Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMO

Batasi penggunaannya, karena dunia nyata lebih berharga

Media sosial sudah menjadi bagian hidup kita sehari-hari. Mulai dari Twitter, Facebook, Instagram, TikTok, Snapchat, dan sebagainya. Media sosial tak jarang menjadi candu bagi penggunanya. Bila sampai tak bisa mengaksesnya, bisa timbul kecemasan. Kalau sudah begini, waspada sindrom fear of missing out (FOMO).

Apa, sih, sindrom FOMO? Apa saja gejala dan dampaknya bagi kehidupan kita? Simak penjelasannya berikut ini.

1. Apa itu sindrom FOMO

Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMOIlustrasi media sosial. unsplash.com/ROBIN WORRALL

FOMO mengacu pada mengacu pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain bersenang-senang, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami hal-hal yang lebih baik darimu. Ini bisa memunculkan rasa iri yang mendalam dan memengaruhi harga diri.

Istilah FOMO pertama kali dikemukakan oleh seorang ilmuwan asal Inggris bernama Dr. Andrew K. Przybylski dan istilah ini pun sudah tercantum dalam Oxford English Dictionary sejak tahun 2013 lalu.

Melansir Verywell Mind, FOMO bukanlah hal yang baik. Itu bisa mengarahkan kamu untuk cek media sosial lagi dan lagi, sehingga kamu terjebak dalam sebuah lingkaran. Kamu mungkin melihat detail foto teman-teman yang menikmati saat-saat menyenangkan tanpa kamu ada di sana.

Media sosial menciptakan platform untuk menyombongkan diri; benda, peristiwa, dan bahkan kebahagiaan itu sendiri tampaknya bersaing pada waktu-waktu tertentu. Orang-orang membandingkan pengalaman mereka yang terbaik dan sempurna, yang mungkin membuat kamu bertanya-tanya tentang kekurangan yang kamu miliki.

Perasaan tersebut bisa dialami siapa saja, lalu bisa membuat kamu merasa tak berdaya dan merasa melewatkan sesuatu yang besar.

2. Siapa yang bisa terkena FOMO?

Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMOIlustrasi (IDN Times/Helmi Shemi)

Siapa pun dari segala usia bisa mengalami FOMO. Namun, fenomena ini paling meluas di kalangan anak muda dan dewasa muda. Studi dari Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa fenomena ini disebabkan oleh penggunaan media sosial yang sangat tinggi pada kelompok usia tersebut.

Melansir laman 1&1 Ionos, tim peneliti dari Carleton University dan McGill University di Kanada menemukan bahwa FOMO dapat terjadi terlepas dari tipe kepribadian seseorang. Oleh karena itu, orang yang neurotik dan ekstrover tidak lebih berisiko mengalami FOMO. Namun, siapa pun yang tidak puas dengan situasi kehidupan mereka dan yang kebutuhan akan cinta dan hormat tidak terpenuhi, akan mengalami FOMO lebih sering.

Menurut asisten profesor Texas A&M Health Science Center College of Medicine, AS Darlene McLaughlin, gangguan FOMO paling banyak terjadi pada generasi milenial (generasi Y), yaitu mereka yang lahir tahun 1980-an hingga 1990-an.

Penelitian di AS membuktikan, sebanyak 24 persen remaja menghabiskan waktunya menggunakan smartphone selama 8-10 jam setiap harinya. Di Indonesia, kemungkinan tak jauh berbeda.

Baca Juga: 6 Kemungkinan Kenapa Kamu Bisa Depresi dan Merasa Cemas

3. Penyebab dan gejala FOMO

Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMOpixabay.com

Perlu digarisbawahi, FOMO bukanlah bentuk dari gangguan mental dan tidak masuk daftar diagnosis dalam buku panduan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th Edition: DSM-5.

Melansir Well+Good, meski FOMO tidak dianggap sebagai gangguan kesehatan mental, tetapi seperti halnya depresi klinis atau gangguan stres pasca trauma (PTSD), kondisi tersebut disebabkan oleh sekumpulan emosi yang sangat nyata dan membawa efek yang nyata pula.

Faktanya, merasa seperti tersisih adalah sifat psikologis yang kita warisi dari nenek moyang kita. Bagi mereka, menjadi bagian dari kelompok sosial diperlukan untuk kelangsungan hidup.

Walaupun belum ada bukti bahwa FOMO dapat menyebabkan depresi, tetapi orang-orang dengan depresi akan lebih sering merasa tertinggal (missing out) dan pada tingkat yang lebih parah.

Apa saja gejala FOMO yang perlu diwaspadai? Melansir 1&1 Ionos, berikut ini adalah gejalanya.

  • Tidak bisa lepas dari layar ponsel: kamu yang mengalami FOMO akan merasa khawatir berlebihan saat tidak menggenggamnya, takut ketinggalan berita terbaru atau update di media sosial. Kamu juga mungkin selalu butuh terhubung dengan internet hanya untuk cek media sosial dan mengetahui kehidupan orang-orang di luar sana. Parahnya, kamu tak mampu mengatur waktu penggunaan smartphone hanya karena perasaan cemas akan ketinggalan informasi.
  • Lebih peduli dengan kehidupan di media sosial: ingin selalu eksis di dunia maya adalah salah satu gejala sindrom FOMO. Media sosial mampu memengaruhi banyak orang untuk selalu menampilkan sisi terbaik dari diri mereka agar selalu dianggap sempurna oleh orang lain yang melihatnya. Hati-hati juga kalau kamu merasa mulai tak peduli dengan kehidupan sosial di dunia nyata, serta keinginan besar untuk diakui orang lain di dunia maya.
  • Terobsesi dengan kehidupan orang lain: baik di media sosial maupun di dunia nyata, berhati-hatilah jika kamu mulai merasa terobsesi dengan orang lain yang kamu anggap memiliki citra dan kehidupan yang lebih baik. Karena terobsesi, kamu akan terus-menerus mencari tahu. Akibatnya, perlahan akan muncul perasaan iri, dengki, dan kecemburuan sosial dari dalam dirimu terhadap orang tersebut. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Forbes, sindrom FOMO dipicu oleh ketidakpuasan dalam hidup. Orang yang mengalaminya akan cenderung sering berpikir, “apakah orang lain lebih bahagia daripada aku?”

4. Dampak buruk FOMO yang harus diwaspadai

Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMOunsplash.com/NordWood Themes

Sindrom FOMO bisa memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental kita. Orang yang sangat peduli dengan apa yang dilakukan oleh teman, tetangga, rekan kerja, atau orang lain mungkin memiliki perasaan cemas, rendah diri, dan kesepian.

Mereka mungkin terlibat dalam perilaku kompulsif, terus-menerus memeriksa media sosial, bahkan ketika sebenarnya mereka ingin berhenti. Selain itu, mereka mungkin mengalami kurang tidur, kesadaran yang berkurang, dan depresi.

Melansir laman Paradigm Treatment, sebetulnya wajar untuk merasa ingin tahu dan tertarik dengan apa yang dilakukan orang lain, terutama orang yang kamu kenal. Namun, penting juga untuk dapat menempatkan apa yang kamu lihat ke dalam perspektif dan tidak membiarkan mengikuti gerakan kelompok sosial mengambil alih hidupmu.

Kamu mungkin tidak bisa sepenuhnya menyingkirkan FOMO. Namun, kamu bisa belajar untuk mengelola perasaan tersebut dan meminimalkan efek negatif yang bisa ditimbulkannya dalam hidup.

5. Cara mengatasi sindrom FOMO

Kamu Kecanduan Media Sosial? Waspadai Sindrom FOMOpixabay.com

Bila kamu mengalami gejala FOMO seperti yang disebutkan di poin sebelumnya, tak perlu buru-buru langsung memeriksakan diri ke ahli kejiwaan. Dalam banyak kasus, kecemasan yang dirasakan bisa diatasi dengan metode sederhana, seperti:

  • Tentukan waktu offline: kamu bisa mengunduh aplikasi untuk memantau dan membatasi penggunaan media sosial, atau bahkan penggunaan smartphone secara keseluruhan.
  • Penerimaan: kita dapat memuaskan kebutuhan, tetapi keinginan kita tidak terbatas. Begitu kita memenuhi satu keinginan, akan muncul keinginan baru. Terimalah bahwa kamu tidak akan pernah memiliki semua yang diinginkan dalam hidup.
  • Ciptakan kejelasan tentang nilai-nilai hidupmu: misalnya, tentukan apa yang penting dalam hidup. Kemudian, tentukan prioritas yang sesuai dan fokus pada apa yang membuat kamu tetap puas.
  • Buat buku harian yang berisi tentang rasa syukur: studi telah membuktikan bahwa orang-orang yang bersyukur akan lebih merasa bahagia. Catat hal-hal baik yang kamu syukur dalam buku harian setiap hari. Tiga hal saja cukup. Ini dapat meningkatkan mood dan kepuasan hidup, begitu juga meningkatkan kualitas tidur dan menurunkan tingkat stres. Bila ini rutin dilakukan, kamu akan bisa melawan akar penyebab FOMO.
  • Menerapkan mindfulness: siapa pun yang takut kehilangan sesuatu tidak berpikir di masa sekarang, tetapi di masa lalu atau masa depan. Gunakan latihan kesadaran seperti meditasi untuk tetap berada di masa sekarang.
  • Persahabatan: secara sadar meluangkan waktu untuk menjaga hubungan dalam kehidupan nyata. Daripada menelusuri feed media sosial selama berjam-jam, buatlah rencana untuk menghubungi teman, keluarga, atau sahabat. Tak punya banyak teman atau butuh waktu menyendiri dari banyak orang? Lakukan hobi atau pelajari hal-hal baru. Ada baiknya menginvestasikan waktu untuk membangun persahabatan sejati, karena itu adalah salah satu bentuk perlindungan terbaik terhadap ketegangan psikologis.

Itulah hal-hal seputar sindrom FOMO. Bila kamu mengalami gejalanya, lakukan tips di atas untuk mengatasinya. Namun, bila dampaknya secara psikis sudah lebih dalam atau merasa ada gejala depresi, sebaiknya temui ahli kejiwaan seperti psikolog atau psikiater agar bisa segera ditangani.

Baca Juga: 5 Bukti Kurangi Konsumsi Media Sosial Baik untuk Kesehatan Mental

Rizky Kusumo Photo Verified Writer Rizky Kusumo

Sedang menjajaki karir sebagai penulis

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya