Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam Mimpi

Bisa dipicu oleh stres atau trauma masa lalu

Pernahkah kamu merasa tidak terhubung dengan diri sendiri atau menganggap lingkungan sekitar tidak nyata, seolah-olah berada dalam mimpi? Jika memiliki perasaan tersebut, bisa jadi yang kamu alami adalah gangguan depersonalisasi-derealisasi atau biasa disebut sebagai gangguan depersonalisasi.

Gangguan ini menyebabkan seseorang merasa seperti hidup di dalam mimpi. Bagi sebagian orang yang mengalaminya, gangguan ini bisa membuat cemas atau panik, sehingga perlu mencari bantuan untuk mengatasinya. Untuk lebih mengetahui tentang gangguan depersonalisasi, simak ulasan berikut ini sampai habis, ya!

1. Merasa seperti terpisah dari diri sendiri atau lingkungan

Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam MimpiPenderita gangguan depersonalisasi-derealisasi merasa seolah hidup dalam mimpi. pixabay.com/Graehawk

Melansir Healthline, gangguan depersonalisasi membuat penderitanya seperti terpisah dengan dirinya sendiri atau lingkungan sekitarnya. Terdapat dua masalah yang kerap dialami oleh orang dengan kondisi ini, yaitu:

  • Depersonalisasi, yaitu kondisi saat seseorang merasa dirinya tidak nyata
  • Derealisasi, yaitu kondisi saat seseorang merasa lingkungan sekitar atau orang lain tidak nyata

Gangguan ini mungkin terasa seperti hidup di dalam mimpi. Episode depersonalisasi atau derealisasi, bahkan keduanya, yang terus-menerus dan berulang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari.

Seperti dijelaskan di laman Mayo Clinic, selama episode ini, orang yang mengalaminya menyadari bahwa kondisi tersebut hanyalah perasaan, bukan kenyataan.

2. Termasuk dalam gangguan disosiatif

Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam MimpiGangguan depersonalisasi-derealisasi termasuk gangguan disosiatif. freepik.com/rawpixel.com

Menurut keterangan dari American Psychiatric Association, gangguan depersonalisasi-derealisasi termasuk salah satu tipe dari gangguan disosiatif. Gangguan disosiatif lainnya yaitu gangguan identitas disosiatif dan disosiatif amnesia.

Gangguan disosiatif adalah kondisi mental yang melibatkan masalah dengan ingatan, identitas, emosi, persepsi, perilaku serta rasa diri. Gejala disosiatif berpotensi mengganggu fungsi mental seseorang.

Baca Juga: 10 Stigma yang Sering Diberikan kepada Penderita Gangguan Mental

3. Gejala depersonalisasi dan derealisasi

Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam MimpiPengidap gangguan depersonalisasi merasa seolah-olah berada di luar tubuhnya. unsplash.com/Michelle Lee

Gejala pada gangguan ini umumnya terbagi menjadi dua, yaitu gejala depersonalisasi dan gejala derealisasi.

Gejala depersonalisasi meliputi:

  • Merasa terpisah dari pikiran, perasaan, dan seperti berada di luar tubuh sendiri, seolah-olah sedang melayang dan memerhatikannya tubuhnya dari atas
  • Merasa seperti robot atau tidak dapat mengendalikan perkataan dan gerakan
  • Merasa ukuran tubuh tidak normal
  • Mengalami mati rasa pada fisik atau pikiran, seolah-olah pancaindra tidak berfungsi
  • Merasa bahwa ingatannya tidak memiliki emosi dan berpikir mungkin ingatan tersebut bukan miliknya

Sementara itu, gejala derealisasi di antaranya:

  • Sulit mengenali lingkungan sekitar, seperti berada di dalam mimpi
  • Merasa seperti dipisahkan oleh dinding kaca dengan dunia nyata, sehingga hanya bisa melihat tanpa bisa terhubung
  • Lingkungan sekitar tampak tidak nyata, buram, datar, terlalu jauh atau dekat, terlalu besar atau kecil
  • Distorsi dalam persepsi waktu, seperti masa lalu terasa sangat baru dan kejadian baru-baru ini terasa seperti masa lalu

4. Penyebabnya diduga berkaitan dengan stres atau trauma

Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam MimpiStres berat atau trauma bisa memicu gangguan depersonalisasi-derealisasi. pexels.com/Keenan Constance

Melansir WebMD, penyebab terjadinya gangguan depersonalisasi-derealisasi belum diketahui secara pasti. Namun, faktor biologis, psikologis dan lingkungan mungkin memiliki peran dalam kondisi ini.

Gangguan depersonalisasi-derealisasi sering kali dipicu oleh stres yang intens atau peristiwa traumatis, terutama saat usia muda. Misalnya pelecehan, kecelakaan, bencana alam, perang dan tindakan kekerasan yang dialami atau disaksikan sendiri.

Berdasarkan laman Healthline, penggunaan obat-obatan tertentu seperti halusinogen, ketamin, salvia, dan mariyuana juga bisa menimbulkan gejala yang mirip dengan gangguan depersonalisasi-derealisasi pada sebagian orang.

5. Psikoterapi dilakukan untuk mengatasi gangguan depersonalisasi-derealisasi

Gangguan Depersonalisasi-Derealisasi, Merasa seperti Hidup dalam MimpiPsikoterapi untuk mengatasi gangguan depersonalisasi-derealisasi. pexels.com/Cottonbro

Episode depersonalisasi atau derealisasi yang terjadi berulang bisa terasa menakutkan. Melansir Mayo Clinic, kondisi tersebut bisa menyebabkan seseorang kesulitan untuk fokus pada tugas atau mengingat sesuatu, mengganggu aktivitas, menimbulkan masalah dalam hubungan dengan orang lain, kecemasan, depresi, dan rasa putus asa.

Perawatan gangguan depersonalisasi-derealisasi yang utama yaitu dengan psikoterapi. Namun, terkadang pemberian obat-obatan juga diperlukan.

Psikoterapi

Psikoterapi merupakan pengobatan utama. Tujuannya untuk mengendalikan gejala, sehingga dapat berkurang atau hilang. Psikoterapi yang dilakukan meliputi terapi perilaku kognitif atau terapi psikodinamik.

Psikoterapi dapat membantu pasien untuk memahami tentang gangguan depersonalisasi-derealisasi, mempelajari strategi coping mechanism untuk menghadapi situasi stres, menangani emosi terkait trauma masa lalu dan kondisi mental lainnya, seperti kecemasan atau depresi.

Obat-obatan

Tidak ada obat yang spesifik untuk gangguan depersonalisasi-derealisasi. Obat-obatan dapat digunakan untuk mengatasi depresi atau kecemasan yang sering kali dikaitkan dengan gangguan ini.

Di samping beberapa upaya tersebut, dukungan dari keluarga dan kerabat dekat sangat diperlukan dalam perawatan orang dengan gangguan depersonalisasi-derealisasi. Apabila merasa ada yang aneh atau sesuatu yang tidak biasa dengan kondisi mental kalian, sebaiknya konsultasikan ke psikolog atau psikiater untuk mengetahui penyebab dan mendapatkan penanganan yang tepat.

Baca Juga: Ini Dampak Aplikasi Kencan Online pada Kesehatan Mental

Rifa Photo Verified Writer Rifa

.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya