuh mulai stabil.

Gejala umumnya tidak berlangsung lebih dari beberapa minggu dan kondisi ini tidak dianggap sebagai gangguan kesehatan mental. Akan tetapi, menurut sebuah laporan dalam "Journal of Psychosomatic Obstetrics & Gynecology" tahun 2004, bila sang ibu terus mengalami perubahan suasana hati atau perasaan depresi selama lebih dari 2 minggu setelah melahirkan, masalahnya mungkin lebih serius.

2. Postpartum depression

5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!ilustrasi ibu dan bayi (pexels.com/Laura Garcia)

Postpartum depression atau depresi pascapersalinan adalah bentuk depresi utama dan lebih jarang terjadi dibandingkan baby blues. Depresi pascapersalinan mencakup semua gejala depresi, tetapi hanya terjadi setelah persalinan. Gangguan ini bisa terjadi kapan saja setelah melahirkan dan bisa bertahan hingga setahun.

Menurut keterangan dari National Institute of Mental Health, depresi pasca melahirkan diperkirakan terjadi pada sekitar 10-20 persen ibu baru. Kondisi ini bisa terjadi karena beberapa faktor, di antaranya adalah:

  • Perubahan hormonal: fluktuasi hormon yang intens, seperti penurunan kadar serotonin yang terjadi setelah melahirkan, yang mungkin berperan dalam perkembangan depresi pasca bersalin.
  • Risiko situasional: melahirkan itu sendiri adalah perubahan dan transisi hidup yang besar, dan perubahan besar dapat menyebabkan stres berat bisa berujung pada depresi.
  • Tekanan hidup: keadaan stres seperti kewalahan merawat bayi untuk yang pertama kalinya, kurang kompaknya hubungan dengan pasangan, atau tekanan dari orang-orang sekitar tentang merawat anak bisa memengaruhi risiko ibu mengalami depresi pascapersalinan.

Baca Juga: 5 Hal yang Diperhatikan Calon Ibu Agar Terhindar dari Baby Blues

3. Postpartum obsessive-compulsive disorder

5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!ilustrasi ibu menggendong bayi (pexels.com/Amanda Alvarado)

Postpartum obsessive-compulsive disorder (OCD) adalah gangguan perinatal yang paling sering disalahpahami dan salah diagnosis. Seorang ibu atau ayah tidak harus terdiagnosis dengan gangguan obsesif kompulsif untuk mengalami gejala umum kecemasan perinatal ini. Menurut keterangan dalam "Journal of Reproductive Medicine" tahun 2013, diperkirakan sebanyak 3-5 persen ibu baru dan sebagian ayah baru akan mengalami gejala tersebut.

Orang tua yang mengalami hal ini biasanya merasa dihantui oleh gambaran atau pikiran yang berulang dan mengganggu yang muncul secara tiba-tiba. Kemudian, orang tua akan mengambil langkah-langkah untuk menghindari pemicu dan menghindari apa yang mereka khawatirkan berpotensi membahayakan bayi.

Menurut keterangan dari laman organisasi Postpartum Support International, gejala OCD yang muncul dapat meliputi:

  • Obsesi, juga disebut pikiran intrusif, yaitu pikiran yang terus-menerus dan berulang atau gambaran mental yang berkaitan dengan bayi.
  • Kompulsif, yakni ketika seorang ibu dapat melakukan hal tertentu berulang kali untuk mengurangi ketakutan dan obsesinya.
  • Rasa takut akan obsesi.
  • Takut ditinggal sendirian dengan bayi.
  • Kewaspadaan berlebihan dalam melindungi bayi.

Menurut buku panduan "Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5", OCD yang dialami pascapersalinan dapat memengaruhi hubungan kedekatan antara ibu dan bayinya.

4. Postpartum post-traumatic stress disorder

5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!ilustrasi perempuan memberi susu pada bayinya (pexels.com/Sarah Chai)

Setelah melahirkan, perempuan juga mungkin mengalami postpartum post-traumatic stress disorder alias PTSD pascapersalinan. Menurut jurnal Clinical Psychology Review tahun 2006, gejala PTSD terkait kelahiran adalah sebagai berikut:

  • Pikiran obsesif tentang kelahiran.
  • Perasaan panik saat berada di dekat lokasi kelahiran terjadi.
  • Perasaan hampa atau mati rasa.
  • Kenangan yang mengganggu tentang pengalaman kelahiran.
  • Mimpi buruk.
  • Kilas balik.
  • Kesedihan, ketakutan, kecemasan, atau lekas marah.

Faktor yang memengaruhi PTSD pascapersalinan meliputi faktor medis seperti kelahiran prematur, rasa sakit luar biasa yang dialami ketika bersalin, dan faktor sosio-psikologi seperti kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat masalah psikologi yang dialami sebelumnya, dan keadaan sosial-ekonomi yang rendah. 

5. Postpartum psychosis

5 Jenis Gangguan Mental setelah Melahirkan, Ada Baby Blues!ilustrasi perempuan depresi (pexels.com/Kat Jayne)

Psikosis postpartum adalah sebuah kondisi langka bila dibandingkan dengan kejadian depresi atau kecemasan pascapersalinan. Menurut sebuah laporan dalam International Review of Psychiatry tahun 2003, gangguan ini terjadi pada sekitar 1 hingga 2 dari setiap 1.000 kelahiran (atau sekitar 0,1-0,2 persen kelahiran).

Kemunculannya biasanya mendadak, paling sering dalam 2 minggu pertama setelah ibu melahirkan. Berdasarkan buku The Psychoses of Menstruation and Childbearing, gejala psikosis postpartum mirip dengan psikosis pada umumnya, meliputi halusinasi, delusi, gejala fisik (penolakan makan, hiperaktif, dan sebagainya), gejala mental (kebingungan ekstrem, hilang ingatan, dan pikiran tidak koheren), dan gejala tingkah laku (paranoia, bicara ngawur, dan sebagainya).

Karena merupakan kondisi yang serius, perempuan yang terdiagnosis psikosis postpartum harus dirawat di rumah sakit sampai kondisinya stabil. Selain itu, seorang perempuan yang pernah mengalami psikosis postpartum akan berisiko mengalaminya lagi pada kehamilan berikutnya.

Umumnya gangguan mental pascapersalinan yang dialami perempuan bersifat sementara dan bisa sembuh dengan sendirinya atau dengan bantuan profesional. Akan tetapi, bukan berarti kita bisa mengesampingkan berbagai gejala yang muncul. 

Bagi para mama muda yang baru saja melahirkan dan memiliki gejala-gejala yang disebutkan di atas tadi, sebaiknya komunikasikan dengan orang-orang terdekat. Bila perlu, minta bantuan profesional agar gangguan mental yang dirasakan tidak memburuk dan mengakibatkan dampak yang lebih serius.

Baca Juga: 5 Tips Atasi Baby Blues, Calon Mama Papa Wajib Baca!

Nisa Rengganis Photo Writer Nisa Rengganis

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia
  • Izza Namira
  • Delvia Y Oktaviani
  • Bayu Nur Seto

Berita Terkini Lainnya