Umumnya setelah pergi liburan, tubuh dan pikiran akan relaks sehingga siap untuk kembali menghadapi rutinitas harian. Namun, ada pula orang yang merasa depresi setelah pergi berlibur. Kondisi ini dikenal sebagai post-holiday syndrome atau post-holiday blues.
Menukil laman Great Lakes Psychiatric, depresi tersebut disebabkan oleh ekspektasi liburan yang terlalu tinggi, perasaan bersalah karena telah menghabiskan banyak uang ketika liburan, atau bahkan ketakutan atau stres karena harus kembali bekerja.
Nah rasa depresi yang berlebihan itu secara ilmiah disebut dengan post-holiday syndrome. Depresi seperti ini juga dikenal dengan nama holiday depression atau post-holiday blues.
Laporan berjudul “Post-Holiday Syndrome” yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Pschology Disorders pada Januari 2020 lalu, kondisi tersebut dialami setelah berlibur yang pada akhirnya dapat mengganggu performa harian.
Seseorang yang mengalami post-holiday syndrome umumnya sulit tidur pada malam hari, dan lebih sering tertidur di siang hari. Biasanya, tingkat kecemasan, depresi, dan stres akan meningkat saat dan setelah liburan.
Kalau dibiarkan, tak jarang sindrom ini akan mengarah ke depresi mayor yang dampaknya lebih serius. Gejalanya adalah perasaan tertekan, gelisah, putus asa, kehilangan daya konsentrasi, mengisolasi diri, hingga munculnya pikiran tentang bunuh diri.
Perlu diketahui bahwa kondisi bisa dialami siapa saja. Namun, jangan biarkan post-holiday syndrome berlarut-larut. Berikut ini adalah beberapa cara yang dianjurkan para ahli untuk mengatasi kondisi tersebut dan semangat lagi dalam beraktivitas sehari-hari.