Waspada Lonjakan Kasus Campak, Ini Rekomendasi IDAI

Angka kasusnya melonjak hingga 32 kali lipat

Campak adalah penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus dan sangat menular. Penyakit ini ditandai dengan ruam kulit di seluruh tubuh dan gejala seperti flu.

Sejak vaksin campak diperkenalkan pada tahun 1968, dunia hampir tidak menemukan peningkatan penyakit campak. Akan tetapi, Indonesia mengalami lonjakan kasus yang cukup signifikan beberapa waktu belakangan. Kementerian Kesehatan RI mengategorikan lonjakan kasus campak yang terjadi sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). 

1. Terjadi lonjakan yang signifikan di Indonesia

Waspada Lonjakan Kasus Campak, Ini Rekomendasi IDAIilustrasi bayi (pexels.com/Szabina Nyíri)

Dalam media brifefing bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada Kamis (19/1/2023), Dr. dr. Anggraini Alam, SpA(K), Ketua Unit Kerja Koordinasi Penyakit Infeksi Tropik IDAI, mengatakan bahwa kasus campak di Indonesia melonjak hingga 32 kali lipat!

Saat ini, sudah ada 53 kasus campak yang tergolong sebagai KLB di 34 kabupaten kota di 12 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2022, ada 3.341 kasus campak yang dilaporkan di 223 kabupaten kota dari 31 provinsi. 

Dokter Anggraini mengatakan bahwa lonjakan kasus kemungkinan besar terjadi karena cakupan imunisasi anak yang menurun selama pandemi COVID-19. 

2. Tiga stadium campak

Waspada Lonjakan Kasus Campak, Ini Rekomendasi IDAIilustrasi campak atau measles (fbresearch.org)

Dokter Anggraini memperingatkan selalu waspada terhadap gejala campak. Secara garis besar, infeksi campak memiliki tiga stadium, yaitu prodromal, erupsi, dan konvalesen.

  • Stadium prodromal: Pada 3–5 hari setelah infeksi, pasien akan mengalami demam yang biasanya tinggi, adanya Koplick's spots, dan gejala 3C (coryza, conjunctivitis, dan cough).
  • Stadium erupsi: Muncuk ruam khas mulai dari belakang telinga, badan dan lengan atas, serta bagian tungkai bawah selama 3 hari.
  • Stadium konvalesen: Semua gejala akan menghilang, ruam akan berubah menjadi makula hiperpigmentasi atau skuama.

"Kalau ketemu pasien campak, muka anaknya seperti anak marah. Dia bete karena emang nggak enak. Kalau kita cek di pipinya itu ada Koplick's spots. Nah, ini campak," ucap Dr. Anggraini. 

Baca Juga: Campak: Penyebab, Gejala, Pengobatan, Komplikasi, dan Pencegahan

3. Campak berpotensi menyebabkan wabah

Waspada Lonjakan Kasus Campak, Ini Rekomendasi IDAIilustrasi virus (commons.wikimedia.org/NIAID)

Campak termasuk jenis penyakit yang berpotensi menyebabkan wabah karena penyebarannya yang sangat cepat. Virus yang menyebabkan campak dapat menyebar melalui udara. Dibandingkan dengan COVID-19 varian Omicron, campak memiliki penyebaran yang jauh lebih mudah dan cepat.

Karena penyebarannya yang begitu cepat, populasi yang harus imun terhadap campak harus mencapai 91–94 persen. Cara utama untuk menghentikan penyebaran campak adalah dengan imunisasi. 

4. Rekomendasi tata laksana campak dari IDAI

Waspada Lonjakan Kasus Campak, Ini Rekomendasi IDAIilustrasi bayi (unsplash.com/Andriyko Podilnyk)

Penanganan pasien campak yang direkomendasikan oleh IDAI adalah dengan memberikan terapi suportif. Ini meliputi istirahat, antipiretik (penurun demam), memberikan nutrisi dan hidrasi, serta pemberian obat simtomatik.

Untuk pasien yang mengalami infeksi sekunder bakteri, dokter bisa memberikan antibiotik. Selain itu, pasien campak akan diberikan vitamin A dosis tinggi, yaitu 100.000 IU untuk 6 bulan sampai 1 tahun dan 200.000 IU usia lebih dari 1 tahun. 

"Pemberian vitamin A dosis tinggi diperlukan karena virusnya ini menurunkan kadar vitamin A pada anak," jelas Dr. Anggraini. 

Campak merupakan penyakit berbahaya yang dapat menyebabkan kematian dan berpotensi menjadi wabah. Segera hubungi fasilitas kesehatan jika kamu mendapati anak yang memiliki gejala campak. 

Baca Juga: Jangan Sampai Terjadi, Ini 5 Tips Mudah untuk Cegah Penyakit Campak

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya