Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penanganan

Kehilangan orang terkasih bisa menyebabkan kondisi ini

Prolonged grief disorder atau complicated grief telah dimasukkan ke dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-5), buku manual statistikal diagnostik gangguan mental. Dengan begitu, penderitanya bisa mendapat bantuan yang layak. Seseorang bisa didiagnosis kondisi ini jika kesedihan yang dialami sudah mengganggu kesehariannya.

Untuk tahu lebih lanjut apa itu prolonged grief disorder beserta gejala, penyebab, diagnosis, dan penanganannya, baca terus artikel ini sampai tuntas, ya.

1. Apa itu prolonged grief disorder?

Prolonged grief disorder (PGD) atau rasa duka yang berkepanjangan adalah jenis gangguan mental yang mengakibatkan kesedihan terus-menerus setelah seseorang kehilangan orang terkasih. 

Menurut American Psychiatric Association (APA), seseorang dianggap mengalami PGD jika kesedihan yang dialami berlangsung setidaknya 6 bulan untuk anak remaja dan setidaknya 12 bulan untuk orang dewasa.

Orang dengan PGD akan merasakan kerinduan yang mendalam kepada orang yang telah meninggal dunia. Kesedihan dan kerinduan yang dialami akan mengganggu kehidupan personal, pekerjaan, dan kehidupan sosial penderitanya.

2. Penyebab dan gejala

Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penangananilustrasi prolonged grief disorder (unsplash.com/Žygimantas Dukauskas)

Mengutip Mayo Clinic, penyebab PGD belum sepenuhnya diketahui. Seperti banyak gangguan kesehatan mental lainnya, ini mungkin melibatkan faktor lingkungan, kepribadian, sifat bawaan, dan susunan kimiawi tubuh.

PGD lebih sering dialami perempuan dan dengan usia yang lebih tua. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang mengembangkannya antara lain:

  • Kematian yang tidak terduga atau karena kekerasan, seperti kematian akibat kecelakaan mobil, atau pembunuhan atau bunuh diri orang yang dicintai.
  • Kematian seorang anak.
  • Hubungan dekat atau ketergantungan dengan orang yang meninggal.
  • Isolasi sosial atau kehilangan sistem pendukung atau pertemanan.
  • Riwayat depresi, kecemasan akibat perpisahan, atau gangguan stres pascatrauma (PTSD) sebelumnya.
  • Pengalaman masa kecil yang traumatis, seperti pelecehan atau penelantaran.
  • Stresor (pemicu stres) kehidupan utama lainnya, seperti kesulitan finansial.

3. Gejala

Saat orang terdekat kita baru saja meninggal dunia, penting untuk memperhatikan kondisi kesehatan mental. Walaupun kesedihan adalah perasaan normal dalam situasi tersebut, tetapi ini bisa menjadi masalah apabila rasa sedih berlangsung selama berbulan-bulan atau terlalu intens.

Dilansir WebMD, beberapa gejala PGD antara lain:

  • Merasa tidak percaya dengan kematian orang terdekat.
  • Merasakan perasaan yang kuat terkait dengan kematian yang terjadi (marah, kebencian, atau duka).
  • Sulit untuk melanjutkan hidup (bersosialisasi, melakukan hobi, atau merencanakan masa depan).
  • Mati rasa secara emosional.
  • Merasa hidup tidak berarti.
  • Rasa kesepian yang ekstrem.

Baca Juga: 7 Cara Menghadapi Kesedihan Setelah Kehilangan Orang Tercinta

4. Gejala pada anak

Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penangananilustrasi prolonged grief disorder atau complicated grief (pexels.com/brother's photo)

PGD memiliki gejala yang berbeda-beda, tergantung usia, jenis kelamin, atau budaya tertentu. Pada anak dan remaja akan menimbulkan reaksi yang berbeda-beda saat mereka kehilangan orang yang penting dalam hidupnya. Beberapa gejalanya termasuk:

  • Menunggu orang yang meninggal untuk kembali.
  • Pergi ke tempat-tempat di mana mereka melihat orang terkasih yang sudah meninggal.
  • Merasa takut orang-orang di sekitarnya akan meninggal.
  • Mempunyai pikiran "gaib" atau gangguan kecemasan saat berpisah.
  • Menunjukkan kesedihan atau perasaan sakit yang kuat.

5. Diagnosis

Dokter akan melakukan diagnosis dengan cara berkonsultasi dengan pasien. Seseorang dianggap memiliki PGD jika gejala yang ditunjukkan tidak cocok dengan kondisi gangguan mental lainnya.

Menurut DSM-5, kerinduan yang dalam dan/atau memikirkan orang terkasih yang sudah meninggal dunia secara terus-menerus merupakan gejala utama dari kondisi ini. Pasien setidaknya harus memiliki tiga gejala yang sudah disebutkan untuk dikategorikan mengidap PGD.

6. Penanganan

Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penangananilustrasi terapi (unsplash.com/Christina @ wocintechchat.com)

Kondisi kesehatan mental ini bisa ditangani dengan terapi PGD (PGDT). Terapi ini merupakan cara yang diambil dari penelitian psikologis dan fungsi sosial setelah kehilangan. Dengan PGDT, pasien akan bekerja sama dengan profesional kesehatan mental untuk mendiskuksikan:

  • Kelekatan hubungan (attachnment relationship).
  • Proses penguasaan diri.
  • Proses regulasi emosi.
  • Proses kognitif.
  • Kepribadian sosial dan orang lain.
  • Serta beberapa proses psikososial lainnya.

7. Komplikasi yang bisa ditimbulkannya

PGD bisa memengaruhi fisik, mental, dan kehidupan sosial pengidapnya. Tanpa penanganan yang layak, komplikasi yang bisa terjadi antara lain:

  • Depresi.
  • Pikiran atau perilaku bunuh diri.
  • Kecemasan, termasuk PTSD.
  • Gangguan tidur signifikan.
  • Peningkatan risiko penyakit fisik, seperti penyakit jantung, kanker, atau tekanan darah tinggi.
  • Kesulitan jangka panjang dalam kehidupan sehari-hari, hubungan, atau pekerjaan.
  • Penyalahgunaan alkohol, zat, atau nikotin.

8. Pencegahan

Prolonged Grief Disorder: Gejala, Penyebab, Penangananilustrasi support group (unsplash.com/adrianna geo)

Tidak ada cara pasti untuk mencegah PGD. Namun, mendapatkan konseling segera setelah mengalami kehilangan bisa membantu, terutama bagi orang-orang yang berisiko lebih tinggi mengalami PGD.

Selain itu, pengasuh yang memberikan perawatan hingga akhir hayat untuk orang yang dicintai bisa merasakan manfaat dari konseling serta dukungan untuk membantu mempersiapkan kematian dan akibat emosionalnya.

Beberapa cara yang dilakukan antara lain:

  • Bicarakan tentang kesedihan dan biarkan diri menangis. Meskipun menyakitkan, tetapi yakinlah bahwa dalam banyak kasus, kesedihan akan mulai berkurang jika kamu membiarkan dirimu merasakannya.
  • Mencari dukungan, misalnya dari anggota keluarga, sahabat, kelompok dukungan sosial, hingga komunitas agama. 
  • Konseling duka cita. Melalui konseling dini setelah ditinggal orang yang dicinta, kamu bisa mengeksplorasi emosi seputar kehilangan dan mempelajari mekanisme koping yang sehat. Ini dapat membantu mencegah pikiran dan keyakinan negatif menguat dan akhirnya menyulitkan.

Prolonged grief disorder atau complicated grief berhubungan dengan beberapa gangguan mental lain. Jika kamu atau orang yang kamu kenal merasakan kesedihan yang berkepanjangan, ada baiknya untuk membuat janji temu dengan psikolog atau psikiater agar bisa mendapatkan penanganan yang dibutuhkan dan mencegah komplikasi yang lebih serius.

Baca Juga: Sedih setelah Berhubungan Seks? Mungkin itu Postcoital Dysphoria

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya