Hipertensi Sekunder: Penyebab, Gejala, dan Penanganan

Terjadi sebagai akibat dari beberapa kondisi medis lain

Tekanan darah tinggi atau hipertensi diklasifikasikan sebagai "esensial" (primer) dan sekunder. Hipertensi primer tidak memiliki penyebab yang jelas. Mungkin karena faktor seperti riwayat keluarga atau gaya hidup. Kebanyakan orang dengan hipertensi memiliki hipertensi primer.

Sementara itu, hipertensi sekunder terjadi sebagai akibat dari beberapa kondisi medis lain. Hipertensi sekunder diperkirakan dialami sekitar 10 persen orang dengan hipertensi, membuatnya menjadi kondisi yang kurang umum, mengutip WebMD.

1. Penyebab

Dilansir Mayo Clinic, banyak penyakit dan kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Beberapa penyakit ginjal dapat menyebabkannya, antara lain:

  • Komplikasi diabetes (nefropati diabetik): Diabetes dapat merusak sistem penyaringan ginjal, yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.
  • Penyakit ginjal polikistik: Kista di ginjal mencegah ginjal bekerja secara sebagaimana mestinya dan dapat meningkatkan tekanan darah.
  • Penyakit glomerulus: Ginjal menyaring limbah dan natrium menggunakan filter mikroskopis (glomeruli) yang kadang bisa menjadi bengkak. Jika glomeruli yang bengkak tidak mampu bekerja secara normal, seseorang mungkin mengalami tekanan darah tinggi.
  • Hipertensi renovaskular: Jenis tekanan darah tinggi ini disebabkan oleh penyempitan (stenosis) salah satu atau kedua arteri yang menuju ke ginjal. Kondisi ini sering disebabkan oleh jenis plak lemak yang sama yang dapat merusak arteri koroner (aterosklerosis), atau kondisi terpisah saat otot dan jaringan fibrosa dari dinding arteri ginjal menebal dan mengeras menjadi cincin (displasia fibromuskular).

Kondisi medis yang memengaruhi kadar hormon juga dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Ini dapat meliputi:

  • Aldosteronisme: Kelenjar adrenal menghasilkan terlalu banyak hormon aldosteron. Ini membuat ginjal menahan garam dan cairan dan kehilangan terlalu banyak potasium, yang meningkatkan tekanan darah.
  • Sindrom Cushing: Dalam kondisi ini, obat kortikosteroid dapat menyebabkan hipertensi sekunder, atau hipertensi dapat disebabkan oleh tumor hipofisis atau faktor lain yang menyebabkan kelenjar adrenal memproduksi terlalu banyak hormon kortisol.
  • Masalah tiroid: Ketika kelenjar tiroid tidak menghasilkan cukup hormon tiroid (hipotiroidisme) atau memproduksi terlalu banyak hormon tiroid (hipertiroidisme), tekanan darah tinggi dapat terjadi.
  • Feokromositoma: Tumor langka biasanya ditemukan di kelenjar adrenal ini menghasilkan terlalu banyak hormon adrenalin dan noradrenalin, yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi jangka panjang atau lonjakan tekanan darah jangka pendek.
  • Hiperparatiroidisme: Kelenjar paratiroid mengontrol kadar kalsium dan fosfor dalam tubuh. Jika kelenjar melepaskan terlalu banyak hormon paratiroid, jumlah kalsium dalam darah meningkat, yang mana ini memicu peningkatan tekanan darah.

Hal lainnya yang juga dapat menyebabkan hipertensi sekunder termasuk:

  • Koarktasio aorta: Dalam kondisi ini, sejak lahir, arteri utama tubuh (aorta) menyempit (koarktasio). Ini memaksa jantung untuk memompa lebih keras untuk mendapatkan darah melalui aorta dan ke seluruh tubuh. Akibatnya, tekanan darah meningkat, terutama di lengan.
  • Sleep apnea: Kondisi ini sering ditandai dengan dengkuran yang parah, pernapasan berulang kali berhenti dan dimulai saat tidur, menyebabkan seseorang tidak mendapat cukup oksigen. Tidak mendapatkan cukup oksigen dapat merusak lapisan dinding pembuluh darah yang dapat mempersulitnya untuk mengontrol tekanan darah. Selain itu, sleep apnea menyebabkan bagian dari sistem saraf menjadi terlalu aktif dan melepaskan bahan kimia tertentu yang meningkatkan tekanan darah.
  • Obesitas: Saat kelebihan berat badan, jumlah darah yang mengalir melalui tubuh meningkat. Ini memberi tekanan tambahan pada dinding arteri sehingga meningkatkan tekanan darah. Kelebihan berat badan juga meningkatkan detak jantung dan mempersulit pembuluh darah untuk mengalirkan darah. Selain itu, timbunan lemak dapat melepaskan zat kimia yang meningkatkan tekanan darah.
  • Kehamilan: Kehamilan dapat memperburuk tekanan darah tinggi yang ada atau menyebabkan berkembangnya tekanan darah tinggi (preeklamsia).
  • Obat-obatan dan suplemen: Berbagai obat resep. seperti pereda nyeri, pil KB, antidepresan, dan obat yang digunakan setelah transplantasi organ dapat menyebabkan atau memperburuk tekanan darah tinggi pada beberapa orang. Dekongestan yang dijual bebas dan suplemen herbal tertentu (termasuk ginseng, licorice, dan ma-huang), mungkin memiliki efek yang sama. Banyak obat-obatan terlarang, seperti kokain dan metamfetamin, juga meningkatkan tekanan darah.

Faktor risiko terbesar untuk mengembangkan hipertensi sekunder adalah memiliki kondisi medis yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, seperti masalah pada ginjal, arteri, jantung, atau masalah sistem endokrin.

2. Gejala

Hipertensi Sekunder: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi hipertensi (pixabay.com/Steve Buissinne)

Gejala hipertensi sekunder dapat bervariasi tergantung pada jenis kondisi atau penyakit yang bekerja dalam kombinasi dengan tekanan darah tinggi. Selain itu, mungkin ada kesulitan dalam mengendalikan tekanan darah tinggi hanya dengan menggunakan satu atau dua obat. American Heart Association mendefinisikan tekanan darah tinggi sebagai pembacaan tekanan darah 130/80 mmHg atau lebih tinggi.

Layaknya hipertensi primer, hipertensi sekunder biasanya tidak memiliki tanda atau gejala khusus, bahkan jika tekanan darah telah mencapai tingkat yang sangat tinggi. Apabila kamu telah didiagnosis dengan hipertensi, memiliki salah satu dari tanda-tanda di bawah ini mungkin berarti kamu memiliki hipertensi sekunder.

  • Tekanan darah tinggi yang tidak merespons obat tekanan darah (hipertensi resistan).
  • Tekanan darah sangat tinggi (tekanan darah sistolik lebih dari 180 mmHg atau tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg).
  • Tekanan darah tinggi yang tidak lagi merespons obat yang sebelumnya mengontrol tekanan darah.
  • Tekanan darah tinggi yang tiba-tiba muncul sebelum usia 30 atau setelah usia 55 tahun.
  • Tidak ada riwayat hipertensi dalam keluarga.
  • Tidak mengalami obesitas.

Baca Juga: Retinopati Hipertensi: Penyebab, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

3. Diagnosis

Mengutip Cleveland Clinic, karena hipertensi sekunder secara relatif jarang, dan skrining penyebabnya bisa mahal dan memakan waktu, tidak setiap pasien dengan tekanan darah tinggi akan dites untuk kondisi tersebut. Dokter akan menguji pasien apabila ada kecurigaan kuat akan kondisi tertentu.

Ada beberapa faktor yang membantu apakah seseorang harus diskrining untuk hipertensi sekunder, yang meliputi:

  • Pasien usia di bawah 30 tahun yang memiliki tekanan darah tinggi tanpa ada riwayat kondisi ini dalam keluarga atau faktor risiko hipertensi lainnya.
  • Pasien dengan hipertensi persisten yang memiliki tekanan darah tinggi yang belum membaik meskipun pengobatan optimal dengan setidaknya tiga jenis obat tekanan darah.
  • Pasien yang kelebihan berat badan atau obesitas dengan tekanan darah tinggi yang tidak merespons pengobatan dari waktu ke waktu.
  • Tanda atau gejala yang menunjukkan kondisi yang mendasarinya.
  • Kelainan laboratorium seperti kadar kalium rendah atau kalsium tinggi.

Dokter akan fokus pada gejala yang dan ta kondisi yang mungkin menyebabkan hipertensi sekunder. Tanda fisiknya dapat termasuk:

  • Perubahan pada berat badan.
  • Penumpukan cairan (pembengkakan).
  • Pertumbuhan rambut abnormal.
  • Stretch mark di kulit perut.
  • Aliran darah yang tidak normal ke ginjal.

Tes darah juga mungkin diperlukan, yang mungkin termasuk:

  • Tes kreatinin dan nitrogen urea darah untuk memeriksa fungsi ginjal.
  • Kadar kalsium dan kalium dalam darah.
  • Tes fungsi tiroid.

Tes pencitraan juga bisa dilakukan untuk melihat ukuran dan struktur organ, misalnya:

  • Ultrasound ginjal untuk memeriksa ukuran dan aliran darah.
  • CT scan atau MRI untuk memeriksa kelenjar adrenal, atau arteriogram untuk melacak aliran darah ke ginjal.

Tekanan darah juga akan dipantau untuk melihat apakah terjadi penurunan pada titik yang berbeda pada siang hari atau malam hari.

4. Komplikasi yang dapat terjadi

Hipertensi Sekunder: Penyebab, Gejala, dan Penangananilustrasi gagal jantung (pexels.com/RODNAE Productions)

Hipertensi sekunder dapat memperburuk kondisi medis yang mendasari tekanan darah tinggi. Apabila tidak mendapat pengobatan, hipertensi sekunder bisa menyebabkan masalah kesehatan lainnya, seperti:

  • Aneurisme: Peningkatan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah melemah dan menonjol, membentuk aneurisme. Jika pecah, itu bisa mengancam jiwa.
  • Kerusakan pada arteri: Ini dapat mengakibatkan pengerasan dan penebalan arteri (aterosklerosis) yang dapat mengakibatkan serangan jantung, stroke, atau komplikasi lainnya.
  • Pembuluh darah yang melemah dan menyempit di ginjal: Ini dapat mencegah organ-organ tersebut bekerja dengan baik.
  • Gagal jantung: Untuk memompa darah melawan tekanan yang lebih tinggi di pembuluh darah, otot jantung menebal. Akhirnya, otot yang menebal mungkin lebih sulit memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang pada akhirnya dapat menyebabkan gagal jantung.
  • Sindrom metabolik: Ini adalah sekelompok gangguan metabolisme tubuh, termasuk peningkatan lingkar pinggang, trigliserida tinggi, kadar high-density lipoprotein (HDL) atau kolesterol baik rendah, tekanan darah tinggi, dan kadar insulin tinggi. Pada orang dengan tekanan darah tinggi, ia cenderung memiliki komponen lain dari sindrom metabolik. Makin banyak komponen yang dimiliki, makin besar risiko terkena diabetes, penyakit jantung, atau stroke.
  • Pembuluh darah di mata menebal, menyempit, atau robek: Keadaan ini dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan.
  • Masalah dengan memori atau pemahaman: Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol juga dapat memengaruhi kemampuan berpikir, mengingat, dan belajar. Masalah dengan memori atau pemahaman konsep lebih sering terjadi pada orang dengan tekanan darah tinggi.

5. Penanganan

Penanganan hipertensi sekunder melibatkan pengobatan kondisi medis yang mendasarinya, baik dengan obat-obatan atau operasi. Setelah kondisi yang mendasari ditangani, tekanan darah akan kembali normal.

Pasien mungkin harus terus mengonsumsi obat tekanan darah, dan kondisi medis mendasar apa pun yang dimiliki dapat memengaruhi pengobatan dari dokter.

Obat-obatan yang mungkin diresepkan dokter meliputi:

  • Thiazide diuretic. 
  • Beta-blocker.
  • Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor.
  • Angiotensin II receptor blocker.
  • Calcium channel blocker.
  • Direct renin inhibitor. 

Pengobatan untuk hipertensi sekunder terkadang bisa rumit. Seseorang mungkin memerlukan lebih dari satu obat yang dikombinasikan dengan perubahan gaya hidup untuk mengontrol tekanan darah tinggi. Kontrol rutin akan diperlukan, misalnya sebulan sekali, sampai tekanan darah terkendali. Dokter juga mungkin menyarankan untuk rutin cek tekanan darah di rumah.

Dokter juga mungkin akan memberikan tips ini agar pengobatan maksimal:

  • Makan makanan sehat yang rendah sodium.
  • Rutin olahraga.
  • Tidak merokok.
  • Menjaga berat badan dalam kisaran sehat.
  • Membatasi atau menghindari alkohol.

Dalam kasus di mana tumor ditemukan menjadi penyebab hipertensi sekunder, pembedahan mungkin diperlukan. Untuk ketidakseimbangan hormon dan kondisi lain, pengobatan dapat digunakan untuk mengobati hipertensi sekunder.

Beberapa penyebab hipertensi sekunder, seperti tumor atau struktur pembuluh darah yang tidak normal, tidak dapat dicegah. Penyebab lainnya, seperti penggunaan obat atau obesitas, dapat dicegah melalui perubahan gaya hidup dan kesadaran akan potensi efek samping obat. Diskusikan efek samping obat dengan dokter. Jangan menghentikan obat apa pun tanpa sepengetahuan dokter.

Hipertensi sekunder memiliki pandangan positif dengan pengobatan. Deteksi dan pengobatan dini dapat membantu meminimalkan kemungkinan kerusakan serius karena kelainan bentuk pembuluh darah atau tumor.

Hipertensi dapat menjadi lebih umum seiring penuaan. Tidak jarang pasien harus terus dirawat karena tekanan darah tinggi, bahkan setelah kondisi penyebab hipertensi sekunder mereka telah diobati.

Baca Juga: Hipertensi Pulmonal: Penyebab, Jenis, Gejala, Komplikasi, Pengobatan

Topik:

  • Nurulia
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya